23 Mei 2016

Menjalin Nilai Kebersamaan dari Meja Makan #mejamakanpunyacerita

Acara Blogger Gathering Bersama Tupperware dan Viva 20/5'16- dokumentasi pribadi
"Bun maaf, tadi ayah sudah makan malam diluar" ujar saya sepulang dari ngantor
Kebetulan ada acara dadakan, usai jam kantor Boss mentraktir seluruh staff di sebuah Restaurant berkonsep "All U Can Eat". Karena bayar sama untuk makan sepuasnya, kami yang karyawan kalap ingin mencoba semua menu.
"Oo gitu" jawab istri lirih
Makanan dalam wadah Tupperware yang sudah disiapkan, dengan pelan dan berat hati diberesi. Saya menangkap nada getir dari intonasi suara, namun tak diungkapkan secara panjang. Guratan di wajah istri jelas tergambar kecewa, namun berusaha disamarkan. Saya memang sedang capek fisik dan pikiran, memilih segera membersihkan diri dan tidur. Karena kalau memperpanjang obrolan, bisa-bisa justru emosi yang keluar.
Kawan's, coba bayangkan!
Masalah yang terkesan remeh dan kecil, kalau terjadi berkelanjutan tentu ibarat bola salju. Bukankah sesuatu yang besar, merupakan akumulasi dari masalah kecil yang diulang-ulang.
Entahlah, sejak saat itu saya seperti berjanji di dalam diri. Kalau ada acara makan malam di mana saja, segera mengabarkan kepada istri. Hal ini sebagai upaya, agar masak secukupnya atau bisa beli untuk dirinya dan anak-anak. Pun kalau membawa pulang makanan, saya tetap mengirim kabar agar tidak repot memasak.
Kampung Halaman - Sekitar tahun 1989
Rutinitas ini terjadi nyaris sama setiap usai maghrib, tapi saya tak pernah bosan menjalani. Ibu yang hanya lulusan sekolah dasar, menurut pandangan saya sangat taat pada suami. Makan bersama menjadi kebiasaan keluarga kami, utamanya saat makan malam.
"Mbahmu yang yang ngajari ini" ujar ibu sambil menyiapkan meja makan
Tangan perempuan ini terlihat cekatan, meletakkan menu makan ke piring dan mangkok saji. Saya hanya mengintili, memperhatikan dengan seksama yang dikerjakan ibu. Komposisi dalam mengatur posisi menu juga tak beda setiap hari, konon katanya diajarkan sang mertua. 
Meja kokoh dari kayu jati ukuran  2 m x 1,5 m, dilapisi taplak plastik warna dasar merah bermotif bunga. Dua bakul nasi dengan uap masih mengepul, diletakkan persis ditengah meja makan. Bersanding dua rantang berisi sayur, berada persis di sebelah kanan nasi. Tempe goreng dan perkedel disatukan dalam piring ceper, berhimpitan dengan sambal dan kaleng krupuk.
Piring ditumpuk rapi agak menepi, diatasnya ditaruh sendok tanpa garpu (karena memang tidak punya garpu).  Kemudian gelas ukuran sedang berjajar rapi, sudah diisi air putih di dalamnya.
Kami empat kakak beradik siap bersantap malam, ayah duduk di kursi paling ujung dan ibu duduk di kursi seberangnya. Saya dengan kakak nomor lima di sisi kiri, dua kakak lainnya di sisi meja sebelah kanan.  Dua kakak sulung dan nomor dua kuliah di kota besar, karena kost tak bisa bergabung setiap sore.
Ayah seorang guru SD dan ibu membuka warung di pasar, selalu punya banyak waktu untuk berkumpul. Meski dengan menu ala kadarnya, tapi kebersamaan itu terasa tak ternilai harganya. Prosesi sederhana yang terjadi puluhan tahun silam, kini saya rasakan begitu membekas di nubari.  Meski ayah dan ibu tak paham ilmu parenting, mereka justru telah menerapkan nilai pengasuhan dalam sikap keseharian.
Saya bungsu dari enam bersaudara, merasa dekat dengan keluarga bersahaja kami. Melihat kerukunan ayah dan ibu, meski dengan keadaan ekonomi yang pas-pasan. Betapa ukuran bahagia menurut pandangan saya, tak berbanding lurus dengan mewahnya menu makanan. Tapi lahir dari hati yang bersyukur, menikmati rejeki yang menjadi bagian kita.
Peran Ibu dalam Keluarga
Ibu saya adalah perempuan tangguh dan luar biasa, meski dari segi pendidikan relatif rendah. Beliau mempersembahkan bahkan sepenuh diri, untuk suami dan anak-anaknya. Beliau selalu pasang badan, ketika kami anak-anaknya sedang berduka.
Termasuk demi menghemat uang belanja, beliau masak sebelum adzan subuh untuk sarapan dan sepulang dari pasar untuk makan siang (biasanya sayur sekaligus untuk makan sore). Memang olahan ibu hanya menu sederhana, tetapi justru membuat rasa kangen ini kembali bertumbuh.
Ibu saya (paling kiri) bersama anak-anak dan Istri sedang makan di resto- foto tahun 2011 (dokumentasi pribadi)
Ah meja makan tua di rumah, selalu menggenang indah kenangan. Komposisi dalam menaruh peralatan makanan, terpertahankan sampai saya hendak merantau seperempat abad lalu.
Pun ketika Istri memilih sebagai ibu rumah tangga, saya mendukung  penuh keputusannya. Sebagai seorang lulusan sarjana, istri  cukup terbuka dengan pengetahuan parenting.
Kalimat "Al-ummu Madrosatul Uula" atau ibu adalah madarasah/ pendidik pertama, coba diterapkan istri dalam keluarga kecil kami. Istri totally mengurusi anak-anak dari bayi, tanpa pengasuh atau istilah kekiniannya baby sister. Ketika anak sedang tidur, masih mengerjakan pekerjaan rumah lainnya termasuk masak.
Setelah anak beranjak besar dan bersekolah, bergaul dengan wali murid lain. Mengisi waktu berjualan, untuk membantu keuangan keluarga. Sambil menjemput anak di sekolah, istri menawarkan dagangan kerudung dan makanan.
Pun makan bersama menjadi saat istimewa, kadang di meja makan kadang sembari melantai. Bungsu kami yang masih lima tahun, dengan manjanya minta disuapi ayah atau bundanya. Sementara sulung berusia sepuluh tahun lebih, tak segan bercerita apa saja yang terjadi tentang teman atau kejadian di sekolah.
Dua perempuan yang kepadanya saya menaruh hormat dan sayang, pertama ibu dan kedua adalah istri. Sebagai manusia pasti mereka berdua jauh dari sempurna, tapi perjuangannya tidak lagi saya sangsikan. Mereka berdua telah menanamkan sebuah nilai bahagia, dengan cara dan gaya masing-masing.
0-00-0
Meja makan bercat putih ditata rapi, berpasangan dengan 4 kursi dengan cat yang senada. Antar kursi yang berhadapan, dihubungkan taplak garis-garis warna kuning putih panjang seperti selendang di atas meja. Sajian siap santap dengan aneka wadah saji tupperware warna hijau muda, seolah tak sabar dinikmati Bloggers. Sendok dan garpu dua pasang ukuran besar dan kecil, menambah penampilan meja makan semakin sempurna.
Jumat sore 20 Mei'16, saya berada di acara "Blogger Gathering bersama Tupperware". Kemeriahan langsung terasa, saat kaki ini melangkah di lantai 12 Squard Quarter Buliding 
Edwin Jonathans, Selaku Product manager Tupperware Indonesia mengungkapkan dalam sambutan di acara Blogger Gathering "Tupperware ingin membuat wanita Indonesia lebih baik lagi, menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga. Oleh karena itu inovasi produk adalah hal penting bagi tupperware, karena harus mengikuti perkembangan jaman sesuai kebutuhan. Salah satu kategori produk sangat penting Tupperware adalah serving, untuk merespon fenomena hoby memasak sedang ngetrend di kalangan banyak orang. Serving membuat suasana makan, menjadi sesuatu yang lebih menyenangkan.
Oleh karena itu fenomena yang terjadi harus kembali dibudayakan, sekaligus mengingatkan pada keluarga indonesia. Untuk menumbuhkan tradisi kebersamaaan, bersantap bersama keluarga di meja makan. Saat  keluarga berada dalam satu meja makan, memungkinkan terdeliveri nilai sebuah keluarga kepada anak-anaknya. Tupperware meluncurkan sebuah kampanye "Meja Makan Punya Cerita", mengingatkan pentingnya meluangkan waktu di meja makan untuk makan bersama".
Edwin JonathansProduct Manager Tupperware Indonesia (dokpri)
Pada acara yang sama juga hadir di panggung Rina Sudiana, beliau adalah Product Manager marketing Dept. Tupperware Indonesia
Pada sesi presentasi Rina mengemukakan, saat ini keluarga Indonesia mulai jarang makan bersama. Saat team Tupperware minta testimoni perihal terakhir makan bersama keluarga, ada yang menjawab dua bulan lalu, setahun yang lalu waktu lebaran, bahkan ada yang lupa kapan makan bersama. 
(sebentar sebelum lanjut, kawan's harus saksikan video ini. haru-sedih-hiks)

Melalui kampanye dengan tema "Meja makan Punya Cerita", Tupperware meluncurkan produk baru. Agar kegiatan makan bersama, keluarga tak perlu booking di resto tapi bisa di rumah. Wadah yang bisa ditempatkan di meja makan, cantik, modern warnanya tegas, ukurannya mungil dan cocok untuk wadah sajian yang di beri nama "Petite Blossom"
Apa saja varian Petite Blossom ?
  • Petite Blossom Soup Server ; berkapasitas ideal untuk menyajikan hidangan berkuah porsi harian.
  • Petite Blossom Saucy Dish ; Aneka hidangan tumisan atau berkuah sedikit, tetap menarik disajikan.
  • Deep Serving Spoon ; cocok untuk makanan berkuah banyak atau sedikit
  • Petite Blossom serving Platter ; untuk makanan pendamping seperti kudapan dsb.
  • Serving Spoon ; cocok untuk mengambil kudapan dsb.
Saya dan teman semeja baru menyadari, ternyata wadah saji tupperware di setiap meja adalah paket Petite Blossom yang baru diluncurkan.
Petite blossom punya double fungsi, bisa untuk wadah saji juga untuk menghangatkan makanan. Saya jadi ingat kebiasaan istri dirumah, sering memasukkan sayur  atau lauk dalam wadah ke rice cooker yang kabelnya masih dihubungkan ke stop contact.
Hasilnya memang sangat memuaskan, makanan dingin berubah hangat. Kami bisa kembali menikmati makanan tersebut, tak perlu memasak yang baru. Selain hemat tenaga karena tak perlu masak lagi, tentu hemat biaya karena tak usah belanja (hehehe)
Trubo Chopper (dokpri)
Selain Persembahan Petite Blossom, Tupperware menghadirkan Turbo Chopper. Alat ini dilengkapi dengan pisau yang bisa diputar di dalamnya, dengan cara menarik manual  tali penghubungnya agar bisa memutar. Fungsi alat ini memudahkan ibu-ibu, terutama untuk membuat sambal dan lain sebagainya. Pisau di dalam Turbo Chopper, akan bertugas menghaluskan bahan yang ada di dalamnya.
00-00
Meja Makan Punya Cerita ala keluarga kami (dokpri)
Weekend  kali ini terasa begitu spesial, kami menyiapkan makanan bersama. Istri sudah memasak makanan, apapun menunya bagi kami sangat istimewa. Kebetulan kami punya wadah saji Tupperware, berbentuk bulat bisa untuk beberapa jenis makanan sekaligus. Bahkan untuk tempat buah dan nasi, kami juga mengandalkan produk Tupperware.
Semur tahu tempe, ayam ungkep, kentang balado, sayur acar dan bihun disajikan dalam satu wadah. Tak lupa buah-buahan disandingkan, menjadi penutup makan siang hari minggu.

Anak-anak berkisah apa saja tanpa sungkan, moment ini cukup efektif untuk berbagai cerita. Si kecil yang maunya disuapi bundanya, tak jarang minta dilayani saya ayahnya. Episode sederhana ini smoga membekas di benak anak-anak hingga kelak, seperti saya yang terbayang episode serupa puluhan tahun silam bersama orang tua.
Meja makan kami seolah selalu siap sedia, untuk menjadi tumpahan kisah setiap anggota keluarga kecil ini.  Bagaimana meja makan anda? (salam)

22 komentar:

  1. iya pak..mending makan bersama keluarga dirumah lebih hemat dan kebersamaanya terasa, anak2nya cakep2 pak...

    BalasHapus
  2. Dirumah ku banyak banget produk ini mas, emang juara sih kualitasnya :D

    BalasHapus
  3. Kalau saya suka menikmati makan bersama keluarga di pinggir sawah. Sejuk, segar, dan murah meriah. Kok bisa murah meriah? Iya, karena rumah saya memang di pinggir sawah. :) Jadi, masak sendiri, lalu makan di pinggir sawah. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. saya jadi bayangin damainya mas :)
      salam untuk keluarga

      Hapus
  4. masalahnya jaman sekarang itu, macet dan lembur itu bikin kita nggak bisa makan bersama di meja makan jika malam hari lagi ya... kalo nunggu ayahnya, bisa2 si kecil kelaperan dan ngantuk duluan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya ya mbak :)
      minimal weekend mbal hehe
      salam sehat dan semangat

      Hapus
  5. Berangkat dari meja makan kebersamaan itu terjalin pastinya :D
    Acara yang menginspirasi dan asyik nih Mas Agung :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat mbak Ani :)
      salam sehat dan semangat

      Hapus
  6. Ibu mas Agung Han luar biasa. Anak-anak yang dibiasakan melihat kerukunan di meja makan pasti menjadi anak bahagia. Apalagi dengan penataan yang baik sehingga anak terdidik rapi. Lebih luar biasa sekali. Saya salut dan terharu membacanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. trimakasih mbak Susindra sudah berkunjung
      salam sehat dan semangat amin

      Hapus
  7. istrinya mas agung cantik, salam ya buat si mbak, ah aku suka kumpul keluarga di meja makan, walaupun sednag tidak makan, kami biasanya ngobrol aja

    BalasHapus
  8. Ingin rasanya saya tenggelam bersama dalam suasana seperti itu. Terutama sajian makanannya yang all you can eat, :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe "all You Can Eat" bikin makan sepuasnya

      Hapus
  9. Tradisi makan dalam satu meja makan udah jarang banget ya, kecuali lebaran hehe. Kalau saya sendiri, makan bareng dengan keluarga sukanya lesehan, berasa nikmat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih Mbak Lis sudah berkunjung
      salam sehat dan semangat

      Hapus
  10. Duhhh mupeng sama tempat-tempat tupperwarenya ^_^

    BalasHapus
    Balasan
    1. terimakasih mbak sudah berkunjung
      salam sehat dan semangat

      Hapus
  11. memang bikin sedih dan kecewa kalau sudah nyiapin makan buat suami terus gak di makan dengan alasan udah makan di luar hehehe

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA