20 Jan 2019

Belajar Nilai Keayahan dari Film Keluarga Cemara


dokumentasi pribadi


saya bukan film mania, dalam satu bulan belum tentu pergi ke bioskop. Tetapi saya juga tidak anti film, untuk judul tertentu dan membuat penasaran tidak segan menonton.
Siapa tak kenal Keluarga Cemara, serial televisi  yang pernah tayang pada rentang tahun 1996 – 2005, pada tahun 2018 ditayangkan ulang di televisi plat merah.

Dan di awal 2019, Keluarga Cemara hadir di layar lebar. Kemudian mengikuti jejak serial tv, versi bioskop mendapat sambutan hangat masyarakat pecinta film.
Film Keluarga Cemara, salah satu judul yang berhasil memantik keinginan saya menonton, setelah ramai dibicarakan dan dipuji netizen.

Menikmati adegan per-adegan, dialognya terasa menyatu dengan musik, didukung tata artsitik yang menawan, saya seperti mendapat benefit secara komplit.
Tidak ada sejahat-jahat karakter dan tidak ada sebaik-baik karakter, semua adegan wajar dan penonton disuguhkan alasan dibaliknya – tidak seperti sinetron pada umumnya.

Seperti scene kebangkrutan ada alasan penipuan, mengapa ditipu ada alasannya juga, adegan tersebut berkelindan dan tidak berdiri sendiri.
Termasuk nilai-nilai atau pesan yang ingin disampaikan, cukup efektif dan langsung menancap di benak, bisa menjadi cerminan, pembelajaran dan inspirasi bagi saya pribadi.

Karakter abah (diperankan Agus Ringgo), begitu memesona saya, sepanjang cerita banyak hal mengesankan yang bisa saya serap.
Abah dalam peran dan fungsi sebagai kepala keluarga, menunjukkan tanggung jawab besar serta berupaya mengakomodir kepentingan setiap anggota keluarga.

--0oo0—
makasartribunnews


Siapapun pasti tidak mau berada pada kondisi terpuruk, berada di situasi tak mengenakkan, menghadapi perubahan drastis dan mendadak.
Namun dibalik keterpurukan, sesungguhnya bisa menjadi peluang pembuktian, bahwa orang tersebut tangguh dan bisa mengatasi keadaan.

Ya, sebagai ajang pembuktian bahwa kita tidak mudah putus asa, bisa menjalani keseharian seperti biasa dan yang lebih penting adalah terus berusaha bangkit.

Adegan di awal film Keluarga Cemara sungguh dramatis, konflik dikemas sangat simpel dan penonton bisa menangkap pesan secara jelas tanpa menduga-duga.
Abah dan emak (diperankan Nirina Zubir) sangat bijak menghadapi masalah besar, perasaan kesal yang dipendam seolah siap melahirkan kekuatan.

Chemistry pada setiap anggota keluarga di keluarga cemara, terbangun sangat bagus berhasil menghadirkan kesan natural.
Cemara (diperankan Widuri Puteri) dan Euis (diperankan Adhisty Zara), bisa mengimbangi akting dua pemain senior.

Banyak adegan yang begitu menyentuh, satu diantaranya, ketika abah merasa menjadi orang yang paling bersalah, sebagai penyebab kesengsaraan dialami.
Namun emak membantah asumsi tersebut, menguatkan bahwa tidak ada yang menyalahkan abah, dan tidak pernah membuatnya menyesal.

Euis yang sedang menginjak masa puber, posisinya sangat rentan dengan kerapuhan, beradaptasi dengan lingkungan baru jauh dari lingkungan sebelumnya.
Perubahan sikap penerimaan Euis atas kenyataan dialami, begitu smoth, alami, alur ceritanya tidak dipaksakan.

Kehadiran Ara benar-benar menyita perhatian saya, gadis kecil dengan wajah sangat Indonesia ini memberi warna dalam keluarga sedang berusaha bangkit.

Ara dengan sikap anak-anak banget,  terus terang mengakui, tidak ingin mengulangi memaksa kemauan yang buat abahnya marah,
“Ara tidak suka melihat Abah marah,” ujarnya polos.

Porsi kemarahan abah pas, selalu berusaha menahan untuk tidak mengumbar kemarahan, layaknya para ayah di kehidupan nyata.
Seorang ayah pada umumnya, ketika marah tidak meluapkan emosi sejadi-jadinya, yang melukai perasaan istri dan anaknya terluka.

Beberapa ulasan (tentang film ini) yang saya baca, lebih menyoroti pada teknis penggarapan adegan yang bocor – bagus untuk bahan koreksi meski menurut saya tidak terlalu menganggu.

Terlepas dari masalah teknis penggarapan, sebagai ayah saya seperti menjumput pesan-pesan bernas tentang peran keayahan.

Secara pribadi saya sepakat, bahwa Keluarga Cemara menjadi film rekomended ditonton, silakan mengajak sekeluarga.
Saya yakin, setiap anggota keluarga, akan mendapat prespektif benefit yang berbeda, dari film yang dibuat begitu apik dan penuh dedikasi ini.
-Happy Weekend-

2 komentar:

  1. Meski belum pernah nonton tapi judul dari film ini memang terkenal banget lho, 2005 saya baru masuk SD tuh dan nggak inget kalau ada film itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. waktu itu masih ada sinetronnya. skerang di putar ulang di TVRI

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA