24 Jul 2015

Menjadi Pengelola Keuangan Pribadi


Pos Keuangan
Manusia tak akan pernah lepas dari kebutuhan, utamanya pangan, sandang, pendidikan, kesehatan, papan. Dengan kebutuhanlah menghubungkan manusia satu dengan lain, melalui aneka kepentingan dalam pencarian nafkah. Itulah alasan mengapa manusia harus bekerja, agar mengisi waktu demi waktu dengan kegiatan produktif. Berkompetisi secara sehat antar manusia, demi mencapai pemenuhan kebutuhan yang lebih baik.


Sejak awal bekerja saya mulai berlatih mengelola keuangan, gaji dalam sebulan langsung diatur sedemikian rupa. Kebetulan usai lulus Sekolah Menengah Atas puluhan tahun silam, saya bekerja dulu baru menyusul kuliah dua tahun kemudian.
"Wah sudah gajian nih, bisa belanja macam- macam dong" celetuk teman kampus
"Uang gaji kan untuk jatah sebulan" jawab saya diplomatis
"Masak gak pengin nyenengin diri" celetuk seorang teman.
*saya memilih tidak merespon agar tidak berkepanjangan*
Kebiasaan beberapa teman sekantor tak saya ikuti, langsung membeli pakaian atau barang kurang perlu setelah gajian.
"Mumpung ada uang belanja sekarang" celetuk teman sekantor
Sikap saya memilih tak bereaksi berlebih, masalah gaya hidup memang tak bisa dipaksakan.
Seorang financial planner kenamaan pernah berujar,
"Beda antara hemat dan pelit"
Hemat ; membeli barang sesuai kebutuhan
Pelit ; enggan membeli apapun meski sebenarnya butuh
Kala itu usai amplop gajian diterima langsung saya atur, sepuluh sampai duapuluh persen disimpan. Kemudian menyisihkan uang untuk pengeluaran tetap,  seperti uang kost bulanan, kemudian uang SPP kuliah (ketika itu bekerja sambil kuliah). Baru uang sisanya dibagi tigapuluh hari, untuk alokasi kebutuhan makan dan transportasi.
Sebagai bujang saya menyiasati pola makan, biar cukup tak enggan menjalankan puasa senin dan kamis.
O'ya tips paling manjur diterapkan
Rajin mencari informasi dan mendatangi acara seminar baik dikampus sendiri atau kampus lain .... ( menyelamatkan budget makan heee..hee)
Urusan transportasi bus atau angkot juga saya atur, dengan mengendarai sepeda gowes ke tempat kerja atau kampus.
Sampai akhirnya bisa lulus kuliah, mendapat pekerjaan kantoran yang sesuai untuk lulusan sarjana. (alhamdulillah)
-0-o-0-
wall dari website www.cermati.com (dokpri)
Kebiasaan semasa perjaka mempengaruhi langkah, terbiasa mengatur pengeluaran semampu saya. Beruntung saya memiliki istri yang sepaham, dalam hal pengelolaan keuangan keluarga. Kami terbiasa membuat pos pos pengeluaran, dengan displin kami terapkan dalam keseharian. Uang belanja bulanan, uang sekolah anak-anak, pengeluaran tetap (listrik, air) semua dipisahkan.
Sayapun  tak henti membuka wawasan pengelolaan keuangan, satu diantaranya browsing artikel di website www.cermati.com.  
Cermati sebagai perusahaan startup bergerak di bidang tehnologi finasial Indonesia, menawarkan produk yang selaras dengan kebiasaan saya mengatur keuangan pribadi. Melalui aneka produk tabungan terbaik yang dihadirkan, berupa tabungan anak, tabungan pegawai, tabungan pensiun, tabungan haji dan banyak produk lainnya.
Semua informasi saya "lahab" kemudian saya saring, mana yang perlu dan tidak saya terapkan sesuai gaya hidup.
Ya Gaya Hidup !!
Sejauh pengalaman dan pemahaman saya rasakan, pengelolaan keuangan (lazimnya) berbanding lurus dengan gaya hidup. Dari gaya hidup menentukan lingkar pergaulan, dengan orang seperti apa sering berteman itulah gambaran diri sendiri.
-0-o-0-

Lebaran Menjadi Resolusi Keuangan
Mudik diatur sesuai kesepakatan (dokpri)
Hari kemenangan umat muslim hari paling dinanti, setelah tigapuluh hari menahan lapar dahaga. Hari raya menjadi berkah bagi semua, pedagang makanan, pakaian, pulsa celular, tempat hiburan, perusahaan transportasi dan masih banyak lagi.
Bagi pekerja di perusahaan mendapat bonus sekali gaji, dibayarkan dalam bentuk Tunjangan Hari Raya (THR). Namun tambahan sebesar sebulan gaji diterima, terpaksa harus menanggung tambahan pengeluaran pula.
Semua lini kebutuhan mengalami lonjakan permintaan, akibatnya semua mengalami lonjakan harga. Seperti hukum ekonomi "semakin banyak permintaan, harga juga meningkat"
Belum lagi budaya memberi angpao kepada keponakan, tentu membutuhkan tambahan pos pengeluaran.
Bagaimana cara saya?
Alokasi Mudik?
Kami enam saudara (termasuk saya) sudah berkeluarga, mengatur pulang ke kampung dua tahun sekali. Setahun berkumpul di rumah ibu sendiri, tahun berikutnya di rumah mertua masing-masing.
Tapi tunggu dulu !!! Saya punya cara agar ibu tak terlalu sedih, tahun ini saya tetap memilih mudik.
Tapi......?
Jatah lebaran tahun ini kumpul di mertua, maka saya pulang kampung di awal bulan puasa. Ticket transportasi masih dengan harga normal, kami bisa bersua dengan ibu di kampung halaman. Pas hari lebaran tiba sungkem lewat sambungan telepon, tanpa memendam perasaan kangen yang berlebihan.
Baju lebaran ??
Pakaian anak-anak disiapkan jauh jauh hari, dua atau tiga bulan sebelum bulan puasa tiba sudah dibeli. Sementara untuk saya dan istri cukup baju yang ada, bagi kami berdua lebaran sudah tidak identik dengan baju baru.
Untuk kue-kue ?
Kebetulan ada kakak ipar jago membuat kue kering,  memilih patungan membeli bahan  menjadi cara jitu mengatur pegeluaran.
THR dan Angpau
Kebiasaan menyisihkan hingga duapuluh persen uang bulanan, berdampak bagus membackup kebutuhan khusus ini. THR untuk ibu kandung dan ibu mertua tersedia, pun untuk beberapa keponakan dimasukkan amplop kecil.
Sulung dengan sepatu barunya (dokpri)

Sepatu adiknya yang masih TK (dokpri)
Usai Lebaran..
Anak-anak biasanya dapat angpao dari pakde  atau paklik, kami tidak utak atik karena hak mereka. Tahun ini dua anak saya membeli sepatu sekolah, menggunakan uang hasil berlebaran. Keinginan tersebut inisiatif mereka sendiri, tidak kami paksa atau arahkan.
Pilihan mereka secara tidak langsung meringankan beban ayahnya, tidak perlu mengalokasikan uang beli sepatu.
Resolusi tahun ini lumayan bisa mengatasi pengeluaran, sehingga keluarga kami bisa berlebaran dengan baik dan tidak terlalu konsumtif. (salam)

2 komentar:

  1. Tanpa perencanaan, yang ada malah defisit di belakang ya pak Agung. Salam MJ

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat Mas Masluh
      terimakasih banyak sudah berkunjung
      salam :)

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA