4 Sep 2025

Kedermawanan Itu Soal Mental Bukan Kekayaan


Sekira tiga tahunan, saya pernah mengawal kegiatan berbagi. Dengan bendera komunitas, saya dipersuakan orang-orang berhati baik. Mereka dengan jiwa sosial luar biasa, tidak semua orang berkelebihan. Kebanyakan donatur gaya hidup bersahaja, tinggal di rumah yang biasa-biasa saja.

Saya sampai satu kesimpulan, sikap dermawan sejatinya selaras dengan soal mental. Kegemaran berbagi, tidak selalu berbanding lurus dengan kegelimangan harta.

Maaf-maaf kata nih, orang yang berkelebihan tidak serta merta tergerak dengan ajakan berbagi. Ada yang tampak tak peduli, ada yang mengiyakan tapi tidak dibarengi aksi.

Sifat kedermawanan, tidak bisa ditilik dari penampilan luar. Tidak bisa direka dari gaya hidup, karena kedermawanan itu soal mental.

------

Medsos dengan konsep video pendeknya, menyajikan aneka konten. Ada konten jenaka, konten  inspirasi, konten kuliner, dan lain sebagainya.

Diantara aneka tayangan di beranda medsos saya, konten berbagi mendapat tanggapan bagus. Terindikasi dari jumlah like, serta banyak komentar di kolom di bawah konten.

Saya penggemar konten humanis, dengan pesan menyentuh melembutkan hati. Ada satu akun saya ikuti, milik anak muda energik dan bersemangat dalam urusan berbagi.

Salah satu kontennya di pedalaman Afrika, anak muda menggalang donasi pembangunan masjid. Sebuah masjid kondisinya sangat memprihatikan, dinding dan atap terbuat dari seng, lantainya  hamparan tanah liat. Belum genap sepekan, konten kreator melaporkan  donasi hingga puluhan juta.

Pemilik hati baik itu, tidak semua berkelebihan. Ada yang menyumbang sedikit, karena keterbatasan.

Kedermawanan Itu Soal Mental Bukan Kekayaan


“Seandainya saya kaya, saya akan gemar berbagi seperti mas di video ini”

“Inilah alasan yang membuat gue pengin kaya, biar gampang sedekah”

“Enak yang jadi orang berpunya, seandainya aku di posisi mas (pemilik konten) ini”

Dari sekian banyak komentar di kolom konten berbagi, ada beberapa yang mirip saya temui. Adalah keinginan mengulurkan tangan, tetapi terhalang dengan kondisi kesusahan.

Membaca komentar ini, rasanya bertolak belakang dengan pengalaman. Saya justru menemui dermawan, meski kondisinya pas- pasan. 

Sifat dermawan bisa dimiliki siapa saja, bisa yang banyak uang atau yang pas- pasan. Karena sifat kedermawanan, tidak didominasi orang di kalangan tertentu. Berderma bisa sesuai kemampuan, sebisanya semampunya.

Nyatanya, banyak yang berpunya enggan berderma. Dan sangat banyak, yang pas-pasan tidak tergerak hati berbagi. Alasannya jelas, untuk sendiri saja kurang mengapa musti dibagi.

Bahwa kedermawanan soal mental, dia terlepas dari kondisi si penderma. Baik sedang banyak uang atau dalam  sempit, tidak menghalangi kebiasaan berbagi.   

Maka saya sangsi, komentar “kalau banyak uang saya akan rajin sedekah”, “seandainya kaya, saya akan mudah berderma,”.

Karena berbagi bisa dilakukan siapapun kapanpun, tidak terpengaruh kondisi. Kalau dasarnya senang berbagi, segala upaya dilakukan menunaikan kegemarannya. 

Kedermawanan itu soal mental bukan kekayaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA