7 Mei 2016

Cerita dari Towe Hitam Papua [Catatan Team NS]


Sonitehe Lase sedang memeriksa  warga Towe , Pak Antonius tulang punggungnya bengkak dan tidak bisa jalan. Awalnya jatuh dari pohon bertahun-tahun tidak mendapat pengobatan serius, karena kendala biaya dan transportasi. -miris ya- (dok.foto-WA Sonitehe)
Ahirnya, langkah ini, sampai juga di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom. Kami berenam, anak muda tenaga kesehatan, siap untuk penempatan di daerah Towe Hitam Papua.
Saya, Sonitehe Lase asal Pulau Nias, sebagai tenaga Perawat, tergabung dalam team Nusantara Sehat (NS) Kemenkes.
Keputusan bergabung dengan Nusantara Sehat, didasari keinginan, bisa berbuat sesuatu bagi sesama. Sedikit kebisaan di bidang kesehatan, menjadi bekal, untuk berbagi dan memberi.


-0-
Langit Papua, tersapu semburat cahaya, gumpalan awan berarak tersebar di mana-mana, seperti taburan kapas memenuhi angkasa. 
Rumput dan pepohonan, warna-warni kelopak bunga, tumbuh bermekaran dengan suburnya. Pemandangan alam luar biasa, indah, memanjakan penglihatan. Sepanjang perjalanan, menuju Dinas Kesehatan Kabupaten, tak henti-henti rasa takjub menyeruak.
Jarak antar kota, tidak begitu jauh. Sepanjang jalan, hanya sesekali berpapasan dengan kendaraan lain dari arah berlawanan.
Kualitas udara, saya berani jamin masih bersih dan segar. Kesan tertangkap, belum ada pabrik atau kawasan industri berdiri di sekitarnya.
"Aku pasti kerasan" gumam hati ini.
Dari Kantor Dinkes Kabupaten, kami mendapat gambaran, bagaimana kondisi daerah yang akan kami datangi.
Adalah daerah Towe Hitam Papua, hanya bisa dicapai dengan Helikopter atau pesawat capung kapasitas 6-8 orang.
Akses melalui transportasi darat, rasanya tidak memungkinkan dari sisi infrastruktur. Jalur udara, menjadi pilihan satu-satunya, menjangkau lokasi dengan cepat.
Desember 2015
Pesawat Capung, membawa kami, perlahan mendarat di sebuah tanah lapang. Tampak dari jendela pesawat, bangunan berdinding papan, dengan plang bertulis Puskesmas di depannya.
Ya. Puskesmas, tempat kami bertugas selama di Towe Hitam. Menilik peta lokasi Puskesmas, berada di dataran tinggi -artinya benar-benar di tengah hutan-.
Roda pesawat, akhirnya benar-benar menyentuh daratan. Putaran baling-baling diatasnya, suaranya masih terdengar dari tempat saya duduk. Perlahan-lahan, suara bising mulai mereda. Selang beberapa saat, pintu pesawat terbuka.
"Mari, kita keluar"ajak petugas
Kaki ini, menjejak tanah Towe Hitam. Ada rasa kaget menyergap, ketika mengetahui, ternyata pesawat mendarat di tanah berumput sedikit becek.
Tanah sedikit empuk, mungkin semalaman hujan baru reda. Aroma tanah basah, menyelinap dan memenuhi rongga dada. Persis, seperti aroma yang sama, di desa kecil tempat kelahiran saya, di kota kecil di sudut Pulau Nias.
Bangunan Puskesmas semakin dekat. Meyakinkan diri, inilah tempat yang saya tuju. Tempat, yang selama dua tahun ke depan -masa tugas Nusantara Sehat- , akan kerap saya sambangi.

Tak jauh dari Puskemas, terdapat bangunan rumah. Menurut petugas kabupaten, itu adalah rumah dinas, yang akan kami tempati.
Warga  berhamburan, tak lama setelah kami beridiri di depan pintu Pesawat. Orang tua dan anak-anak, bercelana kolor tanpa baju dan alas kaki. Beberapa diantara mereka, perutnya tampak membuncit.
Kami team NS, saling bertemu pandang. Bola mata ini seolah berbicara, bahwa masyarakat di sini sebagian besar kurang  gizi.
Tas-tas yang kami bawa, diperebutkan untuk diangkat. Bahkan, tas yang tergantung di pundak saya diambil.
Kami dibuat terkaget-kaget, menerka-nerka apa yang sedang terjadi. Beruntung seorang pegawai Puskesmas, memberi isyarat, bahwa semua akan baik-baik saja.
Sambil membawa tas, warga berlari mendahului kami, untuk sampai di teras rumah dinas. Kami menganggap, sikap warga sebagai bentuk penghormatan, pada tamu yang baru datang. Berenam menuju teras rumah dinas, dengan wajah bingung, yang belum bisa disembunyikan.
Masalah belum selesai, ketika sampai di teras, warga tak beringsut sedikitpun. Tas kami yang dibawanya, tak segera diletakkan. Pun, ketika saya mencoba, mengambil tas cangklong kepunyaan saya. 
Tangan pembawa bertambah erat, tubuhnya bergerak menyamping, menghindari ayunan tangan saya. dari gesture tubuhnya, mereka tidak rela tas itu berpindah tangan.
"Kakak, beri mereka mie instan atau makanan lain" bisik pegawai puskesmas - yang akhirnya kami kenal namanya adalah mas Jhony-.
Saya menuruti perkataan pegawai Puskemas, mengambil mie instan di tas lain. Saya menampilkan wajah bersahabat, sembari mengacungkan mie dalam kemasan.  Tangan itu bergerak, mengambil mie instan, dengan garis garis keraguan.
Tas cangklong saya, diletakkan di lantai. Selanjutnya, mereka menjauh dan seretak pergi.

Mas Jhony, pribadi yang ramah. Dua tangannya terbuka lebar, menerima kedatangan kami berenam. Dari lelaki baik hati ini pula, kami ketahui mengapa sikap warga seperti tadi.
Di daerah Towe Hitam ini, tidak ada pasar berdiri. Kalau belanja, haris ke kota Kabupaten. Untuk petugas Puskesmas, punya jadwal belanja bahan makanan (BAMA).
Sekali belanja langsung banyak, ditimbun untuk keperluan beberapa bulan ke depan. Pesawat/ Helikopter tidak datang setiap hari, kalaupun sesekali datang, biaya carter sangat mahal, perlu menyiapkan 17 sampai 22 juta sekali penerbangan.
Setelah beberapa bulan di Towe Hitam, team  NS memasang strategi. Untuk memenuhi kebutuhan bama, kami patungan 2 juta per orang. Kebetulan, Kemenkes menyediakan pesawat. Sekali belanja langsung banyak, --saat itu-- untuk back up kebutuhan selama 6 bulan sampai 1 tahun.
-0-
Puskesmas Towe Hitam, lokasinya berada di tengah hutan. Tak ada alat transportasi, tanpa signal jaringan handphone, tanpa aliran listrik, rasanya sempurna sudah ketiadaan.
Untuk penerangan, warga mengandalkan listrik dengan tenaga surya. sedang untuk mandi,  menggunakan air hujan, untuk minum, memanfaatkan air sumur.
Ki-ka ;  Supranly Simatupang (NS), Septyan Ridawati (NS), Rahmayana (NS), Jhoni Iskandar (Perawat PPT daerah), Sri Novianti Bapang (NS), Pak Palobang (Kapus Towe), Sarvin Karang (Bidan PTT) Sonitehe Lase (NS)  Maria Gema Kurnia (NS), Nanang M Toha (Bendahara Puskesmas) - Foto bersama (dok foto- WA sonitehe)
Pernah, satu diantara kami tak betah ingin pulang. Hal ini terjadi, selang beberapa hari setelah  tinggal. Rasa solidaritas yang tinggi, membuat kami membahu. Menguatkan niat, bahwa kami harus bertahan, mengingat-ingat tentang misi team NS.
Melihat kesabaran yang setipis kulit ari, malu rasanya, dengan Mas Jhony, pegawai puskesmas yang bertahun-tahun di Towe Hitam. Rasa hormat dan salut menyeruak, pada pegawai puskesmas yang luar biasa ini.
Kedatangan kami, membuat teman- teman di puskesmas senang. Selain suasana lebih ramai, ada teman untuk saling membantu.
Sejak saat itu kami team NS, saya Sonitehe Lase (Perawat),  Sri Noviyanti Bapang (Bidan), Septi Ridhawati (Ahli Gizi), Rahmayana (Kesehatan Masyarakat) Supranly Simatupang (Sanitarian/ Kesehatan Lingkungan) dan Maria Gema Kurnia (Ahli Teknologi Laboratorium Medis/ Analis) Plus pegawai puskesmas adalah keluarga sekaligus penyemangat.
00o00
Dari Jakarta, Team NS membawa beberapa program. Sejumlah rencana tersusun rapi, hendak diaplikasikan di tempat bertugas.
Kendala awal kami alami, yaitu tidak ada lintas sektor yang ada di tempat. Pegawai  yang standby, hanya pegawai puskesmas. Satu lagi, ada pegawai di pos keamanan (POS TNI).
Memang, ada kantor distrik, tapi tak ada pegawai di tempat. Begitupun untuk sekolah, telah dibuat bangunan SD. Tapi, tak ada tenaga guru yang mengajar.
Satu saat, team NS berinisiatif, mengumpulkan anak-anak belajar di  Aula Puskesmas. Kegiatan dilakukan, setiap hari Selasa, Kamis dan Sabtu.
Namun, kesadaran masyarakat akan pendidikan sangat minim. Warga tidak tertarik, lebih senang mengajak anaknya berburu babi.
Menjadi dilema bagi team NS, warga mengijinkan anak pergi ke sekolah, dengan syarat  dikasih bahan makanan.  Padahal, kami sendiri benar berhitung. Makan hanya nasi dan sayur, demi menghemat stock lauk yang mulai menipis.  
Masyarakat dengan tingkat ekonomi sangat rendah. Bahkan, bisa dikatakan tidak berpenghasilan. Mereka tinggal di hutan, menerapkan pola hidup nomaden. Team NS, cukup kesulitan mengumpulkan data yang valid. Dengan tempat tinggal tidak menentu, susah juga melakukan visit home memberikan penyuluhan.
Mata pencaharian utama warga adalah berburu, mengambil hasil tanaman hutan alami.  Dengan tidak adanya pasar, artinya sangat minim perputaran uang. Hal paling simple, warga menerapkan sistem barter.
Pernah suatu hari. warga datang ke rumah dinas. Dengan membawa sayuran dan ubi, rupanya mereka ingin, ditukar dengan mie instan, garam atau bahan makanan lainnya.
Perjalanan panjang (dok WA Sonitehe)

Jalanan yang dilewati becek (dok.foto WA Sonitehe)
Jarak antar kampung sangat jauh. Kampung terdekat, adalah Kampung Bias. Kampung yang bisa ditempuh dengan berjalan kaki, membutuhkan waktu tempuh sekitar delapan jam.
Sementara dengan kampung lainnya, jaraknya lebih jauh lagi. Seperti Kampung Tefalma, mencapainya butuh waktu tiga hari dengan berjalan kaki. Ada satu lagi, Kampung Towe Atas ditempuh empat hari jalan kaki.
Jalanan dilalui adalah jalanan setapak, beberapa kali harus menyusuri sungai dan gunung yang tinggi dan curam.
Pernah, saat kami melakukan layanan PIN (Pekan Imunisasi Nasional). Karena kecapekan jalan kaki, kami melakukan sistem menghayutkan diri di sungai. Sekitar dua jam di aliran air, bisa menghemat energi dan mengurangi kram pada kaki.
Menghayutkan diri di sungai sebagai cara menghemat energi (dok.foto-Sonitehe)
Sulitnya akses komunikasi dan transportasi, menyebabkan kami kesusahan, jika ada kasus pasien harus dirujuk.
Terpaksa menunggu berhari-hari, bahkan sampai berminggu-minggu. Sampai datang pesawat dari kota, atau kebetulan sedang singgah dari tempat lain.
Tantangan terberat, penerapan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS). Contoh paling sederhana,  saat kami menganjurkan mandi memakai sabun. Masyarakat, tidak mampu membeli perlengkapan mandi, untuk mendukung PHBS.
-Jangankan alat mandi, makanan pokok atau minyak goreng saja tak sanggup mereka beli.-
Penyakit paling tinggi di Towe Hitam adalah Malaria dan ISPA, penyebabnya daerah ini adalah endemik Malaria. Sedang penyakit ISPA, disebabkan, kebiasaan masyarakat lebih senang tidur dekat tungku perapian, kemudian konsumsi tembakau sangat tinggi.
Pernah ada satu kejadian, membuat team NS merasa terancam. Beberapa pemuda sedang mabuk, datang ke rumah dinas.
Mereka menggedor pintu dan jendela,  teriak dengan kalimat tidak jelas. Ketika saya intip dari celah dinsing papan, tampak seorang pemudia sambil membawa parang dan panah.
Petugas puskesmas turun tangan, menjelaskan kepada kami, si pemuda mabuk menginginkan rokok. Karena tidak ada stock rokok, otomatis kami tidak bisa mengabulkan permintaan.
Setelah dijelaskan petugas Puskesmas, pemuda tadi pulang sembari ngomel. Tanaman di depan rumah dinas ditebas, padahal tanaman itu juga untuk konsumsi makanan.
Untung kejadian hanya sekali, tapi kejadian itu, memuat satu diantara team NS ketakutan dan menangis.
00o00
Jhoni Iskandar (tengah) dan Rahmayana (kerudung hitam), Memberikan layanan kesehatan kepada Ibu Sesilia. Tampak Ibu Sesilia sedang makan papeda (dok.foto- Sonitehe)

Sonitehe Lase sedang Memberi Layanan Kesehatan Pada Pak Antonius (dok foto Sonitehe)
Kami menyadari, bahwa kedatangan kami ingin membawa perubahan yang lebih baik. Atas ketidakenakan demi ketidakenakan, sedikitpun  tak menyurutkan tekad dan semangat.
Pelatihan -jelang keberangkatan-, di Pusdiklat TNI Rindam Jaya Jakarta Timur. Mampu mengasah jiwa patriotisme. Materi Bela Negara diberikan, memperkokoh rasa disiplin dan tanggung jawab.
Pelatihan penanganan masalah kesehatan, membuat kami belajar memahami satu dengan yang lain (alias tidak egois)
Kami terus mengobarkan harap, Team NS bisa bersinergi dengan pegawai puskesmas dan lintas sektor. Bekerja keras saling membahu, menanamkan optimisme, bahwa akan ada perubahan meski kecil.
Pernah saya dibuat menangis, melihat kondisi kesehatan anak-anak dan lansia yang sangat memprihatinkan.  Pada mereka, kami team NS mengabdikan diri. Kondisi warga yang benar susah, membuat kami lebih semangat berkarya.
Saya pribadi berharap besar, ada team lain diluar NS (mungkin dari Kementrian lain) melakukan hal serupa dengan Kemenkes. Karena saya yakin selain masalah kesehatan, misalnya masalah ekonomi, pendidikan, psikologis, juga musti mendapat perhatian. (salam)

19 komentar:

  1. Mengharukan sekali mas, semoga TNS semakin semangat membawa perubahan ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amin, kebetulan Soni juga pantau artikel ini
      Semoga doa kita semua menjadi penyemangat amin

      Hapus
    2. Amin...
      Smg makin banyak yg cinta negeri ini...
      Ini hnya kepada kisah sederhana. Di luar sna msh bnyk sbnrnya yg msh membutuhkan pertolongan...
      Salam

      Hapus
  2. Awesome, semangat kak sony dkk
    Salam dari ns kepulauan aru koijabi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih Rizal.
      Semangat juga utk tmn2 di kepulauan Aru

      Hapus
  3. Iya kak salm kenal juga, keren tulisannya, oya ini yg nulis artikelnya kak agung atau kak sony?

    BalasHapus
    Balasan
    1. kisahnya soni yang buat, saya menuliskan ulang.
      O'Ya Rizal, Koijabi itu dimana?

      Hapus
    2. Iy dek. Yg nulis mas Agung.
      Jgn lupa kisah kalian di pulau aru jg perlu di dokumentasikan / dipublis.

      Hapus
  4. Gila mesti carter pesawat yaaa buat datangin bahan makanan, bersyukur kita hidup di jakarta

    BalasHapus
  5. Mas agung thanks telah memfasilitasi bang soni, bangsoni terus semangat menulis pengalaman nya, agar menularkan kebaikan tim ns,,, banyak cerita yang harusnya lebih di muat dan sangat menantang, saya yang ikut mendaftar tim ns ke towe hitam,, tetap semangat ya bang soni dan tim,,, salam untuk semua teman", jangan lupa buat buku nya ya teman",,,toto.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sama-sama Mas Toto
      smoga tulisan ini bermanfaat bagi pembacanya amin

      Hapus
  6. Mantabz soni, salut n bangga untuk perjuangan n pengorbanannya. Semangaaattt....

    BalasHapus
  7. Semoga menjadi inspirasi bagi anak bangsa untuk memajukan bangsa ini..

    BalasHapus
  8. Halooooo....tetap semangat ya soni dan teman2 ( rahma.novi.gema.desi.septi) saya salut dengan apa yg kalian lakukan untuk kesehatan masyarakat di distrik towe....semoga bisa berjumpa lagi ya dengan kalian orang2 hebat.....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trimakasih sudah berkubjung
      SOni ada kawannya nih :)

      Hapus
  9. Haloooo.....tetap semangat ya soni dan teman2 ( rahma.novi.desi.septi dan gema) saya salut.bangga dan berterima kasih karna kalian mau melayani kesehatan masyarakat distrik towe.....semoga bisa berjumpa lagi ya dengan kalian orang2 hebat.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA