28 Okt 2016

Menikmati Malam Jakarta dari Ketinggian 433 Kaki

di Puncak Monas -dokpri
Tanpa terasa empat belas tahun sudah, saya merantau di ibukota. Kemudian ber-KTP di daerah penyangga ibukota, pada tahun ketiga setelah sempat menjadi anak kost. Bersua dengan ibunya anak-anak, kini sudah berkeluarga dan menetap di Tangsel.
Masih ingat awal kepindahan, sering kali saya nyasar mencari alamat. Pekerjaan sebagai marketing, menuntut saya mendatangi kantor konsumen setiap hari. Baru pada tahun kedua, saya lumayan hafal peta Jakarta. Tak hanya jalan protokol, jalan alternatif dan jalan tikusnya cukup saya tahu. 

Meski bukan warga ibukota, hampir 95 persen kegiatan saya ada di Jakarta. Sehingga udara yang kerap saya hirup, adalah udara kota megapolitan. Saya seperti menyatu, dengan kemacetannya, banjirnya, polusinya, panasnya, lengkap sudah saya rasakan semua. Namun, terus terang saya tetap cinta Jakarta.
Terbukti saya bertahan sampai sekarang, belum terbersit sedikitpun rencana pindah.
Monumen Nasional
Monas atau Monumen Nasional, nama yang tidak asing sejak saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Tugu yang dibangun pada masa pemerintahan Sukarno, kerap saya lihat gambarnya di buku pelajaran. Saat melihat siaran di TVRI kala itu, Monas sering muncul di televisi atau menjadi lokasi Shooting.
Saya sendiri melihat Monas secara langsung, ketika masih kelas empat SD. Waktu itu paman (adik dari ibu), sedang melamar calon istri dan saya diajak serta. Kemudian melihat kali kedua, ketika berlibur ke Jakarta saat kelas tiga SMA.
Setelah merantau di Ibukota, kebetulan bekerja di daerah Kebon Sirih. Kantor sebuah media tempat saya bekerja, berada di lantai tujuh gedung bertingkat. Melalui jendela kaca, setiap saat saya bisa melihat Monas. Kalau sedang suntuk dikejar target, dengan roda dua saya berkeliling monas. Saat itu belum ada pagar, jadi bisa masuk kapanpun sesuka hati.
-o0o-
Wefie di depan Balai Kota -dok group Wa
Yeaayy, sabtu 22 Oktober Indonesia Corner ke puncak monas.
Group WA Indonesia Corner tak pernah sepi, terlewat lima menit saja sudah puluhan notif muncul. Pada hari yang ditentukan, kaos warna merah mendominasi balai kota. Yup, weekend ini saatnya acara Jakarta Night Journey.  Kami akan akan berwisata di Balai Kota, lanjut ke kawasan Kota Tua, dan naik ke tugu monas di malam hari.
Sesuai koordinasi di group, regristasi dimulai pada pukul 11.00 WIB di Balai Kota. Setelah semua kumpul, Mbak Donna dan Mas Salman memberi briefing di gedung Serba Guna. Perjalanan Indonesia Corner dimulai, setelah sholat duhur usai dikerjakan.
Jakarta Smart City, menjadi tujuan pertama perjalanan hari ini. Berada di lantai atas sejajar Balai Kota, saya tercengang menyaksikan yang ada di depan mata. Dalam ruangan berdinding kaca bening, kami bisa saksikan layar monitor besar. Daniel sang petugas menyambut kami, memberi penjelasan tentang Jakarta Smart City.
Jakarta Smart City adalah penerapan konsep kota cerdas, dengan pemanfaatan teknologi dan komunikasi untuk mewujudkan pelayanan masyarakat lebih baik. Konsep Smart City, disinyalir sebagai cara meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. Baik dalam memanfaatkan data, aplikasi, memberi masukan maupun kritikan secara mudah.
Ruangan Jakarta Smart City -dokpri
Saya saksikan sendiri pada monitor, jumlah aduan yang masuk dari masyarakat tentang fasilitas publik. Ada masalah sampah, ada masalah halte rusak, taman yang kurang tertata dan banyak aduan lainnya. Kemudian di layar ada tiga indikator warna, Merah untuk aduan yang masuk, Kuning sedang ditangani dan Hijau untuk masalah yang sudah diselesaikan. Angka terus berubah dan terupdate, bahkan dalam hitungan menit.

Jakarta Smart City, memiliki enam indikator 
  • Smart Governance ; Pemerintahan transparan, informatif dan responsif
  • Smart Economy ; tumbuh produktifitas dengan kewirausahaan dan semangat inovasi
  • Smart People ; Peningkatan kualitas SDM dan fasilitas hidup layak
  • Smart Mobility ; Penyediaan sistem transportasi dan infrastruktur
  • Smart Environment ; Management Sumber Daya Alam yang ramah lingkungan
  • Smart Living ; Mewujudkan kota sehat dan layak huni.
( Untuk lebih detil, bisa klik di sini smartcity.jakarta.go.id )
Sekitar duapuluh menit di control room Jakarta Smart City, akhirnya kami kembali turun ke Balai Kota.
Sepanjang saya beraktivitas di Jakarta, baru sekali kaki ini masuk ke Balai Kota. Bangunan berarsitektur khas Betawi, dengan ornamen yang indah di penglihatan. Pada Hall Balai Kota, terpajang foto Gubernur dari masa ke masa, mulai dari Suwirjo (Gubernur Jakarta 1945- 1951) sampai Gubernur IR. Jokowi. Pada sisi kiri Hall Balai Kota terdapat milestone, sejarah berdirinya Jakarta sampai masa kini.  Ruangan kerja Gubernur, ruang menerima tamu Gubernur dan ruang pertemuan bisa disaksikan langsung. Masuk ke area Balai Kota, saya seperti diajak mengenal lebih dekat dengan Kota Jakarta.
Persis di samping pintu masuk Balai Kota, terpasang pengumuman Wisata Balai Kota. Agenda wisata ini diadakan setiap sabtu dan Minggu, masyarakat bisa berkunjung mulai pukul 09.00 - 17.00 WIB. Wah agenda yang keren, Balai Kota menjadi sarana terbuka bagi masyarakat umum. Bukan lagi kantor terkesan seram dan berjarak, buat masyarakat kecil pada umumnya.
Pada ujung kunjungan ke Balai Kota, kami berpose bersama di pelataran depan Balai Kota. Beberapa spot menjadi favorit, terutama di dekat air mancur depan Balai Kota.
Naik City Bus -dokpri

di dalam City Bus -dokpri
Perjalanan selanjutnya ke Kota Tua, rombongan Indonesia Corner mengendarai City Bus. Membelah jalanan Jakarta dengan kemacetan yang jamak, menjadi pemandangan tidak asing lagi bagi saya. Untung sepanjang perjalanan, ada pemandu wisata yang menghibur.  Jadi waktu tempuh tak terasa, apalagi ada penyanyi dadakan (Mbak Raisa dan Mas Tulus *tentuKW yak hehehe)
Kawasan Kota Tua
Pak Arif selaku pemandu wisata, menjelaskan sekilas sejarah kota Tua. Kota Tua dikenal dengan Batavia Lama, wilayah dengan luas 1.3 kilometer persegi. Melintasi Jakarta Utara dan Jakarta Barat, yaitu Pinangsia, Taman Sari dan Roa Malaka. Kota Tua dijuluki "Permata Asia" dan "Ratu dari Timur". Jakarta Lama pada abad 16, dianggap sebagai pusat perdagangan untuk benua Asia.
Pada tahun 1972,  Gubernur Ali Sadikin mengeluarkan dekret resmi. Menjadikan Kota Tua sebagai situs warisan. Keputusan ini ditujukan, untuk melindungi sejarah arsitektur Kota Tua atau setidaknya bangunan yang masih tersisa. Usaha perbaikan Kota Tua terus diupayakan, khususnya dari berbagai organisasi nirlaba, institusi swasta dan pemerintah. Pada tahun 2007, beberapa jalan sempat ditutup, sekitar Lapangan Fatahillah sebagai tahap pertama perbaikan.
Kawasan Kota tua -dokpri
Kanal membentang, memisahkan jalan Hayam Wuruk dan jalan Gajah Mada. Dulunya adalah sarana lalu lintas sungai, yang memperlancar aktivitas perdagangan. Termasuk wilayah Glodok, yang diambil dari kata Gorojok atau air yang mengalir kencang. Menjadi pusat perdagangan di Jakarta, menjadi wilayah pecinan terbesar.
--btw, sampai sekarang sudara kita dari etnis Tionghwa memang dominan di Glodok.
Kami sempat turun dari City Bus, untuk menikmati sejenak kawasan Kota Tua. Setelah berfoto bersama, hanya sekitar sepeuluh menit kami kembali naik ke Bus City. Kemacetan ibukota membuat kami tak bisa berlama-lama, masih ada agenda terakhir yaitu naik ke puncak monas.
Pukul 16.30 WIB
Rombongan Indonesia Corner, sudah berada di area Lenggang Jakarta Kawasan Monas. Kami semua makan sore, setelah melewatkan waktu di Jakarta Smartcity, Balai kota dan Kawasan Kota Tua. Mendekati waktu sholat maghrib, kami sudah berada di lantai bawah Monas.
Tugu Monas memiliki tinggi 132 meter, dibangun pada pemerintahan Sukarno mulai 17 Agustus 1961.  Monas dimahkotai lidah api yang dilapisi emas, melambangkan semangat pejuangan yang menyala-nyala. Dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975, terletak di Lapangan Medan Merdeka.
Malam semakin merambat, tiba saatnya naik ke puncak monas. Dengan lift berkapasitas sepuluh orang, kami naik ke lantai tiga Monas. Saya berada di kloter ke empat, sambil menunggu saya sempatkan sholat maghrib.
Rancang bangun Tugu Monas, mengusung konsep Lingga dan Yoni. Tugu obelisk menjelang tinggi, adalah lingga yang melambangkan laki-laki elemen maskulin yang bersifat aktif, positif dan siang hari.  Sedangkan cawan landasan, melambangkan perempuan elemen feminin yang pasif, negatif dan malam hari. Perpaduan Lingga dan Yoni sebagai lambang kesuburan, kesatuan harmonis yang saling melengkapi.
Jakarta dari 433 Kaki -dokpri
Pukul 19.00
Rombongan Indonesia Corner akhirnya sampai di puncak monas, persis di ruangan bawah emas yang melambangkan jilatan api. Jakarta malam hari, dengan kerlip lampu menyebar rata seantero kota. Baru sekali ini saya mengalami, bisa menikmati pemandangan seindah ini.
Berada di puncak Monas, pada awalnya sempet deg-degan. Apalagi saat merapat ke dinding pinggir, mungkin pengaruh gravitasi bumi. Namun tak sampai lima menit, perasaan ini bisa beradaptasi. Kami mulai enjoy dan nyaman, menikmati Jakarta Malam dari ketinggian 433 kaki.
Sekitar lima belas menit di puncak monas, kami kembali turun melalui lift ke lantai dua (cawan). Pada tempat inilah, kegiatan Indonesia Corner berakhir. Kembali berjalan menuju pintu awal saat masuk, yang sekaligus berfungsi sebagai pintu keluar.
-0o0-
Tau ga sih, apa habit blogger saat acara ?
Berfoto atau berselfie/ Wefie seolah wajib hukumnya, tak heran sepanjang acara wall medsos penuh gambar sekaligus caption serunya.
Untuk mendukung selfie bloggers, ASUS Zenfone 3 sangat bisa diandalkan lho. Gawai cerdas yang dilaunching, pada ajang Zenvolution 2016 di Bali memiliki keunggulan tak disangsikan.  
Lima seri terdapat dalam produk Zenfone 3, yaitu Zenfone 3 (standart), Zenfone 3 Ultra, Zenfone 3 Laser, Zenfone 3 Deluxe, dan Zenfone 3 Max.
sumber gambar ; arenasmartphone.com

Nah, lima seri ini bisa dipilih sesuai segmen konsumen Indonesia. Harganya sangat menyesuaikan kantong, tinggal kita sendiri mengukur kemampuan deh.
Lima varian Zenfone 3 memiliki desain fisik sedikit berbeda,terletak pada segi spesifikasi, fitur dan desain.  Zenfone 3 Deluxe, adalah versi teratas dilengkapi chipset Snapdaragin 821, RAM 6 GB dan media penyimpanan 256 GB. Sementara Zenfone 3 Max, dibandrol harga paling terjangkau dari empat versi lainnya. Memiliki baterei  tahan lama, dengan kapasitas 4.130 mAh yang dikalim mampu bertahan hingga 30 hari standby di jaringan 3 G (waaw keren).
Selain untuk menangkap setiap moment, blogger membutuhkan smartphone untuk live twit atau membuat resume acara.
Rasanya lima varian Zenfone 3, sangat mengakomodasi kebutuhan bloggers. Zenfone 3 Deluxe yang Determined, Desirable, Distinguised.  Zenfone 3 Ultra, yang Unleashed, Unlimited, Unrivaled.
kalaupun saking padatnya aktivitas perlu charge batere, ada Zenpower Ultra adalah Power Bank keluaran Asus.
Etapi biar ga penasaran, informasi lebih lengkap tentang Zenfone 3 silakan klik di www.asus.com.
Perjalanan pulang ke Tangsel, berselimut tubuh yang sudah lelah. Sepanjang badan di Commuter Line, ternyata hati dan pikiran masih tertinggal di puncak Monas. Perjalanan yang sungguh berkesan, masih terngiang canda dan gurauan sepanjang acara. -salam-

Tulisan ini diikutsertakan dalam Jakarta Night Journey Blog Competition 
oleh Indonesia Corners

16 komentar:

  1. 433 kaki itu sama dengan 132 meter, kan? (Matematika ku payah nih :D)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget mbak Dina, trimakasih sudah berkunjung

      Hapus
  2. Kurang lama di Kota Tua ya. Kayaknya itu mah kawasan yang harus seharian sendiri nguliknya. Ada museum segala. Saya pengen balik lagi ke Kota Tua euy...

    BalasHapus
  3. Mas, pengambilan video Raisa dan manager2nya ga ada? hahahag.. btw mas, spasinya kayaknya kurang lebar, nih mata kayak berjejalan kata2..hehe #saran

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah makasih sarannya Jeng :)
      Iya raisa jadwalnya padat merayap

      Hapus
  4. Hahaha, itu juga yang bikin aku penasaran (vidéo Raisa :D)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pideo Raisa lgs streaming mbak hehehhee

      Hapus
  5. Hihi, swafoto dan swavideo itu memang wajib hukumnya ya. Saya banyak belajar itu selama perjalanan kemarin. Senang rasanya bisa gabung teman-teman dalam menjelajah Jakarta. Meskipun ini bukan kunjungan pertama ke Monas (meskipun baru pertama kali naik Monas) dan Kota, selalu ada hal baru yang dapat dijelajahi, hehe. Tulisan yang keren Mas, komplet.

    BalasHapus
  6. Tinggi banget ternyata Monas ya, aku deg2an kemarin pas naik itu. hehe

    BalasHapus
  7. Imbasnya tinggiii ya mas hihi...sayang ngga bisa ikutan..motret keindahan Jakarta dari atas Monas paling cucok dengan Zenfone 3..

    BalasHapus
  8. Aduh typo kok imbas, auto text hihi..Monas

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA