Poster Ada Surga Di Rumahmu (dokpri) |
"Wahai Rasulullah siapa yang harus
aku hormati" tanya seorang sahabat suatu ketika. "Ibumu" Jawab Rasul.
"Kemudian siapa lagi Ya Rasul"tanya
sahabat. "Ibumu" ulang
Rasulullah.
"Kemudian siapa lagi wahai
Rasul"sahabat bertanya lagi. "ibumu"
jawab Rasulullah lagi.
"Kemudian siapa lagi
Rasulullah" sahabat masih bertanya.
"Ayahmu" Jawab Rasulullah
Penggalan percakapan Rasulullah dengan seorang sahabat, menjadi penguat keberadaan ibu yang
begitu penting. Bahkan manusia pilihan
itu menjawab tiga kali, perihal letak kedudukan seorang ibu, sebelum yang keempat barulah ayah.
Sutradara Aditya Gumay mengangkat pesan
penting ini, dalam sebuah karya bertajuk "Ada Surga Di Rumahmu"
(ASDR). Melalui bendera Mizan Production, menjadi kerjasama kedua setelah
"Emak Pengin Naik Haji".
Fenomena yang berlangsung dewasa ini, memang sungguh miris dan memprihatinkan. Kerap terkabar di media massa, anak tega membunuh ibu atau ayahnya karena persoalan sepele. Bahkan ada yang membawa masalah dengan orang tua, ke ranah hukum sampai ibu atau ayahnya di sidang. Jaman yang semakin renta, anak sudah jauh dari kata berbakti. Berangkat dari keprihatinan ini Mizan Production, mempersembahkan alternatif tontonan bagi pecinta bioskop tanah air.
Fenomena yang berlangsung dewasa ini, memang sungguh miris dan memprihatinkan. Kerap terkabar di media massa, anak tega membunuh ibu atau ayahnya karena persoalan sepele. Bahkan ada yang membawa masalah dengan orang tua, ke ranah hukum sampai ibu atau ayahnya di sidang. Jaman yang semakin renta, anak sudah jauh dari kata berbakti. Berangkat dari keprihatinan ini Mizan Production, mempersembahkan alternatif tontonan bagi pecinta bioskop tanah air.
*****
Suasana Conpres (dokpri) |
Ramadhan bocah tinggal di sekitar sungai
Musi Palembang, setiap sore rajin mengaji di musholla dekat rumah. Memiliki cita
cita menjadi artis terkenal, kerap tampil di televisi dan banyak duit. Berasal dari
keluarga kebanyakan, sang ayah memiliki warung dan ibu menjahit. Suatu ketika
sang ayah melontarkan ide, Ramadhan dimasukkan ke Pesantren. Kebetulan pengasuh
pondok adalah sang paman (adik dari ayah), jadi bisa dititipkan secara khusus. Dunia
pesantren tak terlalu detil diterjemahkan, namun secara garis besar bisa ditangkap
penonton.
Ramadhan mulai tumbuh besar, bersama dua
sahabat mejadi pengajar di Pesantren. Sesekali mengujungi rumah, menemui ibu
ayah dan gadis tetangga bernama Nayla. Sejak kecil gadis ini ibunya sudah
meninggal, menganggap ibu Ramadhan seperti ibunya sendiri. Tak disangka antara
ramadhan dan Nayla tumbuh, perasaan ketertarikan layaknya seorang lelaki dan
perempuan. Ustad Attar pengasuh pondok pesantren semakin tua, didera penyakit
gagal ginjal. Raganya tak begitu kuat, sehingga kalau ada undangan ceramah
diwakilkan. Ramadhan yang direkomendasikan kepada pengundang, mengisi ceramah
dihadapan majelis pengajian. Kerap mengisi ceramah membawa satu keberuntungan, Ramadhan
dihubungi stasiun televisi untuk tampil.
Ramadhan anak yang berbakti, selalu
teringiang nasehat ustad Attar. Bahwa Ridho Allah tergantung Ridho orang tua,
bahwa surga bisa diraih melalui bakti pada orang tua. Tak perlu lagi jauh jauh
mencari surga, sesungguhnya surga terdekat ada di rumah yaitu ibu, ibu, ibu,
kemudian ayah.
***
Adegan ASDR (dokpri) |
Cerita yang tertuang dalam film ini
dikemas ringan, penonton tak perlu mengerutkan kening mengikuti kisahnya. Tak terlalu
menonjol adegan kekerasan dan menegangkan, aman membawa serta anak anak karena
nihil adegan dewasa. Aksi pemain rata rata cukup bagus, tak ada acting yang
terlalu kaku. Husein Idol yang dipasang sebagai bintang, cukup bisa memegang
peranan.
Sepanjang scene yang melibatkan perasaan
bakti pada ibu, penonton akan dikuras air mata. Penataan musik mampu
menghidupkan suasana, menyatu dengan pesan yang hendak disampaikan. Saya pribadi
tak lepas dari rasa haru, ketika si Ramadhan menunjukkan bakti pada ibu dan
ayahnya.
Sedikit yang saya cermati dan agak
janggal, adalah seorang ustad muda mengekspresikan rasa suka pada Nayla. Pergi berdua
melewatkan waktu di pinggir sungai Musi, bahkan sempat selfi berdua dengan
kamera handphone. Kemudian juga berboncengan dengan vespa berdua, meski nayla
bilang bukan mahram. Meski saat conpres sang pemain bilang tidak ada adegan
sentuhan, namun tetap terasa kurang pas. Bukankah seorang ustad pasti sudah
tahu ilmunya, bahwa apabila ada dua orang berlainan jenis berduaan maka yang
ketiga adalah setan.
Selebihnya film ini menjadi tontonan
yang menghibur, dan pesa yang disampiakan sukses ke benak penonton. Jadi tak
perlu mencari surga di tempat lain, ternyata ada di setiap rumah yaitu ibu.
(salam)