Home

14 Mar 2016

Obat Lebih dari Sekedar Obat


Ibunda (dokpri)
"Doain ibu sehat ya Le" suara perempuan sepuh terdengar dari ujung telepon.
"Pasti buk, saya doakan selalu" balas saya menentramkan, dari tanah perantauan.
Saya anak bungsu, rutin menelpon seminggu sekali. Selain berkirim kabar sehat, di awal bulan saya usahakan mengisi rekening agar ibu gembira.
Ibu adalah segalanya bagi saya, perjuangannya tak disangsikan. Meski lulusan SD, ibulah yang bersemangat menyekolahkan anak-anaknya sampai Perguruan Tinggi. Masih terpatri di ingatan, waktu enam anaknya masih bersekolah. Beliau pontang- panting sampai kabar terdengar, ibu nyaris jatuh ke sungai saat mencari pinjaman uang.

Tapi jangan harap, kisah itu keluar dari mulut ibu sendiri. saya justru mengetahui, dari tetangga yang kebetulan melihat. Sementara saat ditanya, wajah ibu datar seolah tak terjadi apa-apa.
Kini perempuan 70 tahun, menghabiskan waktu banyak di rumah. Lapak di pasar desa, diteruskan mantunya (istri anak ke empat). Keseharian hanya bolak-balik, dari rumah ke rumah anak sulung yang dibangun di tanah kebun sebelah.
-Ibu Masuk Rumah Sakit !!-
Pesan singkat terpampang di layar handphone, terkirim melalui nomor kakak ipar. Kabar ini masuk, persis sehari setelah sambungan telepon dengan ibu. Padahal saat mengobrol kemarin, suaranya jernih tanda sehat.
"Ibu sakit apa mbak?" Saya langsung telepon setengah panik
"Gulanya tinggi" sahut kakak ipar dengan suara bergetar.
Ibu memang memiliki diabetes, konon keturunan dari ayahnya. Entah benar entah salah, mitos bahwa diabetes bisa menurun akibat faktor generik. Saya sendiri pernah mengalami, waktu luka butuh waktu lumayan panjang untuk kering.  
Pernah saya mendengar kisah saudara jauh, jari kaki terpaksa diamputasi karena luka tak kunjung kering akhirnya membusuk. Konon muasalnya adalah penyakit diabetes, yang tak segera ditangani.
Sejak itu, saya rajin menggali informasi tentang penyakit satu ini.  Tindakan pencegahan saya terapkan pada diri, displin menjauh dari makanan yang menjadi pantangan. Memang bukan pekerjaan yang ringan, tapi kalau tidak dilakukan akibatnya lebih bahaya.
Saya ingat sebuah tagline, Pencegahan lebih baik dari mengobati
00o00
Saya bergegas menuju agen bus, memesan ticket untuk keberangkatan besok pagi. Mengingat ada kegiatan yang harus diselesaikan, tak mungkin pulang mendadak hari yang sama. Perkembangan kesehatan ibu terus saya pantau, lewat komunikasi dengan kakak ipar yang setia mengurusi di rumah sakit.
Rumah Sakit Magetan (dokpri)
Saya mengambil jadwal bus sore hari, agar sampai tujuan saat adzan subuh. Selain tidak terjebak macet, suasana tidak terlalu terik. Benar saja, keesokkan hari sampai di terminal kecil perbatasan provinsi Jawa Tengah dan Timur.  Kakak sulung tampak menunggu, kemudian membawa saya langsung ke rumah sakit.
Tak ada lain yang harus ditemui, kecuali perempuan tangguh yang sudah sangat saya kenal. Ketika wujud saya muncul dari balik pintu, bola mata ibu mendadak menggenang. Entahlah, ingin menuangkan kangen atau sekedar mengadu rasa sakitnya.
Moment singkat terasa begitu melankoli, tentang pertautan hati yang sulit untuk dijabarkan. Ibu begitu ringkih, namun terbias semangat di guratan parasnya.
"Waktu badannya menggingil, bibir dan pipi membiru, seluruh tubuh minta dibaluri balsem biar tidak kedinginan. Biasanya hal seperti ini terjadi lima menit-an, kemudian berlanjut dengan hal sebaliknya. Keringat keluar semua, minta dikipasi karena sumuk. Pada saat seperti itu, pakaian mendadak basah. Kalau sudah melewati dua tahap itu, langsung tidur pulas seperti kecapekan." Kakak Ipar cerita panjang lebar. "Pokoknya sekarang tidak boleh makan sembarangan, gorengan dikurangi banyak, nasi diganti perbanyak buah dan minum air putih" lanjutnya
Ibu seperti seorang terdakwa, tak bisa mengelak apalagi membela diri. Kepalanya mengangguk, antara  manut dan pasrah. Untuk urusan makanan, ibu penggemar aneka goreng. Rengginang mentah dibeli, sewaktu-waktu digoreng sendiri kalau sedang kepingin.
Nasi putih baru matang menjadi kesukaan, padahal kandungan gula sangat tinggi. Kalau minum kopi, kerap mengistilahkan nasgitel (Panas, Legi (manis), Kentel). Belum lagi sayur dengan kuah santan, kerap hadir menjadi pilihan.
Hampir seharian saya tak beranjak dari pinggir kasur, berbincang apa saja dengan ibu. Mejelang siang hal sama terjadi, persis seperti yang diceritakan kakak Ipar. Semua mendadak panik, termasuk saya ikut memijat badan yang katanya pegal. Bibir dan pipi membiru, gigi atas dan bawah menggeretak bersentuhan. Selang tak berapa lama, keringat keluar dari pori-pori. Rambut putihnya basah, minta dikipasi bergantian di seluruh tubuh.
"Perutku kaku, bibir rasanya pahit, badan pegal semua, dingin sampai menggigil di sekujur tubuh" kisah ibu menceritakan setelah kambuhnya berlalu "Kalau waktu panas, rasanya berubah enteng, seperti aliran darah yang tersumbat mengalir deras, keringat keluar semua akhirnya badan lemas"
Memang setelah semua keringat keluar, ibu langsung tidur sangat nyenyak. Sebegitu pulasnya, sampai terdengar ngorok pelan. Suara apapun yang terdengar, tak bakal mengusik tidurnya. Yang dia ingat, adalah orang yang ada saat kambuh dinginnya.
"Lho kamu kok di sini tho, sana buruan kerja" begitu bangun ibu menyuruh anak sulungnya pergi.
Padahal kakak pertama datang, waktu bibir ibu sedang membiru.
Kami berenam anak-anaknya, bergantian datang menunggu ibu. Dua kakak beserta istrinya yang ada di kampung, paling padat jadwal di rumah sakit. Sementara empat anak lainnya termasuk saya, menyebar ke lain kota  koordinasi mengatur waktu menjenguk.
Demi mengatasi keluhan perut kaku, menjelang gigil kedinginan datang. Kakak ipar punya cara ampuh, botol kaca yang diisi air panas kemudian di letakkan pada perut ibu. Rupanya cara ini manjur, mengurai perut kaku sekaligus mengusir rasa dingin.  
Usai konsultasi kesehatan dokter memberi obat untuk rutin diminum, ada tiga jenis yang saya baca. Netformin, Allopurinol, Amlodipine minum sehari ada yang satu ada juga dua kali sehari. Disiplin menerapkan nasehat dokter, makan nasi dengan prosi 1/4 nasi putih dan daging tak lebih 1/5 ons sehari. Memperbanyak konsumsi buah, dianjurkan adalah pisang kepok, pepaya, jeruk, apel. Hanya satu buah menjadi pantangan, yaitu buah durian.
Hindari makanan dan minum, yang memiliki kandungan gula tinggi. Sangat dianjurkan sering minum air putih, 2 gelas pagi hari, 4 gelas siang hari dan 2 gelas malam hari. Gula untuk campuran minum harus kurangi, kalaupun pakai sebaiknya gula untuk mencegah diabetes (bukan iklan lho heehe). Namun dokter menganjurkan, sebaiknya memanfaatkan manis alami dari kandungan buah. Perbanyak sayur  yang kaya serat, untuk memperlancar pencernaan.
Kini, setelah banyak membaca membuka wawasan. Saya  lebih prefer konsumsi singkong atau ubi, kandungan karbohidrat pada keduanya sebagai pengganti nasi. Setelah googling, saya dapati pencerahan. Nasi memiliki kadar gula tinggi, berpotensi  meningkatkan level glukosa dalam darah. Nasi putih termasuk karbohidrat sederhana, ketika dicerna langsung menjadi energi.  Nasi tidak bisa menyimpan glikogen (zat sebelum menjadi glukosa), bisa memicu risiko terkena diabetes.

Sementara pada singkong, jagung, roti gandum, ubi, terkandung karbohidrat kompleks. Selain  menyimpan kadar gula rendah, ternyata sanggup menahan kenyang hingga 6 jam. Karbohidrat dari jenis ini disimpan pada liver dan otot, berjaga jaga jika tubuh kekurangan energi. Cadangan glikogen umbi, mampu dipecah menjadi glukosa sebagai sumber energi.
- "Wah bisa double impact, selain menghindari diabet sekaligus diet" Pikir saya-
Gorengan menjadi perhatian khusus, karena minyak konon kurang bersahabat. Semula hampir setiap hari, bakwan, tahu isi dan sejenisnya saya konsumsi. Kini cukup seminggu sekali dua kali,  sekedar mengobati rasa kepingin.
Satu lagi sangat penting, obat dari segala obat adalah PERHATIAN.
Kedatangan kami anak-anaknya, ternyata mujarab untuk membesarkan hati ibu. Kalau hati senang beban pikiran berkurang, semangat untuk sehat otomatis berkobar. Tak saya sia-siakan waktu, berdekatan dengan ibu.
Ibu di rumah sakit (dokpri)
"Kangen ibu wis terobati, kamu boleh pulang Jakarta" ujar ibu suatu pagi sambil tersenyum.
Selama hidup sampai saat ini, beliau paling mengerti seolah membaca pikiran dan perasaan saya. Pada usia saat ini, masih banyak tugas kehidupan harus saya selesaikan. Menunaikan banyak urusan keseharian, serta mengantar anak-anak menuju dewasa.
"Kalau saya balik ke Jakarta, ibu mau berjanji  untuk sehat" jawab saya bersyarat
"Iyo le, ibu wis sehat" tegasnya meyakinkan.
langkahpun mengayun, meninggalkan bangsal rumah sakit. Kakak sulung  yang telah menjemput, kini mengantar menuju terminal bus antar kota. Dalam hati terus terlantun doa sembari membayangkan raut berkerut, khusus bagi ibunda yang sudah lanjut usia.
- Pak dokter bilang, siang ini Ibu sudah boleh pulang-

SMS dari kakak ipar masuk, tak lama setelah bus bergerak meninggalkan terminal di kampung halaman. (salam)


http://www.inharmonyclinic.com/

32 komentar:

  1. Hati saya agak gimana ketika membaca ini. Papah mertua saya juga terkena diabetes. Ada kekhawatiran besar kalau akan menurun kepada anak dan cucunya. Rasanya bagaimana gitu ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Musti melakukan tindakan pencegahan Mbak, saya juga berupaya lakukan tersebut
      salam sehat dan sukses

      Hapus
  2. lho..dari Magetan tho. Ibu mertua, kebetulan di Magetan juga, kena diabetes. Memang paling susah pantangan makan yang enak-enak. Semoga bisa disiplin ya, untuk kesehatan diri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak dari Magetan
      kata dokter, penyakit datang dari asupan yang masuk ke tubuh
      salam sehat dan sukses

      Hapus
  3. Baca ini, jadi inget bapa saya yang lagi terbaring sudah hampir 6 thn.. selain karena usia sudah uzur juga py riwayat penyakit diabet.

    Semoga lekas sehat seluruh keluarga disana ya mas Han..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aminn
      Salam sehat utk kita semua mbak Yulia

      Hapus
  4. makasih nih jd diingatkan, saya itu setelah berkeluarga jarang sekali emmperhatikan ibu bahkan menelepon pun jarang karena udah sibuk sama keluarga seniri padahal walo ditelpon ibu seneng banget :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak Kania. Sekarang, saya yang "jaga gawang". Kedua adik saya di luar kota semua. Ibu saya pengennya anak2nya yang dua itu menelepon tiap minggu. Kalo lupa, saya yang diminta meneleponkan. Kalo sudah ngobrol, Ibu akan berkata, "Kamu sudah lupa, ya sama Mama." Iya benar, ditelepon pun ibu kita senang.

      Hapus
    2. Sepakat mbak Mugniar
      Salam utk keluarga

      Hapus
  5. Iya Mas, memang ada faktor genetik untuk diabetes dan bbrp penyakit lain. Ayah saya, usia jalan 76 tahun, kandungan gulanya suka naik tapi belia pandai menurunkan dan menjaga kadar gulanya. Kebetulan dulu beliau bekerja di bidang farmasi. Kalau tba2 naik maka beliau sangat menjaga makanannya.

    Sepupu saya juga ada yang kena diabetes, usianya sekarang sudah kepala 6.

    Saya pun sudah terasa, kandungan gula dalam tubuh saya cepat naiknya di usia kepala 4 ini. Jadi memang harus jaga makanan sejak sekarang.

    Moga2 ibunya Mas Agung sehat selalu, ya. Dan Mas Agung bisa berbakti sebaik2nya pada beliau.

    BalasHapus
  6. Jadi ingat alm. kakek yg ngotot pengen ketemu saya pas opname di RS, padahal semua anaknya sudah ngumpul tp karena saya cucu pertama kesayangan jadilah saya saat itu terbang dari jakarta ke lamongan biar hatinya alm. tentram dan segera pulih, sayangnya 2 minggu setelah saya kembali ke rantau beliau meninggal

    BalasHapus
  7. Kalau saya boleh menyarankan coba konsumsi obat herbal saja mas, karena obat herbal di percaya sangat ampuh untuk menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit termasuk penyakit sedang di derita tersebut.

    BalasHapus
  8. Selalu sedih ya kalau lihat orangtua sakit. Apalagi kalau sudah sepi begitu. Sehat selalu. Amiin

    BalasHapus
  9. Semoga ibunya sehat selalu, pak Agung. Diabetes memang salah satu penyakit yang kadang tidak diketahui awalnya, tahu-tahu 'sudah kena'. Haru, pak Agung begitu mencintai ibu, yang pastinya memang sangat berarti bagi anak-anaknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih mbak Riap Windhu
      Salam sehat dan sukses

      Hapus
  10. Mas Agung, semoga ibu diberi kesehatan. Amiiin.

    BalasHapus
  11. Ulasannya sangat menginspirasi mas agung, jadi mengingatkan pada ibuku di Lampung.
    Kita selagi punya orang tua harus bener-bener dijaga dengan semaksimal mungkin, karena orangtua adalah segalanya.
    Semoga lekas sembuh ya ibunya mas agung.
    aminnn

    BalasHapus
  12. Kalau saya boleh kasih saran coba konsumsi obat herbal saja karena obat herbal di percaya sangat ampuh untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit dengan cepat aman dan tanpa efek samping.

    Semoga cepat sembuh ya ibunya. Amin

    BalasHapus
  13. Saya ikut berdoa semoga Ibunya ngalamin sakit itu terahir, selebihnya sehat selalu biar Mas Agung nya juga gak kawatir lagi. Alm. Ayah saya juga dulu ada diabetesnya. Hmm, never give up..!

    udah saya follow blgonya, ditunggu follback ya mas.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. trimakasih mas Yudi
      salam sehat dan sukses, siap saya folbek

      Hapus
    2. Mas Yudi maaf saya gatek, mau folback kok ga bisa :)
      ada URL blognya ? biar say copas hehehe
      sakam

      Hapus
  14. hemm, aku kok jadi ikut sedih ya, gak tega kalo ortu sakit

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih Jeng WInda
      salam sehat dan sukses utk semua amin

      Hapus
  15. Baca ini makin menguatkan untuk jagain Bapaaaaak. Iyes, agree banget Mas, kalo dukungan dan perhatian keluarga sangat berpengaruh untuk kesembuhan pas Bapak/Ibu sakit

    BalasHapus
  16. Itulah arti seorang anak bagi Ibu dan begitu juga sebaliknya. Alhamdulillah Mas Agung masih punya Ibu. Salut dengan sikap tanggap dan cepat Mas Agung untuk segera menengok Ibu ketika mendengar kabar. Semoga Mas Agung mendapat keberkahan dari Ibu dan Allah Swt. Aamiin. Btw, mau ya dimarahin Cikgu Haya? Koq nulis paragraphnya puanjaaang pake amat sih, hehe...

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA