16 Jan 2020

Berbagi Itu Mudah dan Melembutkan Hati

dokpri

Saya punya tetangga yang sungguh baik hati, kalau kita mengantarkan (misal) makanan, maka dengan cepat akan dibalas. Saya merasa bersyukur dan beruntung, dianugerahi lingkungan (tetangga) yang guyub dan menyenangkan.
Keguyuban tampak, ketika ada kegiatan warga atau RT, para tetangga turun ke lapangan dan berbaur. Kami tak membedakan warga senior atau pendatang, semua dirangkul sebagai keluarga.

*Back to my neighbour
Pernah suatu hari, di rumah sedang banyak stock buah-buahan. Namanya buah (apalagi pisang) tidak tahan lama, istri bermaksud membagikan ke beberapa tetangga. Dan ada satu tetangga, yang akhirnya terlihat bagaimana sikap aslinya.

Eit’s, tunggu dulu. Sikap asli yang dimaksud adalah sikap baik. Bayangkan, baru siang hari istri saya mengantarkan buah-buahan. Sore selepas ashar, pintu pagar diketok dan terdengar suara gadis mungil. “Assalamualaikum”
Karena yang datang anak kecil, saya pikir adalah teman si bungsu hendak main atau mengajak keluar rumah. Maka anak ragil membuka pintu, tak lama masuk sembari menenteng makanan.

Sejak saat itu, tetangga baik hati ini (seperti) punya jadwal mingguan. Ada saja makanan yang diantarkan, dan kami membalas meski tidak seketika itu juga.
Kabaikan tetangga satu ini, rupanya tidak hanya pada rumah kami. Kepada rumah yang lain, berlaku hal yang sama. Pun kepada tetangga yang (kami anggap) “jutek”, perlakuan itu tidak pernah dibedakan.

Berbagi Itu Mudah dan Melembutkan Hati


Jangan dikira, yang dibagikan tetangga selalu makanan bergengsi dan mahal. Semacam beef teriyaki atau chicken teriyaki, ikan gurame atau kakap di sambal bumbu bali.
Tidak, sama sekali tidak seperti itu. Pernah dijadikan hantaran, adalah mie ayam atau dimsum, nasi goreng dengan telor ceplok atau bakpao hangat.
dokpri

Keluarga kecil saya, selain mengantarkan buah-buahan. Pernah sengaja, membeli paket burger dan disisihkan dua atau tiga untuk tetangga.
Pernah ketika balik dari pulang kampung, saya membawakan makanan khas desa, seperti rengginang, ketan uli, rangin atau sambal kacang buatan ibu saya.

Saya pernah membelikan peralatan masak khas desa, sendok sayur  yang diuat dari batok kelapa, cobek yang dibuat dari tanah liat, pisau mungil dan barang sejenisnya. Barang-barang kerajinan itu, di desa bisa dibeli dengan harga murah meriah.

------

Kalau dipikir lebih jauh, sebenarnya betapa sederhana, cara membahagiakan tetangga (atau orang lain). Hanya dengan membagi sedikit yang kita punya, tak perlu memaksakan diri membeli barang yang sekiranya mahal.
Pemberian disertai ketulusan dan atau pemberian dengan pamrih, biasanya akan terasa di hati penerimanya. Bisa terbaca melalui bahasa tubuh, atau melalui ucapan tak mengenakkan dari si pemberi.

Kebiasaan memberi sungguh sangat baik, akan lebih baik kalau dibiasakan. Kebaikan yang dilanggengkan, niscaya akan melembutkan hati.  Percayalah, alam mempunyai cara untuk membalas insan dengan kebaikan.


So, berbagi itu mudah dan melembutkan hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA