23 Agu 2019

Setiap Ayah adalah Pejuang


Illustrasi-dokpri


Membaca kisah perang masa Rasulullah, membawa benak pada hamparan gurun sahara dan perbukitan nan gersang. Terbawa pada suasana tengah terjadi, betapa setiap kejadian dan tanda tanda alam musti diwaspada dan diperhitungkan.
Ketika pertempuran berlangsung, telinga saya terngiang pekik semangat kepahlawanan, gemuruh prajurit terdengar mengikuti aba-aba sang komandan. Derap kuda dan kilatan pedang, berbaur dengan selaksa debu yang bendaterbangan di udara.


Saya kagum dengan mujahid, memendam semangat baja tak sedikitpun surut langkah. Tidak peduli hasutan dan komentar sana-sini, pendiriannya teguh dan tak mudah goyah. Mereka yang membela yang diyakini, adalah mereka pejuang tak kenal rasa gentar.

Lalu, bagaimana sikap Rasullulah menanggapi anak-anak ?
Dalam sebuah majelis ilmu, saya menyimak kisah ketika Rasullulah pulang dari peperangan. Ada bocah kecil datang menghampiri Baginda Nabi, kemudian meyatakan ingin ikut perang. Ah, betapa beruntung bocah ini, wajah polos dan tingkah lugunya, bisa bersua dan berbincang dengan manusia sempurna.
Rasulullah tak mengecilkan niat anak ini, mengapresiasi dengan cara meminta si anak melompat kemudian diukur tinggi lompatannya. “Kelak, kalau tanganmu bisa menggapai batang pohon itu, tandanya kamu sudah boleh ikut berperang,” begitu kira-kira dialog terjadi.

Berjuang adalah fitrah setiap manusia, bahkan keinginan itu muncul dari anak kecil, ketika melihat orang di sekitarnya berjuang (seperti kisah masa Rasul). Dan kelak, bocah yang berdialog dengan Rasul, menjadi mujahid.

------

Setiap jaman menghadirkan kisah berbeda, namun esensi yang diemban tetaplah sama. Bahwa berjuang, tidak selalu dii medan perang seperti masa Rasulullah atau masa kemerdekaan Republik tercinta.  

Peperangan teraplikasikan dalam banyak situasi dan bidang kehidupan, bisa diterjemahkan dalam banyak sektor pekerjaan.
Seorang dengan profesi apapun, sangat terbuka lebar pintu menjadi seorang pejuang. Selama dia mau menjalani pekerjaan dengan tekun dan di jalan benar, niscaya akan membawa pada esensi perjuangan.

Seorang kasir adalah pejuang, ketika tidak curang dengan memanipulasi harga dan merugikan konsumen. Seorang pedagang adalah pejuang, ketika tidak berlaku menaikkan harga dan membuat pembeli dikerjai.
Seorang polisi menjadi pejuang, ketika tidak mencari-cari kesalahan pengemudi kendaraan yang sedang melintas. Setiap guru adalah pejuang, ketika dengan tulus mengajarkan pengetahaun dimiliki.

Ya, setiap orang adalah pejuang, ketika bertahan pada dinilai-nilai kebaikan. Pun setiap orang bisa tergelincir menjadi pecundang, ketika menciderai nilai-nilai yang seharusnya diemban seorang pejuang.
Koleksi pribadi

-------- 

Sejak berkeluarga dan memiliki buah hati, ketertarikan saya terus belajar menjadi suami dan ayah yang baik begitu membuncah. Saya dituntun menemukan medan perjuangan, yang mempengaruhi banyak keputusan dalam banyak hal.

Peran saya sebagai suami dan ayah, (bagi saya) adalah tugas mulia kehidupan yang musti diemban dengan penuh amanah. Peran kepala keluarga inilah, yang membuat saya berpikir panjang sebelum melangkah dan mengambil keputusan.  
Semangat menjadi suami yang baik, bagi saya adalah lahan perjuangan itu, menuntun pada  persembahan sikap terbaik pada istri dan anak-anak.

Wahai para ayah, kalian adalah pejuang tangguh, persembahkan nafkah terbaik untuk dibawa pulang. Agar apa yang masuk dalam perut anak dan istri, adalah makanan terbaik yang membaikkan.
Karena semua ayah adalah pejuang, maka jangan mudah patah arang, karena orang tercinta akan (sitri dan anak-anak) akan menyertai dalam hembusan doa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA