Setiap tulisan sejatinya
membawa nasibnya, saya meyakini hal ini. Tulisan ibarat hasil kontemplasi,
lahir dari rahim pemikiran penulisnya.
Sajak “Aku”
karya Chairil Anwar, novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” karya Buya Hamka,
kitab “Mukaddimah Ibnu Kaldun” karya Ibnu Kaldun dan seterusnya. Adalah
beberapa tulisan, yang telah menemukan nasibnya yaitu berumur panjang.
Setiap tulisan, baik
masih berupa konsep sangat awal. Masih disimpan di draft, belum dipublikasikan.
Ibarat bayi yang baru lahir, membawa suratan nasibnya masing-masing.
00o00
Masa ngeblog pernah menanjak, dunia tulis menulis membuka kesempatan siapapun menjadi penulis. Bayak pihak menggunakan jasa blogger, untuk mempromosikan mendongkrak brand atau produk-nya.
Writing contest digelar untuk blogger, mulai Perusahaan Swasta, Kantor Kementrian, Perusahaan Property, Perbankan, Restoran, Lembaga sosial dan nirlaba (NGO) dan lain sebagainya.
Hadiahnya cukup menggiurkan,
mulai pulsa ratusan ribu, voucher belanja, voucher menginap di hotel, gadget
atau barang elektronik, uang cash, jalan-jalan, sampai mobil seharga ratusan
juta.
Sayapun kerap kepincut, selanjutnya mengerahkan segenap upaya melahirkan tulisan terbaik. Selain tulisan mempersiapkan foto pendukung, wawancara dengan narasumber kredibel. Bahkan kalau diperlukan, membuat video agar tulisan maksimal abis.
Daaaan,
hasilnya..... deg-deg,... deg-deg,... deg-deg... membuka link pengumuman
pemenang, rasanya deg- degan luar biasa. Siapa yang menang, ibarat teka-teki
mendebarkan.
Saya punya keyakinan, keberhasilan sebuah tulisan tergantung penulisnya menangkap selera juri. Karena menang atau kalah, bukan satu satunya indikasi baik tidaknya tulisan.
Saya punya pengalaman, tulisan yang kalah di lomba. Tetapi masih dikunjungi pembaca, setelah lomba selesai. Traffic-nya meningkat tajam, masih saja dikomentari pembaca.
Tak ubahnya ajang pencarian bakat nyanyi, juara satu tidak selalu yang survive di industri musik. Setelah kontes berakhir, banyak yang tidak juara justru karirnya bertahan.
Kekalahan dan atau kemenangan tulisan dalam sebuah lomba, tidak ada kaitannya dengan kelanjutan nasib tulisan atau penulisnya. Siapa yang tekun dan terus belajar, niscaya menemukan keadaan yang tidak disangka.
Seperti kata Thomas Alfa Edison, penemu bohlam, “Jenius adalah satu persen inspirasi, sembilan puluh sembilan persen perspirasi.” Penulis yang ingin melahirkan karya yang baik, musti menulis, menulis dan terus menulis.
Kita tidak akan pernah tahu, pada tulisan ke berapa menjadi tulisan yang diapresiasi pembaca. Kekalahan dan kemenangan tulisan, adalah hal yang sangat biasa. Tidak usah disikapi berlebihan, apalagi sampai mematahkan semangat.
Toh, kalau sudah berupaya dan tetap kalah. Setidaknya, kita sudah memberi usaha terbaik dimiliki. Nasib tulisan bukan di tangan penulis, tapi kritalisasi upaya yang sungguh.
Maka selama nafas masih dikandung badan, jangan pernah selesai belajar. Menulislah, menulislah dan terus menulislah. Urusan diapresiasi atau tidak, biarlah menjadi nasib dari tulisan itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA