5 Agu 2018

Ngopi Bareng JKN, Membuka Mata Tentang Penjaminan Layanan Kesehatan


Ki-Ka : Nopi Hidayat - Ka Humas BPJS Kesehatan selaku moderator ; Agus Pambagyo - Pengamat Kebijakan Publik, Chazali Situmorang, Pengamat Asuransi Kesehatan, Budi Mohamad Arief- Deputi Direksi Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan - koleksi pribadi


Saya sangat mengapresiasi langkah BPJS, menggagas acara Ngopi bareng JKN. Acara yang sudah lima kali diadakan ini, sebagai upaya kemitraan antara BPJS dengan media dan blogger.
Tema yang diangkat di setiap acara Ngopi, adalah isu aktual sedang gaduh diperbincangkan.

Di handphone saya ada puluhan group watsup, mulai dari group alumni sekolah, group RT, group wali murid sekolah anak, group Blogger, buzzer dan lain sebagainya.

Mes
ki group chatting berbeda latar belakang, namun ada kesamaan terjadi di (nyaris) semua WA group pada umumnya.

Selalu ada satu atau dua anggota, dengan sigap membagi berita yang sedang happening. Saking semangatnya, tidak peduli berita dibagikan fakta atau hoax.

Belakangan sedang dishare, kabar penghapusan layanan JKN-KIS, terhadap biaya persalinan, operasi katarak dan rehabilitasi medis. Riuh di group terjadi, pro dan kontra tidak bisa dihindarkan.

Saya beruntung, menjadi bagian dari Ngopi bareng JKN. Sebagai pintu pencerahan, menemukan jawaban kondisi sebenarnya dari narasumber akurat.

-00o00-
Saya senang dengan suasana Cerita Cafe, tempat diadakan Ngopi bareng JKN. Suasananya rindang dan homy, siap menyerap informasi penting terkait layanan BPJS.

Menurut Budi Mohammad Arief, Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan, BPJS Kesehatan. Per- 1 Agustus 2018, tercatat 200.290.480 jumlah peserta JKN-KIS. BPJS Kesehatan telah bekerjasama, dengan 22.365 Faskes Tingkat Pertama (FKTP), 2.418 rumah sakit dan klinik utama, 1.579 apotek dan 1.081 optik.

Kenaikan jumlah peserta JKN-KIS terjadi, pada umumnya orang medaftar setelah merasa kesehatan sudah terganggu.
Mereka yang masih sehat- sehat saja, biasanya kurang punya kepentingan dengan BPJS. Dari duaratus juta lebih peserta JKN-KIS, 13 juta diantaranya anggota pasif, tidak membayar iuran karena dirinya merasa sehat.

Pada sisi lain, peningkatan kepesertaan JKN-KIS membawa konsekwensi dari sisi layanan. Lonjakan peserta tersebut, harus diimbangi dengan jumlah Rumah Sakit bekerjasama, jumlah dokter serta (tidak kalah penting) pemahaman masyarakat.

Saat ini, setiap peserta JKN-KIS di kelas PBI (penerima bantuan iuran), membayar premi 23 ribu (berdasarkan hitungan aktuaria harusnya Rp.36 ribu), artinya ada kekurangan 13 ribu ditanggung JKN. Akibatnya, program JKN perlu mendapat perhatian lebih karena terjadi defisit dana jaminan sosial.

BPJS Kesehatan melakukan analisa dari data yang ada, terdapat 10 besar sebagai sumber tagihan sangat tinggi.
Tahun 2017 operasi katarak menggunakan dana 2.6 trilliun, persalinan bayi dengan bayi sehat ditagihkan secara terpisah dengan ibu di angka 1,1 trilliun, rehabilitasi medis menggunakan dana sebesar  960 milliar.

Seperti kasus rehabilitasi medis, seharusnya cukup dilakukan 2 kali seminggu atau 8 kali sebulan. Namun pada prakteknya, ada yang melakukan sampai 29 kali.
Pun dengan operasi katarak dan persalinan selamat, musti diatur standart layanan, duduk bersama dan ditetapkan BPJS dengan kalangan profesi.

BPJS tidak menurunkan mutu atau standart layanan, tapi pengin mengatur standart dengan kalangan profesi,” tegas Budi.

Pada ujung pemaparan, Budi Mohammad Arief menegaskan, bahwa program JKN-KIS harus diselamatkan, kalau tidak dilakukan efisiensi kapal akan tenggelam.  Rumah Sakit semakin tidak bisa dibayar, peserta tidak mendapat pelayanan dengan baik.

Agus Pambagyo, selaku Pengamat Kebijakan Publik, sepakat dengan point “pengaturan standart layanan”.
Bahwa BPJS menjalankan layanan ke masyarakat, menggunakan uang APBN dan iuran peserta. Maka akan ada audit BPK, sebagai pertanggungjawaban pengelolaan uang tersebut.

Agus Pambagyo punya pengalaman, pernah dengan tiga kali rahabilitasi medis kondisi kesehatannya berangsur membaik. kalau ada yang melakukan sampai 29 kali, artinya sudah terjadi penghamburan uang.
Pun dengan tindakan operasi katarak, sudah pasti ada standartnya. Jangan sampai (sebenarnya) belum perlu operasi, tapi sudah dilakukan tindakan operasi. Demikian pula penanggungan persalinan, bayi yang bermasalah setelah persalinan musti mendapat prioritas.

Agar semua anggota JKN-KIS bisa menikmati manfaat, maka mekanismenya di atur. BPJS mengacu  pada Peraturan Menkes, mentri berdasarkan rekomendasi Dewan Pertimbangan Medis.

Sementara Chazali Situmorang, Pengamat Asuransi Kesehatan, menambahkan, Bahwa BPJS sebagai mandatori, memegang mandat terhadap konstitusi. Semua yang dijalankan BPJS, diperintahkan dan diatur dalam bentuk Undang-undang.

-00o00-

Saya pernah membaca satu kalimat, kabar buruk cukup sekali sebar akan cepat sekali viral. Sedangkan kabar tentang kebaikan, musti berulang-ulang baru akan terjadi viral.
Demikian pula dengan isu seksi yang terjadi di BPJS, akan terus terjadi sesuai dinamika yang berlangsung.

BPJS Kesehatan, adalah sebuah layanan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Pemahaman masyarakat tentang BPJS, musti terus digencarkan demi menghindari mis komunikasi.
Acara “Ngopi bareng JKN,” selain menjadi sarana kemitraan dengan media dan blogger. Sekaligus sebagai salah satu upaya pengimbang, atas kabar yang perlu di klarifikasi dan diluruskan.

1 komentar:

  1. Jadi tidak benar ya bahwa BPJS Kesehatan tidak mencover seluruh biaya perawatan kesehatan seperti rehab medik. Hanya standartnya saja ya yg di ubah. Oke berarti fisioterapi anakku masih tetap berjalan memang sebelum isu itu kalau soal pelayanan fisioterapi diberikan jadwal 2x dalam seminggu.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA