10 Okt 2019

Setiap Kita Bisa Lho, Berkontribusi dalam Upaya Pencegahan Bunuh Diri

malline.com

Dulu, terlintas dibenak saya, bahwa bunuh diri selalu terkait orang yang tak berpunya atau putus cinta saja. Menurut saya, dalam dua situasi tersebut rentan putus asa. Sehingga tidak bisa berpikir jernih, dan ujungnya mengakhiri hidup lebih cepat menjadi keputusan diambil.

Tetapi paradigma itu mulai bergeser, ketika melihat beberapa pesohor dunia, meninggal karena bunuh diri. Public figure yang karirnya sedang cemerlang dan dikenal banyak orang, tetapi justru menjadi pelaku bunuh diri – ini yang membuat saya berpikir ulang.

Dalam rangka peringatan “Hari kesehatan Jiwa Sedunia 2019”, Kementrian Kesehatan RI, mengajak penggiat medsos membahas tema “Mental Health Promotion and Suicide Prevention.” Banyak informasi dan pengetahuan baru saya dapati, termasuk tentang kondisi ibu yang kurang minat terhadap bayinya.  “Kok ada ya,” batin saya

dr Fidiansyah M.A Sp.KJ, MPH, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza, Kementrian Kesehatan RI, menyampaikan bahwa promosi Kesehatan Jiwa, harus digalakkan mulai dari diri sendiri, keluarga dan masyarakat.
Menurut data Riskesdas, terdapat 1.7 ODGJ (Orang dengan gangguan jiwa) dari 1000 penduduk. “Deteksi menjadi hal penting, keluarga musti tahu jangan hanya memperhatikan kondisi fisik tapi juga kondisi jiwa,” ujar dr Fidi.

Era modernisasi saat ini, orang bebas berekspresi melalui medsos. Kita musti pandai mengelola emosi, agar tidak mudah tersulut kemarahan atau juga iri dengki. Kalau gampang baper dan terus menerus, bisa-bisa ujungnya bunuh diri.

Penting, kita memahami gejala rentan bunuh diri. Terlebih pada generasi muda, kelak menjadi bagian dari bonus demografi.
Selanjutnya dr Fidi mengajak masyarakat, untuk selalu menjaga kesehatan fisik, mental, spiritual dan sosial.
Ki-Ka ; Ibu Gamayanti, Ibu Novy, dr Fidiansyah- dokpri

Jangan Abai Kecemasan Pada Ibu Hamil

Kawan's, jangan sepelekan perasaan cemas yang terjadi secara masif ya. Apalagi rasa cemas dialami ibu hamil, duh dampaknya itu lho sangat memprihatinkan.
Saya terenyuh dan empati, saat menyimak pemaparan ibu Novy Yulianty, seorang psikolog dan penyintas depresi pasca melahirkan.

Sebagai suami dan ayah, saya terpapar pengetahuan baru, ternyata ada ibu yang tidak minat terhadap bayi kandungnya sendiri. sampai-sampai si ibu, pengin membuang anak kandungnya—ya Rabb, lindungi dan sehatkan kami semua, Amin.

Ibu Novy, adalah ibu yang pernah mengalami depresi pasca melahirkan. Periode 2012 – 2015 menjadi tiga tahun yang berat, karena dihadapkan pada kondisi dan kenyataan yang menurutnya tidak ideal.
Founder motherhope Indonesia ini, semula ingin melahirkan secara normal tetapi kenyataannya harus caesar.
Kemudian mendapati ASI-nya tidak keluar, karena satu keadaan terpaksa tidak bisa menggendong buah hati, ditambah harus menghadapi komentar miring dari lingkungan sekita.

Berat beban ditanggung, kondisi ini mencapai klimaks dan membuat ibu Novy kehilangan minat mengurus bayinya.
Sampai tidak mau pergi berdua saja, karena pernah muncul keinginan membuang bayi. “Salah saya, saya tidak mau membuka diri” tambahnya.
Ibu Novy-dokpri

Ibu Novy berusaha keras dan berjuang mengatasi itu semua, baru ketika anak usia 2,5 tahun bisa merasakan, bahwa punya anak itu menyenangkan.
Tidak ingin, hal yang sama terjadi pada ibu lainnya melalui motherhope Indonesia, Ibu Novy mengupayakan tidak ada stigma negatif pada orang depresi.

Bahwa ODGJ musti dirangkul dan disupport, agar tidak merasa sendiri dan merasa dibutuhkan. Setiap orang, pasti ingin dihargai dan diakui keberadaannya, hal tersebut sangat berpengaruh pada kesehatan jiwa.

------
Kondisi depresi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk orang yang belajar tentang psikologi,” Dr. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si,. Ikatan Psikologi Klinis

Saya sepakat pernyataan ibu Gamayanti, bahwa siapapun tidak akan terlepas dari masalah kejiwaan.
Data WHO menyatakan, hampir 800.000 orang/ tahun  meninggal karena bunuh diri. Pihak berisko bunuh diri, adalah yang mempunyai ganguan kejiwaan berat dan berada di posisi kerentanan.
Ibu Gamayanti-dokpri

Depresi disebabkan banyak faktor, seperti mengalami kekerasan (emosisonal, fisik, seksual, bullying) Terjadi trauma dalam perjalanan hidup, diskriminasi sosial, membuat orang merasa sendiri atau disingkirkan dari lingkungan.

Sejarah anggota keluarga pernah bunuh diri, mudah mendapatkan alat bunuh diri, adanya perasaan kesepian, merasa tidak dibutuhkan, merasa tidak berguna, perasaan lelah yang panjang, merasa tidak ada yang mendukung dan tidak peduli, sehingga bersangkutan merasa bersalah.

Ada yang ingat film “Hara-Kiri ; Death of a Samurai”, adalah Hansiro Tsugumo seorang samurai tanpa tuan yang hendak melakukan harakiri. Menurut keyakinan, bahwa seorang samurai akan mati terhormat bila melakukan harakiri.

Nah, informasi tentang tindakan harakiri yang dianggap perbuatan ksatria, ternyata sangat bisa mempengaruhi persepsi tidak tepat tentang bunuh diri. “Perilaku bunuh diri, idenya bisa menular,” Jelas Ibu Damayanti.

Adanya tanda-tanda, tidak berarti pasti akan melakukan bunuh diri. Tetapi harus segera direspon dengan serius, agar tidak kebablasan.
Caranya dengan memberikan dukungan sosial, berupa perlakuan baik dan tidak membedakan, sehingga membuat orang depresi merasa dibutuhkan.

Kerentanan tidak selalu termanifes, apabila segera dilakukan pencegahan, secara perlahan orang dengan depresi bisa terkuatkan.
WAG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA