Home

1 Des 2019

Jangan Pernah Meremehkan Penyandang Disabilitas


ANgkie Yudistia-dokpri

Belakangan sedang viral dan heboh, kabar tentang penunjukkan staf khusus Presiden Joko Widodo. Mereka adalah anak muda kalangan millenial, yang mendapat perhatian dari orang nomor satu di Republik ini.
Dan satu diantara tujuh nama stafsus hebat ini, tersebut nama Angkie Yudistia, beliau adalah penyandang tuna rungu.

Jauh hari sebelum namanya menanjak, saya pernah hadir dalam sesi sharing bersama Angkie.
Menyimak pemaparanya kala itu, saya menangkap dalam keterbatasannya, memiliki semangat yang luar biasa. Begitu antusias dan menggebu, ketika menularkan semangat kepada peserta yang hadir.

Seperti dejavu, hal yang sama saya alami ketika hadir di rangkaian Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2019, di gedung Sujudi Kementrian Kesehatan RI. Saya kembali melihat, orang orang hebat datang membawa semangat yang hebat pula.

Ada yang berjalan dengan ditopang tongkat, ada yang duduk di atas kursi roda. Ada dengan tongkat, berjalan mengikuti berhati-hati mengukti ketukan ujung tongkat. Ada juga yang bicara dengan bahasa isyarat, tampak seru berdiskusi.
Namun yang membuat saya kagum, di wajah mereka terpancar rasa percaya diri yang tinggi.

dr. Cut Putri Arianie, MH,Kes, selaku Direktur Pencegahan  dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), dalam sambutannya menyampaikan, bahwa peringatan Hari Disabilitas Internasional dirayakan setiap tahun secara global pada tanggal 3 Desember. Peringatan ini, sebagai upaya untuk meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penyandang disabilitas dan merubah stigma masyarakat kepada penyandang disabilitas.

O’ya, peringatan Hari Disabilitas 2019, secara nasional mengetengahkan tema “Indonesia Inklusi SDM unggul.”
Kerennya penyelenggaran acara tahun ini, adalah kolaborasi Kementrian Kesehatan dan Kementrian Sosial, bersama Organisasi Profesi dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Rangkaian kegiatan telah siap digelar, selain Diskusi (mengundang Bloger) juga diadakan Car Free Day (CFD), deteksi dini faktor resiko PTM (Penyakit Tidak Menular) dan Bazar barang kerajinan penyandang disabilitas.
“Penyelenggaraan bazar adalah bukti, bahwa penyandang disabilitas memiliki semangat dan mampu menghasilkan sesuatu sebagai bekal keterlibatan di tengah masyarakat,” jelas dr Cut.

dr Anung Sugihantoro-dokpri

Pada kesempatan berikutnya, Direktur Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), dr. Anung Sugihantoro, M.Kes, menyampaikan bahwa peringatan Hari Disabilitas Internasional 2019, lebih dari sekedar upaya meningkatkan kepedulian masyarakat kepada penyandang Diasbilitas.
Tetapi sebagai upaya, menempatkan penyandang disabilitas, sebagai bagian tidak terpisahkan dari penyiapan kualitas pembangunan Sumberdaya Manusia.

WHO melansir data, lebih dari 1 milyar masyarakat di dunia adalah penyandang disabilitas.
Pencegahan bisa diupayakan, dengan cara yang komprehensif mulai dari individu, keluarga, komunitas, masyarakat maupun dalam konteks kehidupan bernegara.
Karena disabilitas adalah suatu keadaan, dalam tataran kebersamaan membutuhkan bantuan termasuk penyediaan sarana prasana untuk mendukukung produktifitas penderitanya.

Prevalensi disabilitas usia 5-17 tahun sebesar 3,3 %, sedang pada rentang usia 18-59 tahun sebesar 22%.
Pada sisi lain di tahun 2018,  usia harapan hidup masyarakat Indonesia meningkat menjadi usia 70 tahun dengan angka sehat  dalm produktifitas 6 – 8,2 th.

Artinya pada usia 63 tahun, sebagian orang sudah tidak produktif. Sehingga menjadi perhatian kita, upaya pencegahan dan status kesehatan masyarakat sejak awal kehidupan.
Sejalan harapan Presiden, mewujudkan Sumber Daya Unggul untuk indonesia maju 2045.

dokpri
 -------
Pernah nggak kalian, satu kantor atau satu komunitas dengan penyandang disabilitas. Kalau saya pernah, dengan teman yang memakai kursi roda.
Ketika kita bersikap wajar, teman ini merasa nyaman dan bisa bekerja seperti layaknya teman lain.

Tetapi ketika kita merasa iba atau kasihan, justru teman ini merasa tidak enak. Karena rasa kasihan yang ditunjukkan padanya, membuat kompetensinya tidak terlecut.

Persis seperti pesan Pak Anung, bahwa penyandang disabilitas harus diperlakukan sebagai subyek bukan obyek.
Kita sebagai bagian kecil dari masyarakat, musti turut menumbuhkan rasa percaya diri pada penyandang disabilitas.

Program Rehabilitasi berbasis msyarakat penting dan mendasar, karena program ini bukan hanya penyembuhkan dengan pengobatan atau therapy. Tetapi lebih dalam lagi,  yaitu konsep berpikir dan stigma masyarat terhadap disabilitas.

Maka pengangkatan Angkie Yuditia sebagai Stafus, bisa menjadi moment tepat dalam rangka hari disabilitas Internasional 2019.
Bahwa seorang tuna rungu hebat, bisa menduduki posisi penting di negeri ini. Saya yakin, masih banyak potensi hebat dari saudara disabilitas lain yang tak kalah hebatnya.

Semoga bermanfaat.
dok WAG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA