dokpri |
Saya meyakini, setiap tulisan membawa nasib sendiri, tulisan ibarat hasil kontemplasi, kelahirannya dipengaruhi oleh banyak faktor.
Setiap tulisan, baik yang baru terbetik ide, masih dalam
bentuk konsep, sudah ditulis awal atau
draft (harus direvisi), masih tersimpan di dashboard, esensinya adalah tulisan juga.
Untuk topik yang sama, tulisan setiap orang dijamin berbeda, dipengaruhi proses tengah berlangsung dibalik tulisan tersebut.
Ada tulisan yang hasilnya biasa saja, ada yang mengesankan
dan diingat pembaca, ada yang menginspirasi, bahkan ada yang diviralkan.
Era medsos dan era ngeblog yang berlangsung saat
ini, memunculkan banyak sekali penulis (baca blogger).
Setiap penulis membawa ciri khas, sejalan dengan pengalaman, latar belakang keilmuan, pergaulan, ketertarikan terhadap bidang disukai.
Peluang semakin terbuka lebar, karena banyak kalangan
membutuhkan jasa penulis atau blogger untuk mempromosikan kegiatan atau produk.
Tidak jarang digelar lomba menulis oleh pemilik
produk/ kegiatan, dengan menyediakan hadiah menggiurkan menarik minat peserta.
Saya sendiri kepincut, beberapa lomba dengan tema yang sesuai minat, hadiah
disediakan tak kalah menawan.
Persiapan saya lakukan, bersedia mengerahkan upaya dan segenap
kemampuan, demi melahirkan tulisan terbaik – setidaknya menurut diri pribadi.
Menyiapkan waktu untuk hunting foto pendukung,
mencari narasumber kredibel sesuai tema, kalau perlu sekalian membuat video.
Menulis sepenuh hati, adalah menulis dengan setulus
dan semampunya, kemudian khusus tulisan lomba ditambah strategi.
Ya, tulisan khusus lomba, biasanya sengaja dipublish
mepet deadline, agar ide tulisan tidak ditiru peserta lainnya.
Jadi jangan kaget, menjelang batas waktu ditetapkan
panitia, biasanya jumlah artikel lomba melonjak secara drastis.
Menunggu pengumuman, kerapkali membuat rasa deg-degan
mengemuka, baru membaca judul “Pemenang Lomba” saja, gelisah semakin menyergap.
Menang dan kalah lomba menulis, sebenarnya sudah
masalah lain, menurut saya ada faktor ‘nasib’ tulisan yang turut berperan.
Tugas penulis, sebatas mengerahkan upaya semampunya,
menyediakan diri melakukan usaha terbaik selebihnya hukum alam yang bekerja.
Tapi namanya juga manusia, mendapati kekalahan
biasanya menghadirkan rasa kecewa, hal ini wajar dan sangat manusiawi.
Yang lebih penting adalah sikap diambil
setelah kecewa itu datang. Apakah berhenti menulis, atau mempertahankan
semangat menulis.
Keputusan paling bijak dan ideal adalah, bahwa kekalahan
sebaiknya menjadi cambuk untuk belajar lebih giat.
-00o00-
O’ya, kalian pasti pernah melihat ajang pencarian
bakat, yang digelar sejumlah stasiun televisi. Seingat saya, Akademi Fantasi
Indosiar (AFI) tahun 2003 adalah pelopornya.
Setelah kontestan menyanyi, biasanya dikomentari beberapa
juri, dan komentator dipilih adalah orang yang kredibel dan berpengalaman.
Pada ujung acara, satu persatu kontestan
tereliminasi, ada akhir kompetisi akan mengerucut pada satu nama sebagai
pemenangnya.
Satu nama di puncak kemenangan, namun kompetisi
tidak berhenti, pertarungan sesungguhnya baru saja dimulai.
Fakta yang sering kita lihat, coba perhatikan beberapa nama pemenang
di ajang pencarian bakat, justru tidak muncul dengan berbagai alasan.
Justru kontestan yang tidak menang atau tidak
diunggulkan, kita dapati karirnya didunia musik lebih moncer.
Menang dan kalah ibarat sebuah peristiwa, bisa jadi
akan terkait dengan kejadian selanjutnya, bisa jadi tidak berpengaruh sama
sekali.
Memang pada satu lomba menulis, tidak menjamin akan
unggul terus dan terus, pun dengan kekalahan juga berlaku demikian.
Menulis
Menulis dan Menulislah
“Jenius
adalah satu persen inspirasi, sembilan puluh sembilan persen perspirasi.”
Thomas Alfa Edison
Untuk melahirkan karya tulisan yang
baik, tak ada jalan lain kecuali menulis, menulis dan terus menulis.
Ketekunan adalah kata kunci, karena kita tidak
tahu, pada tulisan ke berapa lahir tulisan yang layak mendapatkan
apresiasi bagus dari pembaca.
Menang atau kalah dalam lomba menulis, bukan satu
satunya parameter, karena perjalanan nasib sebuah tulisan itu panjang.
Penulis punya kuasa, sebatas berupaya
sungguh-sungguh, sebagai cara memberi andil bagi nasib tulisan tersebut.
Menulislah, menulislah dan terus menulislah sepenuh hati. Setelahnya,
biarlah tulisan itu bertemu dengan nasibnya sendiri.
dokumentasi pribadi |
Tulisannya Mas Agung Han cakep banget nih. Menulislah dengan hati, jujur dan ikhlas, pasti makna tulisannya akan sampai ke pembaca ya. Btw, itu kalau mau beli bukunya di mana ya, Mas?
BalasHapusbuku Danone, setau saya belum dijual bebas mbak
Hapus