Home

16 Jan 2019

Diet adalah Cara Menyayangi Diri dan Kehidupan


Illusttrasi - dokumentasi pribadi


Selain akal pikiran (ruh), kita manusia dibekali hawa nafsu oleh Sang Khaliq. Dua pihak ini (ruh dan nafsu) selalu berkompetisi, untuk merebut pemiliknya.

Dan si manusia itu sendiri, adalah pemegang kekuasaan, memiliki otoritas penuh bebas memenangkan pihak mana.

Peperangan adalah analogi peristiwa keseharian, yang kita hadapi dan membutuhkan keputusan saat peperangan terjadi.
Satu contoh ketika kita sedang berada di sebuah jamuan, kemudian melihat kue dengan lelehan cokelat yang membaluri sekujur tubuh kue.

Seketika muncul dua bisikan berkecamuk, berasal dari dalam diri, berusaha keras mempengaruhi sang tuan minta dimenangkan.

Bisikan pertama adalah ruh (misalnya nih) “jangan diambil kue cokelat, kamu kan sudah makan besar dan minum soft drink, sebelumnya makan jajan dan ditutup dengan desert

Sementara bisikan kedua, nafsu tidak mau kalah (misalnya), “Sudah makan saja kue cokelatnya, mumpung di sini enak tau, cokelat seperti itu kalau beli mahal, udah sana gih.”

Pemihakan sang pemilik kekuasaan, dipengaruhi banyak faktor, diantaranya kebiasaan sehari-hari (gaya hidup) dan pola pikir diterapkan.

Manusia dengan kebebasan yang dimiliki, tidak lepas dari konsekuensi, berupa resiko baik atau resiko buruk yang akan ditanggung sendiri.

---00OO00---

Beberapa hari terakhir, di time line Instagram riuh tagar #10yearChallange, menampilkan dua foto pribadi tahun 2009 dan 2019.
Sayapun tidak mau ketinggalan membuat kolase, mengingat pernah punya pengalaman tidak terlupakan
transformasi sepuluh tahun - dokpri

Peristiwa terjadi sekira pertengahan 2016, malam itu tiba-tiba separuh badan (bagian kanan) sakit dan sulit digerakkan.
Beruntung anak lanang di sebelah, sontak berlari memanggil ibunya, kemudian membantu si ayah bangkit dari tempat tidur.

Dua tangan ini ditarik, akhirnya duduk kemudian bisa berdiri. Pikiran saya ngelantur tak karuan, “Gusti Alloh, paringi sehat, anak-anak masih kecil”saya merintih.

Lebih kurang satu jam, sekuat tenaga saya berusaha bergerak dan berjalan, hingga tiba-tiba darah yang (seperti) mampet perlahan mengalir dan sakit berangsur hilang. “Alhamdulillah”ucap saya lirih.

Selang beberapa hari periksa dokter, dan “duh, parah” gumam batin ini. Saya mengutuki diri, karena  tega mencelakai diri sendiri.
Menyimpulkan diagnosa dokter, gaya hidup saya terapkan salah besar, keputusan diambil cenderung menuruti hawa nafsu.

Pola dan pemilihan makan tidak terkontrol, segala jenis makanan masuk lambung tanpa pikir panjang akibat di kemudian hari.

Mulai makanan yang manis-manis, asupan gurih mengandung msg, dan camilan favorit saya adalah aneka gorengan (terutama bakwan).

Saya masuk kategori malas bergerak, menerapkan perilaku sedentary (sila googling) dan enggan capek fisik.
“Kamu subur, sekarang sudah jadi orang sukses” komentar teman di kampung. Ya, bobot saya nyaris satu kuintal, teman masa kecil menganggapny sebagai tanda kemakmuran—parah kan.

Keluar dari ruangan klinik, tekad saya membulat, berniat melakukan transformasi dengan merubah gaya hidup dan pola makan.

Tiga tahun berlalu, dengan kerja keras dan mood yang naik turun, (alhamdulillah) saya bisa memangkas bobot tubuh.
Efek ke badan juga terasa, saya tidak mudah kecapekan dan pusing (seperti sebelumnya), stamina lebih fit.

--0oo0---

Sikap bermalas-malasan, enggan bergerak, makan tidak terkontrol, bisa menjadi indikasi pelakunya cenderung tunduk pada hawa nafsu.
Hawa nafsu mengajak manusia serba berlebihan, makan berlebihan (serakah), malas berlebihan, semua yang serba enak berlebihan.

Padahal semua yang berlebihan tidak bagus, menuntun pelakunya (sadar atau tidak) kepada kesia-siaan.

Seperti pengalaman tiga tahun silam, abai pada ruh berpihak hawa nafsu, akhirnya badan tumbang menyakiti diri sendiri.

Setelah menjumpai pencerahan, saya belajar menyayangi diri sendiri, mulai aktif bergerak serta makan dengan santun.

Memilih asupan yang akrab dengan kebutuhan tubuh, merasakan dan menikmati setiap suap yang masuk ke mulut.
Menggerakan tubuh sesuai kebutuhan, agar darah mengalir lancar, metabolisme tubuh berjalan sebagaimana mestinya.

Kalau sudah diet dan bobot turun, apakah sudah selesai? Ingat, peperangan dalam diri terus berlangsung, sampai tugas di dunia selesai.

Konsisten adalah sikap yang mudah diucap, tetapi susah diperbuat. Mempertahankan apa yang didapat, membutuhkan konsistensi tidak berkesudahan.

Jadikan diet sebagai gaya hidup, sehingga apa yang dijalankan dengan senang hati dan tidak menjadikan beban – salam sehat--

2 komentar:

  1. Keren, progres penurunan badannya terlihat jauh berbeda.
    Terus rajin berdiet, mas.

    Obesitas banyak mempengaruhi kesehatan.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA