12 Jan 2020

Jangan Mengkhianati Diri Sendiri (Page 10 of 366)

Blogger Kompasiana- dokpri

Ngacung, siapa suka mengkhianati diri sendiri?  “Hmmm, enggak pernah dong, setiap orang pasti menyayangi diri sendiri”.
Saya percaya, setiap kita pasti mencintai diri sendiri.

Buktinya, setiap hari kita rela berjibaku dengan kesibukan. Berangkat di pagi buta, pulang jelang malam, belum lagi stres kena macet di jalanan.
Pendek kata apapun diupayakan, demi membuat diri sendiri hidup nyaman.

Pagi di akhir pekan, maunya bermalas-malasan dan molor bangun siang. Pesan makanan dan minuman sambil rebahan, menyantap menu kegemaran dan yang enak-enak.

Jam makan siang, janjian dan kumpul dengan gengs nongkrong di cafe ketawa-ketiwi. Kemudian foto bareng dengan wajah sumringah, tak lupa segera dipost di instagram.

Pokoknya semua yang enak-enak, bergaul, berbaur, berinteraksi dengan teman sehobi. Di medsos mencitrakan diri keren, (di mata orang) terkesan berselimut keberuntungan.
E'tapi tunggu dulu, keseringan berada di zona nyaman (kadang) justru melenakan. Kalau tidak mawas diri, yang ada justru menggelincirkan.

***

“Page 10 of 366” --- Dua hari lalu, saya melihat keyword “Page 10 of 366” di twitter masuk treding topic.
Warga twitland pasti sudah paham maksudnya, yaitu hari ke sepuluh (tanggal 10 januari) dari 366 hari (di tahun 2020).

Kemudian saya menuliskan keyword yang sama di tweet, sembari mempertanyakan ke teman blogger berapa artikel yang sudah publish di blog.

Sampai saya menulis artikel ini, retwet dari pertanyaan tersebut masih saja ada yang masuk.
Jawaban disampaikan juga beragam , dalam sepuluh hari ada yang sudah menulis 9 artikel, ada yang 8 artikel, ada yang 5, 3, 2, 1 bahkan ada yang belum nulis sama sekali.

Oke, no problem. Saya tidak punya niat tertentu, di balik pertanyaan yang saya ajukan.
Saya ingin sekedar mengingatkan, kepada teman blogger tentang sebuah tanggung jawab.

Bahwa ketika memutuskan memilih bidang pekerjaan (apapun itu), musti dibarengi dengan tanggung jawab dan kesungguhan.

sumber ayousaha.com

Misalnya,  Orang yang memantapkan hati, memilih pekerjaan sebagai penjual mie ayam.
Sudah semestinya, dia rela begerak ke pasar sebelum waktu subuh tiba. Membelanjakan modal dimiliki, dengan daging ayam, sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan aneka bahan untuk membuat mie ayam.

Sesampai di rumah, siap disambut dengan kesibukan baru. Yaitu berjibaku, di depan panas api tungku (atau kompor).
Membuat kuah kaldu, memotong kecil daging ayam dan menyiapkan racikan bumbu dan sebahainya.
Dilanjutkan membuat adonan tepung bahan dasar mie, dicampur kocokan telur diproses sedemikian rupa hingga berbentuk mie kuning siap masak.

Apakah tugas penjual mi ayam sudah kelar? Tentu belum dong.
Seelah semua bahan matang, pekerjaan berikutnya mempersiapkan gerobak dan ditata sedemikian rupa.

Yang jualan keliling, berarti musti siap berjalan dengan rute ditentukan. Sementara yang membuka lapak, musti menyiapkan meja kursi, saos kecap, sambal, sendok dan sebagainya.
Agar konsumen betah, penampilan si penjual musti dipantaskan. Setelah mandi dan badan segar, memakai pakaian bagus dan menunggu pembeli untuk datang, 

Satu persatu pembeli mampir, ada yang pelanggan lama ada yang baru sekali datang, semua dilayani sebaik-baiknya dan begitu seterusnya.

Demikian tanggung jawab penjual mie ayam. Melalui waktu demi waktu, dengan rutinitas keseharian dan dalam rentang tak terbilang dihitung.

Saya pernah menemui, penjual mie ayam yang mulai berjualan dari saya SD. Bertahan sampai sekarang,  saya punya anak usia baligh.
Si abang penjual mie ayam, masih setia dengan pekerjaan yang ditekuni.

**

Hal yang sama berlaku pada, orang yang memilih menjadi (misalnya) pengemudi ojol. Bapak atau ibu driver ojol, sudah rapi dengan seragam khas di pagi buta (saya pernah pesan ojol pada dini hari).

Kemudian standby dan memantau aplikasi, sigap ketika ada orderan masuk muncul di layar gawainya.
Meskipun udara sedang dingin-dinginnya, meskipun langit masih gelap dan legam. Tidak ada alasan tidak beranjak, menjemput konsumen dan memastikan tidak salah orang.

Kemudian selama di perjalanan, berusaha bersikap ramah dan mengantarkan konsumen sampai tempat tujuan dengan selamat. 

Jangan Mengkhianati Diri Sendiri

WAG Fruitaholic

Page 10 of 366 bagi blogger, seharusnya tak ubahnya seperti bagi penjual mie ayam dan atau pengemudi ojek online.
Karena telah memilih menulis sebagai pilihan,  semestinya menulis sudah menjadi rutinitas keseharian.

Tenang guys, sayapun sama dengan kalian. Masih dalam proses belajar dan terus belajar, bertanggung jawab terhadap pilihan yang sudah diambil.

Sudah sewajarnya, rutinitas seorang blogger adalah hal yang berkaitan dengan tulisan.
Mengabaikan rutinitas ini (menulis) menurut saya sebagai bentuk pengingkaran atau (ekstrimnya) mengkhianati diri sendiri.

Karena proses menjadi “sesuatu” itu tidak mudah, maka kita musti memperjuangkannya.
Dan yang namanya perjuangan, berarti mengandung unsur ketekunan, pengorbanan termasuk jatuh bangun.

Baik sebagai penjual mie ayam, pengemudi ojol, guru sekolah dasar, perawat puskesmas, tukang parkir, dosen, tentara, pun penulis (termasuk blogger di dalamnya).

Semua tak akan lepas dari proses seleksi alam, dan hanya beberapa yang berhasil mencapai puncak, karena telah bersetia dan bersungguh-sungguh.
Mereka yang mendedikasikan hidupnya, mereka yang tahan banting dengan proses dijalani, sejatinya mereka yang belajar tidak mengkhianati diri sendiri.


Hari tulisan ini saya publish adalah "Page 12 of 366", teman blogger sudah berapa tulisan yang kalian publish?
Semoga bermanfaat.

9 komentar:

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA