22 Nov 2018

Mengapa Telat Ketemu Jodoh?

Illustrasi- dokpri

Kalau ada teman cewek, kenalin ya.” satu pesan masuk ke HP
Sepuluh tahun silam,  ada teman --  semasa masih kuliah--, sudah masuk umur tigapuluhan. Beberapa kali mengirim pesan, minta tolong dicarikan kenalan yang bisa diajak serius (untuk menikah pastinya).


Rupanya orang tuanya terus mendesak, agar anak ragilnya segera mencari istri, mengingat umur yang terus bertambah. Memang benar kata pepatah, bahwa “Jodoh ada di tangan Tuhan.” Tapi ada andil dari diri manusia di dalamnya, yaitu berusaha bagaimana agar jodoh itu bisa didekatkan. 
Ibarat kita disediakan rejeki berupa makanan, ada andil kita untuk mengambil piring, kemudian menyendok nasi, lauk pauk, sayur mayur, untuk kemudian menyantapnya.

*Balik ke urusan teman,
Jujur, untuk urusan mencomblangi, saya tidak terlalu punya kapasitas. Selain tidak punya pengalaman, saya orangnya lumayan sungkan kalau disuruh bertanya masalah sensitif. Tetapi demi pertemanan, saya mengiyakan untuk sebatas mencarikan kenalan saja.

Sebenarnya, si teman kuliah ini otaknya termasuk cukup encer ( selanjutnya saya sebut teman pintar). Hal ini dapat dilihat, dari nilai skripsi dan IPK yang cukup bagus.
Menilik penampilan fisik, --menurut saya-- juga tidak terlalu mengecewakan. Badannya realtif proporsional, cukup tinggi, tidak gemuk dan tidak terlalu kurus. Kulitnya sawo matang bersih, kalau tampil cukup enak dilihat. Kalau dikasih nilai antara 10 - 100, -- menurut saya--  ada di kisaran 75 s/d 80 --  versi saya ya.

Melihat latar belakang keluarga, berasal dari keluarga menengah dan tinggal di lingkungan perumahan baik dan rapi. Ayahnya pensiunan Pegawai BUMN, ibunya seorang ibu rumah tangga.
Trus kenapa, (saat itu) belum ada cewek yang berminat. Atau mungkin – bisa jadi-- temen pintar ini ditolak, pada saat mengutarakan isi hatinya.
 
Illustrasi - dokumentasi pribadi
*Saya coba menganalisa saja ya
Beberapa kali saya pernah mendapati, teman pintar ini meremehkan teman lain. Entah disadari atau tidak, perkataannya kadang menyinggung perasaan – saya pribadi juga sempat dibuat tersinggung.

Pernah teman satu kelas, sedang mengikuti test fisik masuk ke sebuah instansi.  Alih-alih mendapatkan dukungan, malah dijatuhkan mental, dengan komentar badan yang tidak tegap dan simetris karena tulangnya melengkung.
Teman pintar menceritakan ulang, berbicara sambil tertawa. Saya menangkap kesan yang jelas, ada sikap merendahkan.

Ada satu kejadian lain, saya dijadikan tempat curhat oleh teman yang tersinggung ucapan teman pintar. Ketika mencoba peruntungan, melamar sebagai agen sebuah asuransi.
Komentar sinis dari teman pintar didapati, menyatakan bahwa dirinya – teman yang curhat-- tidak berbakat meyakinkan orang. Bicaranya dinilai kurang percaya diri, kerap gagap dan kurang bisa memilih kata.

Dari dua kisah ini saya menerka, alasan teman pintar belum mendapatkan gadis impian. Mungkin saja, waktu berkumpul dengan teman, kalimat kurang enak didengar, atau sikap meremehkan – sadar atau tidak-- diperlihatkan. Sehingga ketika ada orang semula respek, mendapati sikap tersebut, langsung mundur teratur.

Untuk menjaga pertemanan, saya bersikap sewajarnya saja. Tidak berniat memberi masukan, kawatir teman pintar tersinggung. Alasan lain, karena tidak pernah ngobrol secara khusus, apalagi kami memang tidak terlalu akrab.

Setelah lulus kuliah, dua tahun berikutnya saya pindah Jakarta. Sepuluh tahun lebih tidak bersua, hanya beberapa kali teman pintar berkirim pesan.

****

Jelang anak mbarep saya berumur tiga tahun, terbetik kabar teman pintar menemukan tambatan hati. Saya yang dijapri ikut bergembira, akhirnya teman pintar melepas masa lajang.
Karena posisi berbeda kota, ada urusan lain yang tidak memungkinkan datang. Saya mengucapkan selamat, mengirim doa dan pengharapan yang terbaik.
Illustrasi - dokumentasi pribadi

Pada saat ada keperluan mudik, sempat dua kali bersua dengan teman pintar. Ketika berbincang sapa, saya menemui sosok lain jauh dari yang saya kenal dahulu.
Teman pintar ini, tampak bisa mengelola apa yang hendak diucapkan. Tidak lagi sembarang berkata-kata, bahkan kini terkesan lebih berhati-hati.

Saya percaya pepatah “Jodoh ada di tangan Tuhan,” tapi tentu harus dibarengi dengan upaya menjemput jodoh tersebut.
Caranya adalah mencari tahu (baca mengoreksi diri), mengapa pasangan jiwa yang diimpikan belum datang juga.


Sudah pasti, siapapun orangnya menginginkan jodoh yang terbaik. Sementara sambil berusaha mencari yang terbaik, jangan lupa harus membaikkan diri sendiri tentunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA