“Mandi sampah busuk, tidak sekali
dua kali, mas. Pulang ke rumah anak tidak mau mendekat, Ayah nggak usah pulang,
badannya bau banget, begitu katanya,”
“Teman- teman lama pas ketemu
kaget, dulu kerja kantoran, kok sekarang malah jadi “pemulung,”
“Paling parah lebaran setelah covid, pertama kali pemerintah mengijinkan pulang kampung. Sampah di Banyumas 5-6 kali lipat, sehari mengelola sampai 50 ton sampah. Itu lebaran saya ngurus sampah, pas bongkar baunya kemana-mana warga ribut minta distop,”
Arky
Gilang Wahab
Kalau boleh berbangga, saya
ingin mangakui satu pengalaman berharga. Adalah sesi wawancara dengan Arky
Gilang Wahab, menjadi moment tak terlupa bukanlah tanpa sebab.
Waktu ke waktu berjalan sedemikian bernasnya, tak jemu saya melontarkan aneka
tanya.
Tak terhitung insiprasi berlompatan, semangat dan energi narsum membuncah tak berpenghabisan. Penjelasan yang sebegitu detil dan jelas, menggambarkan pemahaman masalah, tekun dalam proses dan pendirian yang tegas.
Sebelumnya, kami tidak saling
mengenal. Tetapi perbincangan mengalir seru, pada saya mengantarkan ilmu baru.
Penguasaan tata kelola sampah organik yang mumpuni, bagi saya Arky pantas
menjadi sosok yang disegani.
Detik ke detik perbincangan saya menikimati, ruang gelap di kepala terbuka mencerahkan diri. Istilah- istilah tak familiar digores di atas kertas, setelahnya akan diriset agar menjadi jelas. Mewawancarai alumni ITB jurusan tehnik Geodesi, mengingatkan saya pada hadist mengena di hati.
“Khairunnas anfauhum
linnas” (sebaik- baik manusia adalah yang banyak manfaatnya), hadist
yang mengajak seluruh umat manusia bergegas. Menyibukkan diri dalam kebaikan,
menjadi bagian dari para penyebar kemanfaatan.
Arky dengan segala sepak
terjang dan gerak, telah terbukti luar biasa memberi dampak. Layaknya sebuah
perjuangan, banyak pengorbanan tenaga waktu termasuk uang.
Saya bersiap diri mendengar
menyimak kisah, mamastikan bakalan mengandung banyak pelajaran dan hikmah. Pada
beberapa part challenging, saya seperti diajak
merasakan pilu bulu kuduk merinding. Pun hati melonjak girang, saat jerih payah
membuat senyum mengembang.
Greenprosa, Perusahaan pengolahan sampah sarat asa. Kini beroperasi tidak hanya di Banyumas kota asalnya, telah melebarkan sayap di beberapa kota besar di Indonesia. Arky bersama team memanggul amanah, di Bogor, Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Magelang, Jogjakarta, menangani pengelolaan sampah.
Cukuplah dengan menilik
sebaran lokasi, tergambar luasnya kemanfaatan ditebarkan Arky. Saya pikir tak
berlebihan, Pak Arky -- begitu saya memanggil— dikategorikan
manusia yang kehadirannya tidak sembarangan.
Ayah tiga anak yang family man, dulunya orang kantoran bergaji tinggi impian banyak orang. Tekadnya resign membulat, memulai dari nol babat alas untuk sebuah gerakan sepenuh tekad. Kembali ke tanah kelahiran di Banyumas, menebus utang budi agar segera lunas.
"Kuliah saya dibiayai masyarakat, jadi saya ingin memberi sesuatu kepada mereka," ujar Akry dengan mantap.
Mundur saat karir sedang
menanjak, adalah keputusan berani Arky pada nuraninya berpihak. Tentu saja
ditentang oleh keluarga besar, dianggap keputusan tidak wajar tidak popular.
Apalagi bidang akan ditekuni Arky, pengolahan sampah yang tidak banyak orang minati. Tetapi lelaki sederhana ini geming, keputusannya tak bisa ditawar tanpa tedeng aling- aling.
Di tengah perjalanan kembali
keteguhan diuji, datang tawaran pekerjaan dengan gaji lebih tinggi. Lagi dan
lagi Arky tak terpengaruh, bersikukuh menempuh jalan dipilih meski sarat onak
duri.
Bersama dua partner mengawali, tahun 2018 langkah kecil menyimpan harapan besar itu dimulai. Mula- mula mengumpulkan sampah dari sekitaran rumah, dipilih sampah makanan termasuk sampah buah.
“Fokus kami ke sampah organik, karena
sampah anorganik sudah banyak yang mengelola, Bank Sampah, Kelompok Swasdaya
Masyarakat,” jelasnya
Jatuh bangun dan uji coba
dengan tabah dijalani, berbekal pengalaman setiap masalah dicarikan solusi. Dan
tahun 2019 jerih payah terbayar, Arky dan team dipercaya mengelola sampah satu
desa Banjaranyar.
Kemudian tahun 2020 menyusul Dinas Lingkungan Hidup, memasok sekira 5-6 ton sampah perhari. Selanjutnya waktu ke waktu berkembang, hasil olahan sampah Greenprosa menembus pasar ekspor dan senyumpun mengembang.
Siapa sangka, gerak berdampak
ini diperhatian oleh seorang kenalan. Nama Arky didaftarkan, mengikuti seleksi
Satu Indonesia Awards memantik sejuta harapan.
Atas dedikasi menguras tenaga, pikiran dan waktu, Arky Gilang Wahab berhasil meraih penghargaan Satu Indonesia Awards 2021. Kategori Bidang Lingkungan, Penggerak Sistem Konversi Limbah Organik untuk Ciptakan Ketahanan Pangan.
Ketika Sampah Organik Menjelma Senilai Berlian di Tangan Arky
Gilang Wahab
"Komposisi sampah di Indonesia, sampah organik khususnya. Secara nasional di atas 50 % dan food waste-nya sekitar 40%. Di Banyumas sendiri sampah organik sekitar 50- 55 % setiap harinya, dan solusinya belum ada yang masif. Waktu itu saya mulai 2018, kemudian riset BSF tahun 2019 mulai jalan, dan 2020 scale up cukup besar waktu itu,” jelas Arky.
--- ---
Ada satu hal jamak, kerap saya atau mungkin kita semua mendapati. Di antara riuh tawa, ditengah gegap kemeriahan pesta resepsi. Hidangan tumpah ruah tersaji, menerapkan konsep prasmanan tamu undangan bersantap sesuka hati.
Pada menu utama ditata di posisi sentral tempat acara, dipadu hiasan dekorasi berkelas berkesan mewah. Piring, sendok, garpu, mangkok ditata di bagian paling depan, menyusul nasi putih, sayur mayur dan lauk pauk berjajar empat sampai lima di atas nampan. Paling ujung ada toples isi kerupuk, bersanding aneka pilihan sambal.
Tidak jauh dari meja utama ada
gubug- gubugan, diisi aneka side disk bersanding berjajar sungguh
menarik minat untuk mengambilnya. Meja desert disudut ruangan
tak ketinggalan, lazimnya ada buah potong dan puding warna- warni dengan
lelehan fla memikat hati.
Saya berada di tengah situasi kondisi, siap berperang dengan ego diri. Suara hati terngiang- ngiang, makan harus habis jangan tersisa sampai dibuang sayang. Sebisanya menahan nafsu, mengambil makanan secukup seperlunya saja.
Setidaknya saya sudah
mengawali dari diri, kemudian mengajak anak istri untuk bersikap serupa. Agar
setiap makanan yang disantap terasa nikmat, tidak ada yang terbuang mubadzir.
Sementara di depan mata tengah terjadi, ada yang mengambil aneka menu tidak lagi manakar porsi. Nasi setengah piring, dua tiga lauk pauk bersanding, sayur dituang di mangkuk ukuran sedang. Masih lagi ditambah minuman, buah- buahan dan juga pudding. Entahlah seberapa luas ruang lambung disiapkan, agar sanggup menampung itu semua.
Sewaktu diet, saya
diperkenalkan dengan konsep mindfull eating. Adalah makan dengan
penuh kesadaran, menikmati tekstur, cita rasa, termasuk setiap sensasi taste di
setiap makanan. Saya diajak mengunyah perlahan- lahan, membuat aktivitas makan
menjadi sedap dan nikmat.
Mujarabnya dengan porsi tidak banyak, perut saya kenyang dan ada rasa puas menyelimuti. Mindfull eating tidak pada makan berat saja, bahkan saya pakai untuk sekadar nyamil. Tiga bulan pertama diet, BB turun sekitar 10 kg, tubuh terasa lebih ringan dan segar. Saat naik di timbangan, bobot berada di kisaran angka ideal.
Sungguh saya pernah merasakan,
tidak ada enaknya bersantap porsi banyak dengan terburu- buru. Cita rasa
makanan tidak kena di lidah, pikiran melayang ke mana- mana. Memang tampaknya
sibuk menguyah rendang, tapi fokusnya ke somay, kambing guling, mpek-mpek
Palembang.
Sehingga belum habis makanan di piring, seketika ditinggal merapat ke gubug- gubugan. Pramusaji dengan sigap, mengangkat gelas piring kotor bertumpuk- tumpuk. Sisa minuman dan makanan disatukan, menggunung tak muat diangkat di satu nampan
Melihat ini benak berkecamuk
hebat, membayangkan pesta pora lalat dengan sisa makanan. Sementara di saat
bersamaan, banyak saudara sebangsa berhitung uang untuk sekadar mengusir lapar.
Dan sebagian orang di acara resepsi, dengan mudah membuang makanan tanpa rasa
bersalah.
Kegelisahan saya soal sampah, hanya berhenti sampai di situ saja. Jauh dengan dilakukan Arky Gilang Wahab, beliau memikirkan persoalan sampah organik.
Pada tahun 2018 memulai,
kemudian berkembang berkelanjutan sampai kini. Grenprosa dengan segala gerak
berdampak, kemanfaatnya telah diakui bangsa sendiri dan negeri manca.
---- ----
Kemudian perbincangan kami,
berkilas balik pada rentang 2018- 2019, di Banyumas terjadi darurat sampah.
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) longsor, tak sanggup menampung beban sampah
sedemikian banyaknya.
Sebagai anak daerah, Arky tak bisa berdiam diri dan pasrah. Maka dicarilah solusi efektif penanganan sampah organik, agar bisa dikelola dengan baik.
“Saat itu belum terlalu memikirkan sisi bisnis, seiring berjalannya waktu, ide- ide muncul menyulap sampah organik menjadi bernilai,” ujarnya.
Awal mula pengelolaan sampah
organik, menggunakan metode komposting. Namun lama- lama dinilai kurang visible,
karena membutuhkan proses panjang dan lama. Selain itu perlu lahan yang luas,
efek bau tak sedap dari sampah menyebar luas di udara bebas.
Secara daring Arky berselancar, berburu referensi dari tayangan youtube sambil belajar. trial and eror soal budidaya maggot bsf (black solider fly) dinilai cukup efektif, namun dampaknya belum terlalu masif.
Arky sama sekali tak pesimis,
semakin dibuat penasaran menemukan metode maggot bsf yang approve dan
lebih ekonomis.
Beberapa paper internasional dilahap habis, dibarengi diskusi dengan Bram Drotmans, seorang pakar dari Swiss. Juga tukar pandangan dengan ilmuwan, satu diantaranya Prof. Agus Pakpahan.
Pada akhir 2019 awal 2020, ditemukan
metode budidaya maggot bsf yang lebih efektif. Maggot adalah makhluk hidup luar
biasa, sanggup mengurai sampah organik 4 - 10 kali lipat dari berat badannya.
"Sampah organik seberat 10 ton, bisa terurai dalam kurun waktu 1 – 2 jam. Bau busuk sampah bisa hilang, dengan catatan ukuran ratio-nya sesuai,” jelas Arky Bahagia
Selanjutnya budidaya maggot
bsf makin diseriusi, membuatkan beberapa ruangan di lahan Arky. Pada bagian
depan menjadi tempat pengeringan, di dalam untuk maggot bsf bertahan hidup.
Sebagai ruangan dekomposisi, sampah organik diproses agar minim bau sekaligus bebas
polusi.
Sementara di area paling belakang, tempat budidaya maggot bsf sekaligus menyemai asa dalam riang. Saya menyimak dengan sangat setiap penjelasan, tak urung ikut merasakan kelegaan.
“Untuk sampai ke
budidaya bsf, tantangannya pasti banyak, ya Pak Arky?” tanya saya
penasaran.
“Banyak banget, challenging-nya, mas,” jawab Arky, memantik keingintahuan.
Sebelum menemukan metodologi
yang pas, Arky kerap mandi bubur sampah organik bahkan sampai keramas. Terutama
saat proses fermentasi, sampah organik sewaktu- waktu bisa meledak, bau
busuknya tak terdefinisi oleh kalimat.
Bau busuk yang tidak mudah hilang, meskipun dua tiga kali mandi di siang hari maupun petang. Baju yang sudah terkena sampah fermentasi, musti disingkirkan dari tumpukan di lemari.
“Mandi sampah busuk, tidak sekali dua kali, mas. Pulang
ke rumah anak tidak mau mendekat, Ayah nggak usah pulang, badannya bau banget,
begitu katanya,” kenang Arky
Di awal juga sempat kekurangan sampah organik, sehingga menuntutnya mendatangi beberapa rumah makan, hotel, pun restoran bergengsi. Tanpa disangka bertemu teman lama, mereka kaget setelah tahu kegiatan ditekuninya.
“Teman- teman lama pas ketemu kaget, dulu kerja kantoran kok sekarang malah jadi “pemulung,” Arky menirukan .
Kejadian lain tak pernah
terlupa, saat covid melanda kemudian berangsur mereda. Sampah organik di
Banyumas meningkat, jumlahnya naik tiga kali lipat. Masyarakat terbiasa order
makanan via online, apalagi yang sedang isoman kerap belanja vitamin
dan obat paten.
Efeknya tumpukan sampah meninggi, bau busuknya sangat susah ditanggulangi. Warga sekitar TPA protes keras, minta pengolahan sampah distop dengan lekas.
Saat protes warga terjadi,
Greenprosa sedang scale up pengolaan sampah satu kecamatan.
Otomatis jumlah sampah berlipat- lipat, sehari membongkat 4 sampai 5 truk dengan
jadwal cukup ketat.
“Paling parah lebaran setelah covid, pertama kali pemerintah mengijinkan pulang kampung. Posisi sampah di Banyumas 5-6 kali lipat, sehari mengelola 50 ton sampah. Itu lebaran saya ngurus sampah, pas bongkar baunya kemana-mana digeruduk warga minta segera distop,” kenangnya
Pemdes dan Pemda turun tangan
memediasi, dua minggu TPS diliburkan agar kemarahan warga teratasi. TPS
disemprot fermentan, pagar dibangun lebih tinggi agar proper dan nyaman.
Babinsa turun tangan memantau perkembangan, mengajak warga mengevaluasi selama dua bulan ke depan. Agar penilaiannya obyektif, dilibatkan pihak luar memberi masukan positif. Sampai akhirnya bau sampah dinyatakan hilang, sehingga operasional TPS diaktifkan tanpa ada pertentangan.
=== ===== ============== ====
Saat riset saya menemukan fakta menarik, data pengolahan sampah di Banyumas Jawa Tengah. Perhatian saya terfokus pada komposisi sampah organik, terjadi tren penurunan dari tahun ke tahun. Dan pikiran saya langsung tertuju pada satu nama, yaitu Arky Gilang Wahab.
Dari tabel yang terpampang menunjukkan, prosentase sampah
organik mengalami penurunan dari tahun 2019 ke 2020. Kemudian pada tahun 2020
ke 2021, angka prosentase sampah organik turun sangat
signifikan.
Saya masih menyimpan data lain, yang membuat hati semakin bangga. Sebuah laporan diterbitkan Instansi kredibel, saya yakini kevalidannya terakui. Cuplikannya saya sertakan, di salah satu bagian di artikel ini.
=== ==== ==== ==
Terhitung 8 tahun berjalan,
Greenprosa kini telah menyemai harapan. Dari olahan sampah organik, telah
menghasilkan aneka produk turunan yang menarik dan bernilai.
Adalah pupuk organik dan
olahan magoot bsf sebagai inovasi, selain memiliki nilai telah punya
market yang sangat meminati. Sampai bagian ini saya menemukan jawab,
ketika sampah organik menjelma senilai berlian di tangan Arky Gilang wahab.
Pupuk organik ;
Pupuk hasil olahan sampah
organik by Greenprosa, adalah pupuk non
pestisida. Terbukti sangat bagus untuk lahan, bisa digunakan untuk
beberapa kali tanam dan kualitas tanahnya tetap terpertahankan. Penggunaan
pupuk organik di kali pertama tanam, setelah panen lahannya masih bagus untuk
ditanam kembali.
Pupuk organik ibarat membuka jalan perdamaian, kedekatan terbangun dengan warga sekitar. Pasalnya pupuk organik dibagikan secara gratis, dan warga dipersilakan mengambilnya dengan konsep self service. Sekira 10 – 15 ton per- bulan disiapkan, pupuk organik dibagikan pada warga tanpa sepeserpun dipungut bayaran.
Sebagian lagi dijual secara
bervariasi, untuk CSR dibandrol antara Rp500 – Rp1.000 / kilogram. Sedangkan
untuk pasar industri – semisal lapangan golf--, harganya di
kisaran Rp5.000 – Rp10.000 / kilogram tanpa negosiasi.
Pupuk organik juga dikerjasamakan, dengan petani di area Puncak Bogor, Sukabumi, dan pastinya Banyumas. Sistem Kerjasama dipilih sangat elegan, kedua belah pihak diuntungkan. Sayur dari petani yang harganya Rp1.000 seikat, dijual ke hotel – tempat mengambil sampah organik— menjadi Rp1.500. Margin-nya digunakan untuk operasional, sehingga Greenprosa dan petani saling support dengan maksimal.
Pupuk organik Greenprosa semakin tersebar, dibeli petani sawit di daerah Riau setelah tersiar kabar. Kelompok tani (poktan) yang mengantongi ijin edar, me-repacking pupuk organik kemudian dijual dalam skala besar.
“Sebulan kami memasok sekitar 4- 5 kontainer olahan sampah organik,” jelas Arky.
Maggot bsf;
Olahan maggot bsf juga diincar,
oleh para peternak budidaya ikan tawar. Agar tidak terlalu memberatkan peternak,
mula-mula ditetapkan sistem membayar setelah panen ikan. Seiring
berjalannya waktu, hasil panen ikan terbukti meningkat pesat.
Maggot bsf semakin menjadi rebutan, kemudian ada peternak bersedia membayar di depan sesuai harga ditetapkan. Selain sebagai pellet—pakan—ikan, juga menjadi konsentrat pakan ayam andalan.
Dampak baik olahan maggot bsf adalah terjaganya ketahanan pangan, sehingga para peternak menyimpan harapan. Kemudian limbah dekomposisi maggot bsf tidak dibuang, karena bagus untuk pupuk tanaman padi pulen saat ditanak sampai matang.
Untuk ekstraksi maggot oil
dan tepung protein, Greenprosa telah berhasil menembus pasar di luar negeri.
Selain eskpor ke Amerika, juga ke Jepang, Thailand dan Korea. Permintaan olahan
maggot bsf meningkat pesat, Jepang membutuhkan 400 ton per bulan dengan cepat.
Namun permintaan tersebut belum bisa dipenuhi, Arky dan team musti memperbesar kapasitas produksi. Sedang untuk pasar dalam negeri, telah tersebar di Jawa, Sumatera dan Bali. Selain penjualan langsung ke distributor, juga melalui marketplace tidak lepas dari monitor.
Akhirnya
mengelola sampah anorganik
“Karena keharusan dalam kontrak, kemudian tidak merebut lahan pihak lain. Mau tak mau Greenprosa mulai mengelola sampah anorganik” ujar Arky
Tahun 2022 Greenprosa mencetak
sejarah baru, menandatangani MoU dengan Taman Safari Indonesia di
Cisarua Bogor. Dalam perjanjian tertuang, soal pengelolaan sampah organik
sekaligus anorganik milik mitra.
Greenprosa tidak keberatan, mengingat DLH mengaku kewalahan mengelola sampah dengan jumlah yang terus meningkat. Setelah di Cisarua Bogor, menyusul Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Magelang, Jogjakarta ditangani oleh Greenprosa.
Saya warga Tangerang Selatan, dengan leader Helmi Musyaffa dihubungkan. Lokasinya di Jelupang, menjadi titik awal pengolahan sampah dicanangkan. Berbeda dengan pusatnya di Banyumas, Greenprosa Tangsel mengelola sampah anorganik saja.
“Awalnya yang memulai Pak Arky, kemudian sosialisasinya dilanjutkan ibu- ibu,” ujar Helmi
Mula- mula sosialisasi dari
rumah ke rumah, kemudian berkembang dari RT ke RT di satu wilayah. Setiap
membuka bank sampah, warga kampung lain ikut menyetor. Akhirnya Helmi dan team
memutuskan, sepakat membuka bank sampah di kampung berikutnya.
Dua tahun berjalan, Greenprosa Tangsel telah membersamai 50 bank sampah. Melibatkan sekitar 3000-an anggota, di setiap titik sekitar 100- 150 orang turut serta. Helmi yang mengatur jadwal pengambilan, menentukan lokasi jika bank sampah baru hendak didirikan, sampai menetapkan gudang akhir penyimpanan.
“Warga Tangsel dengan daya beli tinggi, produksi sampah anorganiknya luar biasa. Sampah botol terkumpul sampai 1,5 mobil box per-hari, sedangkan sampah botol terkumpul 100 – 150 kg per hari,” jelas Helmi
Untuk penyalurannya telah ada
beberapa vendor, nama- nama perusahaan besar menjadi pelopor. Pabrik brand
minuman sangat terkenal, dengan kebutuhan plastik yang cukup besar.
Khusus di Banyumas, Arky terus
memastikan, kestabilan sistem pengelolaan sampah secara tuntas. Dengan
menjajaki kolaborasi, update teknologi, dan memasang strategi sesuai kebutuhan.
Akry terus menciptakan sistem pengelolaan sampah yang efektif, guna memberi manfaat berkelanjutan bagi masyarakat serta lingkungan secara aktif.
“Target tahun ini tidak di hanya dipandang Indonesia, minimal dipandang di south east,” jelasnya.
==== ==== ====
Sekali lagi saya merasa
berbangga, berkesempatan berbincang dengan Arky Gilang wahab. Apa yang beliau
sampaikan, terkuatkan ketika saya membaca “Laporan Kunjungan Lapangan” yang
disusun team Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada Maret 2024.
Dalam laporan dituliskan, bahwa Kabupaten Banyumas sebagai salah satu daerah dengan inisiatif tinggi dalam pengelolaan sampah. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), 99,31 % timbunan sampah di Banyumas berhasil dikelola dengan baik.
Mengacu data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kab. Banyumas, daerah ini memiliki 39 unit pengelolaan sampah terintegrasi. Sampah tidak hanya dipandang sebagai masalah, tetapi juga sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan melalui prinsip ekonomi sirkular..
Kebanggaan ini semakin
tervalidasi, ketika di laporan menyebutkan dengan jelas nama Arky Gilang Wahab,
S.T (Chief Executive Officer PT. Greenprosa Adikara Nusa). Sebagai salah satu
pembicara -- bersama pembicara kredibel lain -- di sesi talkshow
Tantangan Pengelolaan Sampah.
Masih di laporan yang sama
disampaikan, Greenprosa sebagai kampiun pengelolaan sampah organik di Banyumas.
Produk pakan ternak produksi Greenprosa, telah mencapai pangsa pasar Asia.
Dan kunci keberlanjutan usaha
pengelolaan sampah, adalah memberi nilai pada sampah. Kemudian dukungan dan
kolaborasi antarpihak, karena sampah adalah masalah bersama.
==== ==== ===
Partisipasi setiap individu,
sangat dibutuhkan dalam pengelolaan sampah. Memulai dari hal kecil di
keseharian, dari yang paling sederhana seperti menghabiskan makanan. Belajar
mengolah sampah dari rumah, misalnya sisa makanan dijadikan pupuk tanaman.
Memperlakukan sampah anorganik, dengan 3 R (Reduce- Reuse- Recycle). Reduce, mengurangi penggunaan barang sekali pakai, mengganti plastik dengan produk ramah lingkungan. Reuse, menggunakan ulang barang untuk fungsi lain. Recycle, memisahkan sampah sesuai jenisnya dan menyerahkan ke bank sampah.
Yang diupayakan Arky Gilang
Wahab hasilnya telah terbukti, sangat bisa menjadi pencontohan tata kelola
sampah seluruh pelosok negeri. Arky dedikasinya tak terbantahkan, rela bergulat
dengan bau busuk sampah demi menyemai asa berkelanjutan.
Saatnya kita menormalisasi, bersantap menu seperlunya di acara resepsi pernikahan. Mengambil nasi, lauk dan sayur, secukupnya dengan porsi diukur. Bahwa sajian akan menjadi nikmat, ketika disantap dengan mindfull eating tak perlu cepat- cepat.
Dan hasil perbincangan dengan
orang hebat kali ini, saya patrikan di judul artikel ini, yaitu “Ketika Sampah
Organik Menjelma Senilai Berlian di Tangan Arky Gilang Wahab”.
Semoga bermanfaat.





Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA