Home

28 Des 2018

Waspada di Usia 40 Tahun !

sumber muslimmoderat.com
(artikel ini pernah ditayangkan di Kompasiana dengan Penulis yang sama)
“Istrinya Pak (sebut saja) Aman, minta tolong mobil dan rumahnya dijual.”
“Oo, memang kenapa dijual ?” jawab saya balik bertanya.
“Mereka mau pindah ke kampung.”

Siang di hari libur, saya sempat ngobrol dengan tetangga. Kebetiulan kami sama-sama sedang ada di depan rumah, sedang membersihkan rumput.
Meski bertetangga, kami relatif jarang ketemu dan ngobrol. Seperti keseharian warga urban pada umumnya, masing-masing punya kesibukan, belum tentu bisa santai setiap hari.

“Anaknya kan belum lulus, kasian kalau diajak pindah.” Saya tidak bisa menyembunyikan rasa heran.
“Itu, Pak Aman musti cuci darah.”
“O’ YA....!” sontak, saya kaget.
“Mungkin, kalau di kampung kan banyak saudara.”

Obrolan singkat, pada siang yang mendung. Benar-benar menyampaikan kabar sedih sekaligus menyedihkan, datang dari tetangga berbeda gang.

Saya cukup mengenal, nama yang sedang kami perbincangkan. Kebetulan, sewaktu mbarep saya masih taman kanak-kanan, sekelas dengan anak bapak ini --- yang sedang sakit--.

Pada waktu anak mau masuk SD, kami orang tua janjian, mencari sekolah bersama-sama. Kala itu, tiga sekolah sedang kami incar. Dengan bersepeda motor, satu persatu sekolah didatangi untuk mencari informasi.

Dua dari tiga sekolah, kami pilih dan anak didaftarkan. Pada akhirnya, anak kami masing-masing, dterima di sekolah yang berbeda.
Sejak saat itu, kami mulai jarang berinteraksi dan jarang bertemu.  Karena rumah beda jalan, hanya sesekali berpapasan, ketemu kalau ada acara di lingkungan RT.

-0o0-

Era digital, membawa berkah bagi generasi kami—yang tumbuh di era 80-an--. Masa loncatan teknologi, sungguh kami alami dan rasakan.
Generasi 80-an, pada masa kecil akrab dengan permainan tradisional. Pada masa dewasa, tak ketinggalan dengan tehnologi masa kini.

Setelah generasi kami lulus SMA, sempat kesulitan mencari jejak (teman) satu dengan yang lain. Punya kesempatan ketemu, saat hari lebaran tiba. Itupun, hanya satu atau dua orang saja.
Ide reunian, adalah ide yang berat direalisasikan. Mengingat, setelah berpencar jarak dan ruang, tidak setiap teman tahu keberadaan teman lainnya.

Ketika muncul media sosial. Aplikasi ini, sebagai sarana, membantu mempertemukan teman-teman lawas. Kami bisa saling terhubung, meski hanya melalui dunia maya.
Menyusul hadirnya aplikasi chatting, melancarkan komunikasi dan interaksi secara lebih personal. Siapapun bisa japri, asal punya nomor orang yang dituju.

Reuni SMA - koleksi pribadi
Saya punya beberapa group chatting, satu diantaranya dengan teman semasa SMA. Group ini, menjadi tempat berkangen-kangenan.
Kami bisa ngobrol ngalor ngidul, mengenang masa lalu yang indah. Bahkan, sesekali membawa suasana masa lalu, pada percakapan kami.

Diantara sekian banyak hal yang diobrolkan, ada satu kabar paling tidak saya suka. Ketika ada yang mengabarkan, seorang teman yang sedang sakit.
Ya. Teman semasa SMA saya, menderita sakit yang cukup parah. Dari foto terkirim, tampak badannya semakin kurus dengan tulang terlihat menonjol.

Wajah tampan semasa SMA itu, seolah menguap meskipun garisnya tak hapus begitu saja. Lelaki yang dulu berperawakan gagah, lebih banyak berbaring tak berdaya.
-0o0-

Jodoh, rejeki, maut, memang menjadi rahasia Tuhan. Setiap manusia, sudah memiliki catatan sendiri-sendiri. Yang bisa dilakukan manusia, tidak lain sebatas berusaha dengan sungguh. Menjaga yang (masih) menjadi milik, dengan sebaik-baiknya sepenuh kemampuan.

Dua nama saya kenal (tetangga dan teman SMA), menyentakkan sebuah kesadaran baru. Masuk usia empat puluh tahun, musti lebih waspada dalam banyak hal.
Makanan yang diasup tubuh, pola hidup yang diterapkan, sikap dan ucapan yang ditampakkan, semua musti lebih hati-hati dan dijaga.

Usia empat puluh tahun, ibarat perjalanan sudah menempuh separuhnya. Pasti banyak sudah, asam garam kehidupan direguk.
Usia empat puluh, ibarat mesin kendaraan, sudah dipakai jauh berjalan. Melewati jalan tanjakan, turunan, jalan terjal, berkelok, atau bahkan terpersok dalam kubangan.

Namun, lepas dari semua situasi dihadapi. Modal sehat, adalah lebih dari segala kepemilikan harta dan bendawi. Nikmat dunia manalagi lebih berharga, dibanding kesehatan.

Sehat lahir dan batin, adalah nikmat yang saling berkesinambungan. Orang yang sehat badan, lebih mudah mengelola batin yang sehat. Pun orang dengan batin sehat, lebih mudah menggerakkan raga untuk lebih sehat.


Usia empat puluh, Yuk semakin Waspada !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA