28 Jul 2023

Buku Narasi Mematikan Membenderangkan yang Ditutupi


“....., bagaimana narasi induk berbalut agama – terutama Al-Qur’an, hadis, dan juga penggalan sejarah islam- itu sangat mempengaruhi sikap (behaviour) Hendro. Juga tak kalah pentingnya life history Hendro ini menunjukan betapa sulitnya melepaskan diri dari jaringan kelompok kekerasan jika seseorang berasal dari keluarga radikal.” (hal 55, Narasi Mematikan)

Manusia diciptakan-NYA sempurna, dibekali akal pekerti yang membuatnya menjadi mulia. Di sisi lain manusia mahluk sosial, membutuhkan interaksi dengan manusia lain. Orang dengan kesamaan hobi, konsep. Ide, ideologi, dengan sendirinya akan berkoloni. Saling berkomunikasi berinteraksi, memungkinkan untuk saling mempengaruhi.

Dan narasi memegang kunci, yang membuat orang terpengaruh kemudian mengikuti. Bahwa orang dengan kepiawaian bernarasi, niscaya bisa melahirkan narasi yang mematikan. Sehingga orang yang mendengarkan, dengan mudah tunduk dan patuh. Narasi bisa di bidang apapun, termasuk narasi radikalisme 

Maraknya media sosial saat ini, dimanfaatkan sebagian kelompok untuk menebarkan narasi. Menjaring, merekrut, bahkan menggalang donasi melalui dunia maya. Dengan menggunakan nama kelompok, dengan pilihan kata yang berbau agama.

Orang awam mudah kepincut, termakan narasi yang dilancarkan. Kalau sudah masuk perangkap, ditindak lanjuti dengan narasi yang lebih mendalam. Membuat mereka tunduk manut, rela berkorban waktu, tenaga, pikiran bahkan dana.

Launching Buku Narasi Mematikan.

Senang bisa menjadi bagian, launching buku “Narasi Mematikan” ditulis oleh Dr. Noor Huda Ismail. Kegiatan diselenggarakan, Kamis 27 Juli 2023, di Aula Nurcholis Madjid, Universitas Paramadina, dengan moderator Dr. Zora Sukabdi, Dosen Universitas Indonesia. Saya merasakan nyala api di acara ini karena kehadiran dua saksi kunci, adalah Munir Kartono dan Hendro Fernando keduanya Credible Voice (eks teroris).

Prof. Didik J. Rachbini M. Sc., Ph.D. Rektor Universitas Paramadina, dalam sambutannya menyampaikan, bahwa menangani terorisme tidak boleh over dosis, kalau over dosis demokrasi-nya bisa rusak. Orang-orang dengan nasionalisme sebaiknya dibiarkan, agar intelektualnya berkembang.

Sementara itu sang penulis mengaku, bahwa “Narasi Mematikan” cocok untuk policy maker. Mengingat buku ini digali dari sumber kredibel, yang sangat paham alur gerak teroris. Sehingga risetnya sampai tiga tahun, meskipun proses menulisnya hanya 3 bulan.

Buku ini semakin ciamik, dengan disertakan film pendek. Saya cukup terhanyut, mengikuti film “ Dari Kecewa Pada Bapak Menjadi Pendana ISIS (Munir Kartono)”. Mengisahkan Munir dengan hubungan tidak harmonis, bersama ayah kandung. Sering disalahkan, sehingga mencari jalan sendiri.

Mula-mula Munir bergabung kelompok anak punk, sampai akhirnya teradikalisasi. Bergabung dengan jaringan, yang dinarasikan sebagai jihad. Munir yang kehilangan sosok ayah, tumbuh menjadi lelaki kaku dan kasar. Hingga pada satu titik, menemukan kesadaran ingin menjadi ayah yang baik untuk anaknya.

Buku "Narasi Mematikan" Membenderangkan yang Ditutupi



Buku Narasi Mematikan, ditulis dengan konsep naratif. Membaca sebagian di Bab awal saja, saya sangat tertarik dan mudah memahami. Buku ini berangkat dari masalah pendanaan terorisme di Indonesia. Secara khusus menjawab keingin tahuan publik, alasan orang mau dan tertarik membantu pendanaan terorisme.

Ya, pertanyaan yang muncuk di benak saya adalah, “kenapa orang mau dan tertarik untuk membantu pendanaan terorisme?”. Sangat mungkin, orang lain membatin pertanyaan yang sama.

Dan dari Hendro (eks teroris) saya dapati jawaban, bahwa lagi-lagi para donatur termakan oleh narasi yang mematikan. Seperti “Menyumbang itu yang penting ikhlas”, “Mau jannah? Ayo Sedekah”, dan narasi semisal yang membuat orang tak berdaya.

Buku ini juga menghadirkan analisa dari berbagai perspektif, termasuk peran perempuan seperti istri dan pendukung keluarga lainnya. Hal ini diakui credible voice, bahwa tidak hanya dirinya yang dirangkul tapi keluarga.

Permainan narasi mematikan, dilakukan tidak hanya untuk membantu finansial kelompok. Namun sekaligus menghambat upaya kontraterorisme di Indonesia, khususnya implementasi program deradikalisasi, rehabilitasi, serta reintegrasi mantan teroris dan keluarga di tengah masyarakat.

Seperti disampaikan Dr. M. Subhi-Ibrahim, Ketua Program Magister Ilmu Agama Islam, Universitas Paramadina, bahwa kecenderungan orang baik adalah melihat orang lain seperti dirinya. Selalu berusaha husnudhon, sesuai anjuran agama yang diyakini.

Di satu sisi teror bermanfaat untuk mengendalikan, dan dibutuhkan untuk mengontrol orang agar tidak menyerang. Teror sendiri memberi efek psikologis, yang membuat orang akhirnya tunduk (baik karena kesadaran sendiri atau takut).

“Buku yg sulit tapi cara bertutur renyah, kaya data dengan pendekatan scientifik tertentu, memakai perspektif teoritis,” Dr. Mirra Noor Milla- Lektor Kepala, fakultas psikologi & Wakil Kepala Laboratorium Psikologi Politik, Universitas Indonesia.

Masih menurut Dr. Milla, bahwa sebenarnya tidak ada orang yang kejam atau jahat. Pada dasarnya manusia ingin diterima, tetapi mereka tidak menemukan narasi. Dan narasi paling kuat adalah agama , sebagai narasi sakral yang tak bisa di trade off. Bahwa narasi agama, memiliki sense of the world, kepastian dan keselamatan dunia akhirat.

Hendro eks teroris menyampaikan, bahwa buku ini sudah menelanjangi alur pendanaan terorisme. Sehingga tak berlebihan, kalau saya menganggap buku ‘Narasi Mematikan’ membenderangkan yang ditutupi. - semoga bermanfaat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA