24 Nov 2017

Ingat, Gadget Bukan Momok Buat Anak !



Talkshow 101 Gadget for kid di GIANT Bintaro -dokpri

“Ini anak, main Gadgeeet mulu!”
Pernah ga, mendengar kalimat geram seperti di atas. Biasanya, kalimat ini, diucapkan ayah atau ibunya, sedang  gemes, karena si anak focus pada layar smartphone.
Tak bisa dipungkiri, gadget telah menjadi bagian, dari keseharian manusia modern. Tak hanya orang tua, remaja dan anak-anak juga terdampak dengan kehadiran teknologi.
Apakah ini pertanda buruk?
Tunggu dulu, jangan terlalu cepat ambil kesimpulan.
Kehadiran gadget, ibarat dua sisi mata uang. Dampaknya bisa buruk, tapi bisa juga baik, tergantung bagaimana mengelolanya.

Pada puncak acara GIANT Faunatic, dalam rangka Hari Anak International 2017. Pada Rabu, 22 November 2017, Blogger hadir dalam diskusi parenting, mengangkat tema “Gadget 101 For Kids.”
Menghadirkan narasumber Elizabeth Santosa – akrab disapa Lizi-, seorang Psikolog, Penulis, sekaligus Komisioner di KPAI.
Apa itu GIANT Faunatic, adalah Lomba menggambar, untuk anak usaia 6-12 tahun. Peserta  menggambar tema fauna, sekreatif dan seimajinatif mungkin.
Dalam jangka waktu satu minggu lebih, telah terkumpul 313 karya dari 46 sekolah di Jabodetabek. Proses penjurian dilakukan cukup ketat, baik dari juri ekternal dan jajaran management giant.
Kemudian dipilih sepuluh pemenang, karyanya diabadikan dalam produk GIANT, misalnya tas belanja di Giant—keren ya.
Bapak Tony Mampuk, GM Corporate Affairs GIANT -dokpri

Dalam sambutanya, Bapak Tony Mampuk, selaku GM Corporate Affairs Giant menyampaikan, “Era digital saat ini, tidak mungkin menghindari anak dari gadget. Karena penggunaan gadget yang tepat, dapat berperan positif untuk tumbuh kembang anak.”
Mengapa, terjadi gab antar generasi?
Sebagian kita para orang tua, (mungkin) ada yang melihat anak-anak sekarang, lebih manja, lebih instan dsb.
Tanpa disadari, kita melihat genarasi sekarang, dari sisi negatif. Akibat pandangan inilah, akan  membuat jurang pemisah itu.
Kita para orang tua, selalu berpikir dari kacamata diri sendiri. Biasanya nih, membandingkan dengan jaman dulu, waktu si ayah atau ibu masih kanak-kanak.
“Waktu ibu kecil, gak berani tuh, ngobrol sama orang tua, sambil menatap mata”
“Waktu ayah masih SD, kalau sama Pak Guru itu hormat, tidak berani ketawa ketiwi cengengesan”
“Dulu, kalau ke sekolah bla...bla.....bla....”, “Dulu, kalau dinasehati ini itu, ina inu, begini begitu......”
Tapi itu kan dulu!, sekarang beda dong. Jujur, saya juga sudah menjadi orang tua. Rasanya ga enak, kalau membanding-bandingkan jaman. Bukankah setiap masa, memiliki perbedaan karakter.
Akibat melihat dari kacamata sendiri, maka stigma negatif terus terjadi. Padahal, masa terus berputar, yang musti dirubah adalah midset.
Misal nih, jaman dulu namanya sosialisasi, identik dengan berkunjung, dilakukan hanya dengan bertatap muka. Atau bertemu dengan orang yang dituju, ngobrol sambil saling menatap.
Jaman sudah berubah. Jangan salah lho, anak yang di depan layar gadget, mereka juga sedang bersosialisasi dengan teman-temannya, lewat chating atau WA.
Lizi Santosa -dokpri

Menurut Lizi Santosa, perubahan karakter jaman, tidak terjadi apa skup personal saja. Hal serupa juga dialami, sampai level corporate atau perusahaan.
Jaman ayah ibu kita dulu, bekerja di sebuah perusahaan, bisa sampai 30 – 40 tahun. Kemudian jaman kita, mulai turun –mungkin- sepuluh tahun bertahan di sebuah perusahaan.  Anak muda jaman sekarang, (bisa jadi) betah bekerja di satu perusahaan, tidak sampai lima tahun.
Generasi millenial, punya karakteristik khusus. Mereka suka sukses, mereka senang kepraktisan. Bisa jadi, anak-anak jaman sekarang, lebih tertarik menjadi entrepreneur. Mereka tertarik, menjadi youtubers, atau gaming atau robotik dsb.
Hal ini, sama sekali tidak salah, karena anak muda,adalah produk yang dibentuk oleh lingkungan. Tugas orang tua, adalah melakukan pendampingan, agar anak-anak mencintai proses.
Apalagi, anak jaman sekerang, sangat percaya diri, haus pengakuan, dan digital oriented – hal ini merupakan bagian dari evolusi.
Teknologi tidak selalu berdampak buruk, bahkan teknologi punya banyak kebaikan selama dikontrol. Semua tergantung pola asuh orang tua, sebagai bekal anak-anak melangkah di dunia luar.
Gadget bukan momok ya, ayah dan ibu, karena dalam gadget, sebenarnya banyak hal positif, sepeti games edukatif. Masalahnya bagaimana ada keseimbangan, membuat aturan gadget, sesuai kesepakatan anak dan orang tua.
Kata kuncinya adalah keseimbangan,” Tegas Lizi Santosa.
Gadget, tidak boleh menggantikan orang tua. Tapi, Gadget, harus mempermudah peran orang tua. Kalau anak-anak sudah taat pada aturan, orang tua harus konsisten.
Dokumentasi Pribadi
 -0-
Pemenang GIANT Faunatic -dokpri

GIANT Faunatic diadakan, mulai tanggal 23 Oktober – 2 November 2017. 10 gambar terbaik, akan mendapatkan hadiah total 30 juta rupiah. Selain itu, hasil karyanya akan dijadikan design reusable bag, yang akan dijual oleh GIANT secara nasional.
Berikut 10 Pemenang Giant Faunatic
 Hapsari Nisrina Adi Rizky
 Fira Khairunisa Yulifar
Charlene Jesephine 
Cornelius Kenneth Riffianto    
Sherly Vermont Kwerni  
Keiko Audrine Jovita 
Faeyza Rizky Hidayat
Farrel Rizky Hidayat
Wulan Anjan 
Cheche Kirani
Giant ingin mengajak para pelanggan bergaya hidup ramah lingkungan, salah satunya dengan mengurangi penggunaan plastik, sebagai gantinya GIANT akan menawarkan reusable bag dengan design yang menarik. Hasil karya anak-anak Indonesia” Tutup Tony Mampuk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA