3 Jul 2019

Kisah Tentang Sebuah Kesabaran

Suasana kota Jeddah-dokpri


Alhamdulillah mas, dua bulan lalu saya mulai bekerja di restoran di Jeddah” sebuah surat elektronik masuk ke email saya.

Pria muda (sebut saja Hanafi ) saya kenal via platform blog, mengisahkan perjalanan dan berharap saya menulis ulang kisahnya.
Bermula selepas lulus STM (sekarang SMK) tahun 2013, Hanafi bekerja di perkebunan di Malaysia. Sebagai pekerja outsourching, bersama beberapa teman dikontrak selama tiga tahun.


Setiap akhir bulan, sebagian besar gajinya ditabung, makan sekedarnya, jalan-jalan juga seperlunya, karena Hanafi punya rencana kembali pulang dan membuat usaha. Setelah kontrak berakhir, saatnya mewujudkan cita-cita.

Anak muda ini pulang dengan banyak uang, sebagian tabungan dijadikan uang muka pembelian mobil.  “Dari sinilah, persoalan baru muncul” ujarnya di email.

Sembari sibuk mencari pekerjaan, roda empat dititipkan ke penyewaan, dan hasilnya untuk mem-back up cicilan. 
satu hingga enam bulan berselang, senyum itu tersungging hak dan kewajiban berjalan sebagaimana mestinya.

Masuk bulan ketujuh, Hanafi merasakan kejanggalan, ketika ingin memakai mobil untuk satu keperluan, partener di penyewaan mempersulit. Puncak masalah terjadi, pada saat lebaran sudah dalam hitungan hari. 

“Mobilnya hilang mas” ujar pemilik penyewaan. Bak petir di siang bolong, mendapati harta paling berharga dimiliki, tak diketahui sangkan paran. 
Pihak rental lepas tangan, semua beban ditanggung Hanafi. Sebelum surat laporan kehilangan polisi dipegang, pembayaran angsuran tetaplah berjalan.

Tabungan menipis, setipis harap kendaraan kembali di tangan. Hanafi musti menghadapi debt collector, yang menagih cicilan mobil.

-----

Sementara mencari pekerjaan, seperti mencari jarum ditumpukkan jerami. Dada Hanafi sesak, bola mata sembab, Langkah tegap itu terayun, menuju kantor penyaluran TKI. Sebuah harapan terbit kembali, ketika peluang bekerja di Canada terbuka.

Semangat baru terbit, hari dijalani seperti kembali bersemi. Rasa pedih kehilangan mobil, lama-lama luntur dengan sendirinya.
Batu ujian dihadapi lagi, setelah sejumlah uang disetor, kantor penyalur TKI mangkir, Hanafi tehempas untuk kesekian kali.

Saya benar-benar terpuruk” tulisnya.

Menumpang di rumah orangtua dan menganggur, rasa perih dan malu berlipat. Kisah yang dituliskan, saya juga rasakan melalui surat elektronik ini.

Di ujung sisa asa dipunya, Hanafi mencoba peruntungan, datang ke kantor penyalur TKI yang pernah mengirimnya ke negeri Jiran. Kali ada ada lowongan di kota Jeddah, nama yang selama ini di luar bayangan harapan.

Kesabarannya terus diuji, setelah penantian sselama setengah tahun, kabar menyenangkan didapati dan dinyatakan berangkat menuju Jeddah. 
Sebuah Restaurant di kota Jeddah tengah menanti lelaki perkasa, sebagai tempat menjulangkan asa membahagiakan orang tua.

“Selamat berkarya Hanafi, semoga sehat dan sukses selalu” balasan email saya kirim. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA