29 Des 2018

Keseruan Hajatan Pernikahan di Desa

resepsi pernikahan di desa- koleksi pribadi

Seperempat abad lebih merantau, tanah kelahiran tidak pernah terhapus dari benak. Selalu saja ada alasan, untuk bisa mudik melepas kangen.
Termasuk di bulan terakhir tahun ini, saya punya jadwal pulang kampung bersama keluarga – terhitung tahun ini tiga kali saya mudik.

Rencana dicanangkan jauh hari, menghadiri acara cukup penting, yaitu adik sepupu (anak dari bulek) hendak melaksanakan ijab kabul.

Ojo sampai nggak muleh yo, ajak sekalian anak istri” Ibu mewanti-wanti.

Saya mengendus maksud dibalik pesan ibu, yaitu pengin ketemu dengan cucunya. Setelah bersua lebaran pertengahan tahun, anak-anak belum lagi diajak ke rumah mbahnya.
Saya meng-iya-kan, mempertimbangkan perasaan ibu kalau dibantah, apalagi beliau sudah cukup sepuh dan butuh perhatian lebih.

Bagi saya pribadi, mudik akhir tahun adalah kesempatan sekalian liburan. Apalagi sekolah anak-anak sedang libur panjang, setelah ujian akhir semester ganjil dilaksanakan.
Selain itu menjadi cara tepat mengusir bosan, kasihan kalau anak-anak melewatkan libur hanya di rumah saja.

Mudik bisa sekaligus liburan, sebenarnya tidak selalu mahal, asal tahu strategi dan cara menyiasati (saya akan tuliskan pada artikel lain).
Jadi kalau ada yang bilang ongkos mudik (terutama saat peak session) mahal, bisa jadi karena belum tahu cara atau kurang mempersiapkan jauh hari ( tapi standart setiap orang berbeda-beda).
keluarga besar berkumpul- koleksi pribadi


-0o0-

Kesibukan di rumah bulek sudah tampak, sehari sebelum prosesi ijab kabul digelar. Para bapak dan anak muda membahu, memasang tenda dan terpal dilapisi kain warna-warni di bagian dalam.
Saya sendiri masih di perjalanan (dengan kereta) pulang, hanya bisa melihat kerepotan melalui foto yang dibagi saudara melalui WA group keluarga.

Kalau saja berkesempatan berbaur, tidak saya sia-siakan merasakan keguyuban bersama warga desa. Kerabat dan tetangga turun tangan, ketika ada yang hendak menyelenggarakan hajatan.
Mereka dikoordinir melalui RT, bekerja bakti dengan senang hati, sementara sang tuan rumah cukup menyediakan hidangan.

Teringat situasi yang sama belasan tahun silam, ketika itu saya adalah mempelai yang duduk di kursi pelaminan. Betapa kami sekeluarga terbantu, dengan kebersamaan para tetangga.
Warga menyingsingkan lengan, mulai dari persiapan kemudian selama acara berlangsung, bahkan sampai hajatan benar-benar selesai dilangsungkan.

Serunya Hajatan di Kampung Halaman

Acara ijab kabul dilakukan pada senin jam sembilan pagi, jadwal kereta saya sampai stasiun Madiun sebelum adzan subuh berkumandang.
Kalau mau berhitung waktu, saya masih punya kesempatan tidur dan istirahat sekedarnya beberapa jam – anak-anak tidak perlu ikut acara ijab.

Jalanan di depan rumah bulek diportal, tenda besar sudah berdiri rapi dengan panggung pelaminan pada bagian ujung depan.
Sebagian besar kursi undangan menghadap panggung utama, sedangkan kursi lainnya berjajar memanfaatkan halaman rumah tetangga.

Setelah pagi diadakan Ijab kabul, dilanjutkan acara resepsi pernikahan pada siang hari di tempat yang sama.
Sebagian besar warga desa, menggelar hajatan di rumah (rumah di desa pada umumnya besar, sehingga hajatan tidak perlu sewa gedung seperti di kota)

Musik gamelan jawa diputar, mengiringi ucapan selamat datang disampaikan pembawa acara kepada tamu yang datang mewakili tuan rumah.
Suasana hajatan ala pedesaan sangatlah kental, berulang dan berulang selalu ada di setiap hajatan, bahkan sejak saya masih kecil.

Pernak-pernik ala hajatan kampung muncul, mulai dari panganan kampung, besekan tempat jajan pasar, kendil dan gerabah lainnya (peralatan dapur dibuat dari tanah liat)
Penerima tamu berjajar tak jauh dari pintu masuk, ada dua tiga panitia bertugas mengantarkan ke kursi sesuai peruntukan (untuk keluarga, tamu penting – biasanya pejabat desa—atau tamu biasa)

Tamu yang datang disodori kotak berisi snack, disalami oleh penerima tamu, sembari diperdengarkan langgam jawa.
Ada tamu yang masih mempertahankan adat, yaitu datang membawa tenggok/tas ala desa berisi bahan makanan (beras, tempe, mie, sayur mentah) dan tetap membawa amplop.

Nanti pada saat pulang, tenggok dikembalikan ke empunya, sudah berisi makanan siap santap (nasi, sayur dan lauk di bungkus terpisah) bersisihan jajanan pasar. Semasa kecil saya rajin membuka bawaan dari hajatan, aneka makanan masih hangat dibungkus daun jati dilapisi daun pisang,
bawaan tamu- dokpri

Mempelai didandani bak ratu dan raja, pengantin perempuan dari dalam rumah, kemudian pihak laki-laki datang dengan pengiring keluarga (orang tua dan kerabat).

Prosesi temu manten dilanjutkan balangan (melempar bungkusan kain kecil), kemudian wijikan (penganten perempuan mencuci kaki penganten laki-laki).
Setelah duduk di pelaminan, ada prosesi kacar-kucur, sungkeman, dulangan dan seterusnya –prosesi adat jawa pada umumnya yang terus dilestarikan.

Mengikuti setiap prosesi yang ada, ajaibnya selalu hadir perasaan haru di hati ini, terutama pada saat sungkem di pangkuan orang tua ditunaikan.
Entahlah, saya tidak tahu alasannya, mengapa tidak mampu membendung basah di dua bola mata, ketika kerabat dekat sedang sungkem – seperti ada yang lepas dan dilepaskan.

O’ya, bagi yang tinggal di kota, hidangan hajatan (baik di gedung atau di rumah) biasanya disajikan dengan cara prasmanan (self service).
Beda dengan hajatan di kampung saya, tamu undangan cukup duduk, akan ada sinoman (panita yang bertugas melayani, biasanya anak muda RT) datang mengantar hidangan.

Selama acara resepsi berlangsung, setidaknya ada tiga hidangan sudah disiapkan tuan rumah untuk disajikan secara bergantian.
Hidangan pembuka adalah soup ayam, porsinya cukup untuk sekali makan, disajikan dengan mangkok ukuran sedang.

Tak lama berselang, datang makanan utama, terdiri dari nasi putih dengan kentang bumbu rujak, daging empuk yang diiris kotak dan acar.
Pada saat memberikan seporsi makanan utama, mangkok soup yang sudah tandas isinya diambil sinoman, untuk dibawa masuk dapur dan dicuci.

Hidangan terakhir atau sebagai makanan penutup, adalah es teller segar yang disajikan di dalam gelas plastik lengkap sendoknya.
Pada ujung acara, mempelai turun panggung bersama kedua pasang orang tua, untuk berdiri menjelang pintu keluar.

Tuan rumah menyalami tamu yang hendak pulang, sembari mengucapkan terimakasih telah menghadiri undangan.
mempelai menyalami tamu yang hendak pulang -dokpri


-O0O-

Sepanjang acara, kami keluarga besar duduk berkelompok, tepatnya di kursi depan teras rumah keluarga. Memanfaatkan waktu bertemu, dengan berbagi kisah keluarga kami masing-masing.
Sungguh saya menikmati kebersamaan, merekatkan persaudaraan, yang terpisah oleh jarak dan berbeda kota.
berkumpul dengan keluarga besar- dokpri

Kalau tidak ada acara seperti ini (hajatan), rasanya mustahil kami pulang secara bersamaan dan bisa berkumpul.
Kesempatan bersua dengan kerabat, kami jadikan alasan untuk merancang kebersamaan pada liburan anak sekolah di tahun mendatang.


“Bagaimana, kalau kita bikin arisan keluarga?” usul salah satu anggota keluarga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA