30 Apr 2022

Membincang Pencegahan Disabilitas Pada Kusta di Ruang Publik KBR

 

Penyakit kusta, sebenarnya bukan penyakit baru. Saya sendiri, mengetahui kusta sejak berseragam merah putih. Dulu tahun 80-an ada sinetron TVRI, mengangkay kisah tentang orang dengan penyakit kusta (odpk). Diceriitakan di film terebut, odpk dijauhi warga dan mendapat stigma buruk.

Hal ini rasanya relate, dengan perbincangan di Ruang Publik KBR, bahwa sampai sekarang pasien kusta mengalami kesulitan. Satu diantaranya, adalah mendapat akses pelayanan yang layak dan minimnya informasi tata cara perawatan dan penanganan Kusta.

Tidak semua unit layanan kesehatan, memahami informasi tentang kusta dibarengi dengan tingginya stigma kusta di kalangan tenaga kesehatan (nakes) sendiri. Odpk tidak mendapat layanan optimal, sehingga beresiko menularkan bakteri dan memperparah kondisi.

Dokter Ribi Mahmoed MPH, technical advisor PLC NLR Indonesia, menyampaikan, seharusnya odpk bisa survive. Tetapi dampak sosial yang berat, membuat kondisi odpk malu dengan diri sendiri. Kemudian dari pihak keluarga kurang support, masyarakat mengucilkan pun tenaga kesehatan minim informasi. Parahnya, kusta dikaitkan dengan penyakit kutukan.

Kusta di Indonesia, secara global mengalami penurunan.  Kita bisa perbandingkan data tahun 2019 dan 2020. Angka kasus nasional dari 19.900 mmenjadi 13.180, penemuan kasus baru dari 17.400 menjadi 11.173. Angka cacat dari 4,18 per 1 juta penduduk menjadi  2,13 per satu juta penduduk.

Provinsi Jawa Timur, memiliki kasus kusta tertinggi yaitu 2.139, menyusul Jabar 1.845, Papua 1.200, Jawa Tengah 1.100 dan Papua Barat 902 Kasus.

Ibu Shierly Natar, SKep dari Dinas Kesehatan Kota Makasar, tantangan di lapangan menangani kusta adalah pasien sudah menstigma diri sendiri (mereka malu). Tugas nakes adalah pendampingan kepada odpk dan keluarga, melakukan edukasi dan motivasi.

Bahwa penyakit kusta harus diobati, kemungkinan terjadi akibat kontak dengan penderta lama dan baru terasa dampaknya sekarang. Pendampingan dengan tekun dan sabar, membuat orang dengan kusta bersedia diobati.

Pencegahan kusta oleh Dinkes Makasar, yaitu dengan penyuluhan, pemeriksaan fungsi syaraf, dianjurkan melakukan perawatan mandiri. Odpk atau keluarga bisa melakukan perendaman, bagian yang kebas digosok batu apung (agar penebalan berkurang), digosok minyak kelapa kemudian istirahat cukup.  Rutintas penanganan dilakukan setiap hari, sehingga ketika sehat dari kusta tidak menjadi cacat.

Dokter Ribi menambahkan, perawatan diri mencegah disabilitas terhadap kusta bisa menerapkan 3M. Yaitu Memeriksakan diri, Merawat bila ada kelainan, Melindungi dengan menangani pasien.

Misalnya, odpk tidak merasakan panas ketika angkat panci panas. Maka perlu disetting otak, agar tidak mengangkat panci pnas untuk menghindari resiko terkula. Prinsip perawatan diri adalah bisa mandiri tidak tergantung petugas, bisa menggunakan bahan yang ada di rumah (batu apung, minyak kelapa, kain bersih dsb) tiak harus membeli dengan harga mahal.


Membincang Pencegahan Disabilitas Pada Kusta di Ruang Publik KBR

Indonesia terus berusaha mengelimnasi kusta, sosialisasi terus digalakan. NLR berusaha menjadikan kusta tidak menjadi stigma di masyarakat. Gejala dini kusta perlu dikenali, munculnya bercak putih atau kemerahan tetapi idak gatal dan tidak sakit. Kemudian kelemahan jari tangan dan kelopak mata tidak tertutup rapat. Kalau sudah demikian, sebaiknya segara ke puskesmas.

Kebanyakan pasien denga gejala dini, tidak segera ke puskesmas karena tidak merasa sakit. Sehingga berlanjut dengan reaksi kusta demam ringan – sedang, sendi sendi sakit, syaraf belakang lutut sakit. Penularan dari orang belum diobati ke orang sehat dengan resiko rendah imunitasnya.

Dari sisi tenaga medis, jjuga terus menedukasi bahwa kusta tidak bahaya. Mengingat pemahaman semua nakes tidak sama, hal ini menjadi tantangan Dinkes. Bagaimana merubah mindset nakes. bahwa kusta tidak menular langsung dan penanganannya lama.

Kita masyarakat, bisa mengambil bagian turut andil. Yaitu tidak meninggalkan odpk, menyikapi kehadiran mereka secara wajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA