4 Feb 2024

Catatan dari Novel “Anak Rantau” Karya A. Fuadi

 

Saya yakin, nama A Fuadi sudah tidak asing lagi. Novel Triloginya”Negeri 5 Menara”, “Ranah 3 Warna” dan “Rantau 1 Muara”, telah melambungkan namanya sebagai penulis. Dan ingin mengikuti jejak novel trilogi, sang penulis mempersembahkan novel Anak Rantau.

Saya yang perantau menyepakati, betapa challenging-nya dunia rantau. Seorang perantauan, dituntut belajar akan banyak hal. Mengatasi  masalah keseharian, perlahan-lahan (secara alami) berdiri di atas kaki sendiri.

Fuady mengutip hadist yang dipercayai anak pesantren, “orang yang berjalan jauh untuk menuntut ilmu akan didoakan Malaikat bahkan ikan di laut.” (cuplikan hadis ini juga ditulis di “Negri 5 menara”).

---

Anak Rantau, bisa menjadi representasi kondisi terjadi di negara kita. Saat ini euforia Pilpres, tak ayal menorehkan luka. Perang umpatan di medsos, debat kusir yang berlarut. Bahkan ada yang mengungkit, kejadian di Pilpres lima tahun silan.

Bahwa luka yang dalam, sangat mungkin tidak kunjung sembuh. Dua pihak berseberangan, selalu melihat satu peristiwa dari dua sudut pandang.

Luka fisik bisa diobati, kalau luka hati dan luka batin susah diobati,” ujar Fuady. 

Anak Rantau, menampilkan karakter Hepi, anak kota yang diajak ke kampung ayahnya untuk diproses menjadi orang baik. Di kampung si ayah, Hepi menemukan teman baru dan orang orang yang terluka.

Salah satunya kakeknya sendiri, yang pejuang di masa kemerdekaan dan dilukai kebijakan negara sendiri. Ssampai akhirnya si kakek tercerahkan, bahwa sakit hati hanya menambah beban luka. Obatnya hanya satu, yaitu memafkan dan melupakan.

Tema merantau, menjadi romantisme penulisnya akan danau Maninjau, kampung halamannya. Yang kemudian dibalut tema detektif, menampilkan karakter datuk dan anak muda terkena narkoba.  Namun pesan kuat novel Anak Rantau, adalah mengobati luka untuk menumbuhkan banyak maaf pada masa silam.

Novel dengan 370 halaman ditulis selama 4 tahun, mencakup pengeraman ide dan riset. Fuady mengaku kesulitan mengembangkan cerita, namun setelah riset, wawancara dan permenungan akhirnya ketemu ruh cerita.

Fuadi menempel mind map di dinding kamarnya, guna membantu garis besar tulisan. Agar ide ide bermunculan, sempat tinggal beberapa waktu di  kampung halaman. Ngobrol dengan alim ulama, tokoh adat dan perantau yang sudah kembali ke kampung. Untuk memperkuat kisah tetang narkoba, Fuady melakukan riset kepada intel BNN.

Miftah Sabri, CEO Selasar, adalah orang yang membaca Anak Rantau saat masih dalam bentuk draft. Mengakui membaca tokoh Hepi, seperti membaca perjalanannya sendiri. Mengingat dirinya yang piatu, ibundanya berpulang tak lama berselang setelah kelahirannya.

Miftah dibawa ayahnya ke kampung, sehingga sangat bisa merasakan suasana hati Hepi. Miftah kagum, novel Anak Rantau ditulis dengan gaya bahasa sederhana. Berangkat dari point of view, karakter Hepi yang anak puber.

 “Potret yang ada di buku ini, terjadi dan ada di seluruh daerah di Indonesia. Fuady bagaikan sosiolog, memotret sebuah kampung yang mewakili kampung di negeri kita,” tambah Miftah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA