9 Jun 2023

High Quality Jomblo


Benar banget, bahwa hidup itu hanya sekali. Hari hari yang melaju, hanya dialami sekali seumur hidup. Suka tidak suka setuju ataupun menyangkal, usia kita terus beranjak dan menua. Dan setiap fase usia, tentu ada tantangannya masing-masing.

Memasuki pertengahan duapuluhan, biasanya sudah mulai memikirkan menikah. Kalau di Indonesia umumnya, umur 25 cukup ideal menikah. Meski kenyataannya, harapan tidak sejalan dengan kenyataan. Banyak diantara kita, lewat sampai kepala tiga bahkan lebih, belum juga dipersuakan belahan jiwa.

Pengalaman saya nih, umur 27 itu sudah santer pertanyaan seputar menikah. Kalau mudik lebaran, kuping memanas dan wajah bisa memerah. “Lu kapan merrid?”,“Sendirian saja, calonnya mana?”,”Lu ganteng, tapi belum merrid”, dan sebagainya.

Adat ketimuran kita masih kuat, para orangtua gelisah kalau anaknya yang berumur belum juga menikah.  Sementara teman sepantaran, satu persatu bersanding di pelaminan dan sebagian memiliki anak. 

Menjadi jomblo tidak mengenakkan, dulu saya dibombardir pertanyaan dan tekanan mental. Ada yang terang-terangan, ada juga yang nyindir dan nyinyir. Meski ada satu dua punya niat baik, menawarkan bantuan menjadi mak comblang.

Jomblowan jomblowati, musti menerima dengan lapang, meskipun berkecamuk kesal, marah, dendam dan perasaan lainnya. Butuh ketahanan mental, menangkis stigma (seolah-olah) ‘negatif’ disematkan bagi yang belum menikah.

-----

Menemukan jodoh, tidaklah semudah membalik telapak tangan. Menunggu jodoh, membuat hari-hari terasa panjang. Sungguh melelahkan, menguras energi, pikiran dan perasaan. Kalau saya dulu, sengaja membaca buku tentang menikah atau buku bertema keluarga.

Seperti ada dorongan dari benak, yang kemudian saya wujudkan. Yaitu ingin menunjukkan kepada Tuhan, seserius itu saya belajar menjadi suami dan ayah yang baik.

High Quality Jomblo

Bujangan yang belum bersua tambatan hati, sebaiknya mengubah cara berpikir. Bahwa keadaan melajang, bisa dijadikan untuk menyiapkan fisik, mental dan (tentunya) financial. Waktu jeda menuju belahan jiwa, dijadikan  energi positif, menghalau omongan nyinyir.

Menjadi Highh quality jomblo, bagi saya adalah pilihan. Untuk menyikapi orang tidak suka, balas dengan perlakuan simpatik. Misalnya pada saudara dekat, kunjungani dengan membawakan bawaan. Kecil kemungkinan, kita yang membawa oleh-oleh masih dijatuhkan.

Pada teman yang nyinyir, csesekali traktir atau hadiahi barang. Balas perbuatan tak menyenangkan, dengan pemberian benda yang disukai.

Sambil memberikan bingkisan, selipkan kata kata minta didoakan. Agar lekas dipertemukan jodoh, sehingga bisa berumah tangga. Kecil kemungkinan orang menolak pemberian, yang biasa nyinyir minimal akan berkurang kadarnya.

Sementara kepada orangtua, jangan terlalu berhitung, lebih-lebih lajang yang berpenghasilan. Melajang menjadi kesempatan tepat, berbakti kepada orang tua tanpa diganggu orang lain. Misalnya rutin mengirim uang bulanan, semampunya sebisanya.

Sesekali ajak ayah ibu, naik kereta eksekutif atau pesawat, memberikan pengalaman baru yang belum pernah dirasakan. Karena kita tidak pernah tahu, doa dari mulut siapa yang dikabulkan. Bahwa kesenangan yang hadirkan di hati orang, bisa menerbitkan doa.

Menjadi hight quality jomblo/ jomblo bermartabat, selain menghalau nyinyiran, membantu membangun mental lebih kuat. Melajang adalah kmembuka kesempatan, mengasah kesabaran dan leluasa berbuat kebaikan.

Smoga Bermanfaat--

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA