23 Agu 2025

Ilmu Sabar itu pada Laku Bukan Teori

Bergabung di group teman- teman SMA, membuat saya mendapati banyak kabar teman- teman lama. Setelah puluhan tahun tak bersua, kini terhubung melalui aplikasi percakapan.

Teman- teman seumuran, sebagian besar kami sudah beranak pinak. Masing- masing telah merasakan pahit getirnya kehidupan, tak ayal diantara kami banyak yang tak seperti dulu. Ada yang silent rider, ada yang muncul sesekali seperlunya.

Terlepas dari liku-liku hidup, di percakapan group konco lawas bisa menjadi tempat bertukar pengalaman. Sampai saya mendengar satu kabar, yang membuat ssangat berempati merasakan kesedihan itu.

Teman satu sekolah dari SD sampai SMA, di kampung rumah kami tidak terlalu jauh berjarak. Membagikan kisah pilunya, saat kehilangan buah hati di usia balita. Kejadiannya sudah lama, tetapi begitu membekas di hati.

“Duh, itu benar-benar kehilangan yang sehilang-hilangnya” saya merasakan kesedihan yang sangat.

Dari penekanan kata hilang, yang ditulis ulang tiga kali. Cukuplah bagi saya, menyimpulkan dalamnya rasa kehilangan itu.

Saya ayah, sedihnya bukan main saat anak sakit. Anak yang sakit, saya yang tidak bisa tidur dan tidak bisa menelan makanan. Apalagi teman yang buah hati yang lahir dari rahimnya. berpulang selamanya. Sedihnya pasti berlipat- lipat, rasa sedih yang tak hilang sepanjang umur.

Teman ini melanjutkan cerita, bahwa pelayat yang menasehati bersabar. Justru membuatnya berontak, mengingat tak ikut menanggung kesedihan itu.

Apalagi kalau si penasehat, belum pernah berada di posisinya. Yaitu anaknya tiada, padahal saat sedang lucu- lucunya. Tetapi teman ini memaklumi, pelayat pasti bingung berucap apa.

Masih menurut pencerita, orang yang sangat sedih butuh penguatan. Penguatan yang manjur berupa doa, dibanding sekadar ajakan bersabar. “Semoga ananda tenang disisi-NYA, di akhirat menjadi penolong ayah bunda”, “semoga ayah dan ibu dianugerahi ketabahan”, dan doa lainnya.

Saya termasuk orang, yang berujar “yang sabar ya” pada teman/ kerabat sedang berduka. Karena umumnya demikian, seperti semacam formalitas.

Sejak mendengar cerita itu, ketika melayat saya pilih menyampaikan doa. Pun saat berkomentar, di akun medsos yang menyampaikan kabar duka cita.

--- ---

Ketika scroll IG Story, ada satu akun yang membuat saya pause. Sebuah story berupa tulisan “Seandainya sabar itu ada ilmunya”. Saya kenal pemilik akun, menyauti dengan balasan “ilmu sabar itu pada laku bukan teori.

Mengejawantahkan kesabaran, tidak bisa dengan membaca buku kemudian menyarikan. Sabar hanya bisa diselami, oleh orang yang telah memraktekkan. Seakademis atau seintelek apapun, kalimat dirangkai untuk mendefiniskan sabar. Niscaya tetap terasa kering, tidak sanggup mewakili perasaan.

Ilmu Sabar itu pada Laku Bukan Teori

Saya pribadi mengakui, masih jauh dari kriteria sabar. Ego masih sering meluap, tak tahun berkomentar kalau tidak sepaham. Kerap nyeletuk atau menyaut, kalau tidak terima omongan orang.

Sikap takabur sangat mudah muncul, entah disadari atau tidak menyelip sedemikian halusnya.  Kalau ada yang bilang saya terkesan rendah hati, tak jarang perasaan sedang disergap keinginan dipuji. Dan sikap tak terpuji lainnya.

Maka saya sangat menyepakati, bahwa setiap manusia itu sebenarnya pendosa. Potensi berbuat dosa ada di setiap hela nafas, berkat kegigihan setan yang menggoda dengan berbagai cara dan muslihat. Agar manusia tersesat dari yang lurus, beralih bergelimang jalan kebathilan. 

Penting manusia mengilmui diri, dengan ilmu bisa mengelola kehidupan. Dengan ilmu manusia paham, bagaimana semesta bekerja. Bagaiamana syariat ditunaikan, demi kemaslahatan bumi dan seisinya.

Bahwa kemanfaatan yang diperbuat di alam fana, kelak menjadi amal saat penghisaban. Dan alam baqa, adalah sebaik-baik tempat pembalasan.

---

Masa pandemi , mengantarkan hikmah sangat luar biasa. Ujian kesabaran terpampang di depan mata, saya merasa sampai di titik nadir. Ujian kesempitan, ujian kesehatan, ujian keimanan, yang (mau tak mau) musti dihadapi dengan kesabaran.

Saya seperti diingatkan tentang kesabaran, yang dikisahkan oleh teman SMA. Dan nasehat bersabar dari kenalan atau orang dekat, rasanya tidak membantu dan ingin memberontak.

Demi menentramkan hati, sesering mungkin saya memutar murotal dan atau menyimak kajian dari yotube. Hal demikian sangat efektif, meredam sedih dan membangkitkan pengharapan. Segala cara menghibur diri saya lakukan, perlahan-lahan sedih mulai bisa ditepiskan.

Hal tak dinyana saya alami, ego yang dulu meluap-luap, kebiasaan suka nyaut ucapan orang lain, meluntur. Saya sangat mensyukuri hal tersebut, bahwa ujian yang didatangkan Alloh demi kebaikan hamba-NYA.

Teman-teman , yang diuji kesempitan, kesehatan, atau ujian apapun yang memilukan. Saya melangitkan doa dengan sungguh, semoga bisa mengambil hikmah besar dibalik semua ujian itu.

Betapa Sang Pemilik, sedang memroses hamba dikasihi menjadi hamba yang lebih baik. Hamba yang kafah, agar menebarkan kebaikan dan kemanfaatan. Dan menjadi sabar itu, ilmunya hanya bisa diraih dengan praktek.   Wallahu’alam bishowab- semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA