10 Jun 2016

Menjadi Ayah Hebat untuk Anak Hebat

Anaka-anak adalah penghuni masa depan, yang tak bisa kau kunjungi sekalipun lewat mimpi- Kahlil Gibran- (dokumentasi pribadi)
Almarhum ayah saya seorang guru SD, pembawaan beliau kalem dan relatif irit bicara. Pada enam anak- anaknya atau ibu sangat jarang marah, intonasi suara juga nyaris tak pernah meninggi. 
Seingat saya pernah dua kali marah, waktu saya masih berseragam merah hati putih. Itupun setelah dirunut, muasal kemarahan memang saya penyebabnya.

Warung kecil ibu di pasar kampung sedang banyak pembeli, saya menangis minta dibelikan mainan. Ibu yang sedang melayani pembeli tak segera menanggapi, tangis saya pecah bertambah keras. Bisa dibayangkan, betapa jengkelnya perasaan orang tua (hehehe).


Sampai dirumah ayah marah, mendengar ulah anak bungsunya di pasar. Saya diguyur air satu ember besar, kaos basah itu menempel di badan sampai kering sendiri.

Meski sangat jarang bicara, namun saat kami anak-anaknya sakit ayah paling care. Pernah kaki ini terkilir akibat jatuh dari pohon, saat hendak tidur ayah dengan tekun memijat kaki kecil sembari mengolesi balsem.
Hal yang sama dilakukan, pada saat kakak nomor lima tangannya patah atau matanya lebam biru karena berkelahi.

Pertengahan tahun 80-an, saya penikmat film "The Hogan's Family" di TVRI. Sosok ayah diperankan bintang Josh Taylor, cukup menyita perhatian.

Tokoh dalam serial beken kala itu,  digambarkan dekat secara psikologis dan fisik dengan anaknya. Tiga anak dalam film yang tayang minggu sore, tak segan memeluk sang ayah saat pulang dari tempat kerja sebagai pilot. Kalau ada masalah di sekolah atau dengan teman, anak juga bercerita dengan nyamannya.
Saya tersenyum sendiri, membayangkan betapa kakunya kalau saya merangkul ayah seperti adegan di serial ini.
Betapa sangat kikuk, saya atau kakak curhat kepada ayah yang pendiam (hehe). Jangankan berbincang panjang, kami bicara secukupnya kalau memang ada perlu.

Percakapan sehari-hari dengan bahasa jawa halus, kepala ini lebih banyak  menunduk. Kalau ada keperluan minta sesuatu ke ayah, kerap melalui perantara ibu.
Pikir saya mungkin pengaruh budaya Jawa, sehingga beda cara mengekspresikan perasaan seperti tokoh di serial The Hogan's Family.

Sekali lagi saya akui, ayah tetap sosok yang kami hormati tak terganti. Beliau pribadi penuh tanggung jawab, senantiasa mengutamakan kami anak-anaknya.
Kalau ada hajatan atau acara apapun dan membawa pulang makanan, maka paling dulu disisihkan untuk anaknya baru dimakan sisa yang ada. Ayah memiliki tempat di hati, meskipun jarang ngobrol apalagi bicara hati ke hati.
--0o0--
Waktu berputar begitu cepatnya, semakin panjang perjalanan hidup saya lalui. Usia mengantarkan pada jenjang pernikahan, alhamdulillah  Allah memberi amanah dua buah hati.
Siapa sangka, sikap perhatian dan mengayomi yang dulu ditunjukkan ayah menginspirasi. Kini saya coba terapkan, dalam peran keseharian sebagai ayah.

Perihal hubungan dengan anak, saya memilih tak ingin menjaga jarak. Sejak masih bayi sampai usia 5-6 tahun, tak segan melibatkan diri pada pekerjaan yang biasa dilakukan istri. Menggantikan popok, menimang saat hendak tidur bahkan memandikan mereka.

Teringat pesan ibu Ely Risman seorang tokoh parenting, bahwa usia 0 - 7 tahun ada golden moment. Saya manfaatkan waktu sebaik-baiknya, menemani dan membangun kedekatan dengan anak-anak sebisa mungkin.
Illustrasi dokumentasi pribadi
Sulung yang hampir kelas lima, sering berkisah apa saja yang dialami di sekolah. Hal serupa saya juga dapati, pada adiknya yang sekarang duduk di bangku TK.  Kami sebagai orang tua, tentu merasakan manfaat kedekatan ini. 
Anak sering minta pendapat dan pertimbangan, bagaimana menyikapi teman atau gurunya di sekolah. Kami memberi saran masukan, atas hal yang sebaiknya boleh dan tidak boleh mereka lakukan.

Penanaman perilaku baik sangat penting, pondasi yang kokoh sebaiknya didapat dari orang tua. "Al Ummu Madrasatul Ulla" atau ibu adalah sekolah pertama bagi anaknya, tentu harus dilengkapi dengan peran ayah.

Suatu saat kelak, anak-anak akan menempuh onak dan badai kehidupan mereka sendiri. Mereka akan menghadapi sendiri, tak bisa selamanya bergantung pada orang tuanya. Maka perlu dipersiapkan tak hanya fisiknya saja, yang lebih utama adalah mentalnya.

Anak Adalah Peniru Ulung
Anak-anak bertumbuh, melalui apa yang dia lihat bukan didengar. Hal paling sederhana, memberi keteladanan melalui sikap keseharian.

Kalau menginginkan anak rajin sholat, cara paling efektif adalah orang tua memberi contoh sholat (tidak sekedar memerintah).
Demikianpun kalau ingin memiliki anak soleh/ solehah, tak cukup sekedar mengirim ke sekolah agama unggulan.

Ayah sebagai kepala keluarga dan nahkoda, harus selalu berusaha menunjukkan sikap terbaik. Jangan mudah bicara kasar apalagi ringan tangan, baik pada ibu atau anak-anaknya. 
Bukan sesuatu yang mustahil, buah hati ini akan merekam apa yang mereka lihat. Ayah harus rela dan merelakan, berusaha menahan ego pribadi demi anak-anaknya. Semua peran memang perlu ilmunya, termasuk bagaimana menjadi orang tua yang mendekati ideal.
Kegemaran  saya membaca, membawa begitu banyak manfaat. Sejak  menikah dan memiliki anak, buku tentang parenting masuk daftar prioritas. Satu buku menjadi koleksi perpustakaan pribadi, berjudul "Menjadi Ayah Bintang" ditulis oleh Neno Warisman.
Ada bab yang sangat berkesan, mengokohkan semangat tak henti belajar menjadi ayah yang baik. Betapa hukum sebab akibat  dalam kehidupan terus berlangsung, bahwa anak hebat berasal dari orang tua yang hebat.  
Ijinkan saya mencuplik beberapa bagian, pada bab berjudul "Ayah Sejati".
Terkisah seorang ayah didatangi anaknya yang sudah dewasa.
"ada keperluan apa kau kemari, wahai anakku?" tanya sang ayah penuh kasih
"ada urusan keluarga, ayah" Jawab sang anak
Maka Sebatang lampu kecil (alat penerangan satu satunya) yang menyala di ruanganpun dipadamkan. Hanya dengan satu tiupan mulut sang pemimpin besar, menjadi gelap gulita ruangan itu
"Kenapa kita bicara dalam gelap begini, ayah?" tanya anaknya tidak mengerti
"Kita tidak menggunakan fasilitas negara untuk mengurus persoalan keluarga. Bicaralah anakku, apa persoalanmu?"
Petikan mutiara kisah terjadi pada masa lalu, sang ayah adalah Khalifah Umar Ibn Abdul Azis, Khalifah kelima, dengan putra beliau yang datang menghadap. Beliau raja yang amat mengagumkan, sampai datang waktu wafatnya, serigala tidak memakan ternak. Keamanahan beliau dalam menjalankan kepemimpinan mengguncangkan jiwa, menoreh kebenaran yang dianut dan diwarisi oleh para pejalan keadilan.
Penggalan kisah sarat hikmah berulang, pada masa yang berbeda. Seorang bapak tentara yang bermobil milik negara. Sedang menjalankan tugas, melewati pintu sekolah. Seorang anak kecil menghadang, namun bagai tak peduli mobil terus melaju.
Ketika berselang waktu sang anak protes saat dirumah, dengan bijak sang ayah menanggapi "Lha kamu itu siapa? Bapak sedang pakai mobil dinas, Nak. Nggak mungkin Bapak pakai untuk urusan pribadi" jelas sang Bapak tegas dan pasti.
Pemuda kecil yang sedang berdialog, kelak menjadi pemain watak dan amat tersohor. Menerima beragam piala untuk beragam perannya sebagai aktor, sejarah mematri namanya sebagai salah satu sutradara emas. Beliau memiliki sikap berseni yang kuat, karena sekuat keteladanan ayahnya.
--0o0--
Illustrasi - dokumen pribadi
Menjadi ayah memang bukan pekerjaan ringan, namun kalau tahu ilmunya sangat menyenangkan. Sebagai ayah pembelajar, saya berusaha semaksimal mungkin bersikap terbaik dihadapan anak-anak.

Kepada istri kerap berkata "Iya bunda sayang", sengaja saya lakukan dihadapan anak-anak. Karena saya yakin, anak lelaki saya akan melihat dan menyimpan dalam benaknya. Tentu besar harapan, semoga kelak mencontoh dalam memperlakukan istrinya.

Pun dalam mencari nafkah, berupaya maksimal mempersembahkan harta dan makanan yang tayyib. Konon pesan alim ulama, kalau mendapati anak nakal sebaiknya tak langsung dimaki. 
Bisa saja ada andil orang tua di belakangnya, siapa tahu nafkah yang diperoleh dengan jalan tak semestinya.

Sungguh, sebagai ayah saya masih sangat banyak belajar !

Maka tak segan meminta pendapat anak, apa yang mereka rasakan terhadap ayahnya. Tentang sikap ayah selama ini, apakah menyebalkan atau menyenangkan.
Hal ini saya lakukan, semata untuk introspeksi atau evaluasi diri. Sekaligus membuka pintu dialog, kalau salah saya tak malu mengakui dan meminta maaf. Pun kalau persepsi mereka kurang tepat, segera saya coba meluruskan.

Tentu saya masih jauh dari kata ideal, namun ada keyakinan yang bersemi di dada. Dari buku yang pernah saya baca, Sang Pemberi kehidupan menilai umat dari prosesnya.
Sedangkan hasil  dari sebuah proses, seratus persen menjadi otoritasNYA. Namun janganlah khawatir, lazimnya hasil berbading lurus dengan usaha yang dilakukan seseorang.

Jalan panjang masih terbentang dihadapan, tugas saya sebagai ayah belumlah usai. Saya hunjamkan dalam sanubari, bahwa menjadi seorang ayah tak cukup hanya bisa berharap. Kalau ingin memiliki anak hebat sekaligus soleh atau solehah, maka ayah  juga musti  belajar menjadi ayah hebat dan ayah yang soleh. (wallahu'alam)

36 komentar:

  1. Saya siap menjadi calon Ayah :) hehehe [belum nikah ini] haha

    BalasHapus
    Balasan
    1. semoga dilancarkan segala hajad mas Didik, amin

      Hapus
  2. Setuju mas Yos...mas Agung ini Ayah hebat dan blogger Handsome :D


    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya aminkan utk doa "Ayah Hebat" nya
      kalau Blogger Handsome masih gagal paham hehehe
      makasih Mbak Sally, salam utk Ayah Fauzi di rumah
      Beliau pasti juga ayah hebat amiinn

      Hapus
  3. wah seru sekali, anak peniru ulung ya pak, jadi menjadi orang tua hebat dulu jadi anakknya bisa meniru menjadi hebat juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sepakat mbak :)
      Salam sehat dan semangat

      Hapus
  4. dulu aku sejak kecil gak dekat dg ayah, beliau terlalu pintar , diawang2 bikin aku minder. beliau juga gak berusaha mau dekat dg aku. aku dulu sebel , tapi setelah dewasa aku suka melihat cinta beliau padaku. Mungkin dia tak begitu bisa dekat dg anak2nya atpi dia mencintai dengan caranya sendiri. Ih, aku kok ajdi menangis nih , inget almarhum ayahku. Kini aku tahu beliau menncinatiku dg caranya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayah punya cara sendiri yg kdg tidak dipahami anak :)

      Hapus
  5. Jadi inget sm bapa di rumah.
    Artikelnya dari hati banget mas.

    BalasHapus
  6. Wah pak agung memang ayah yg TOP BGT hehehhee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kak Icha, salam buat ayah Dede, sehat selalu dan semangat amin

      Hapus
  7. Selamat hari Ayah, teruslah menjadi ayah hebat

    BalasHapus
  8. Jadi orangtua itu proses belajarnya tidak pernah berhenti ya dan ilmu parentingnya bahkan terasa tiada pernah cukup

    BalasHapus
  9. Keren menginspirasi banget menjadi ayah hebat

    BalasHapus
  10. Mantap lah Mas Agung Han ini.

    BalasHapus
  11. Mas Agung super sekali ini. Memang aku sering liat dan mengalami seorang ayah menyuruh anaknya solat dan ngaji tapi dianya sendiri ngga mencontohkan. Miris memang sih pada akhirnya. Pengen punya generasi bagus tapi nggak mau dan mampu memberi contoh. Salut buat mas agung, semoga jadi ayah yang terbaik buat anak-anaknya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Trimakasih mbak Ratna Dewi sdh berkunjung
      Salam sehat dan semangat amin

      Hapus
  12. Ah jadi kangen bokap ihik ihik ihik, bokap gw juga pendiam ngak banyak omong dan beda ama nyokap yg diam tapi sadis hua hua hua.
    Sayang kebersamaan ama bokap cuman 6,5 th usiaku, begitu cepat dia pergi kembali pada Nya #Halah #Lupakan #JadiKangen

    BalasHapus
    Balasan
    1. InsyaAllah Almarhum mendapat tempat terbaik di sisiNYA amin

      Hapus
  13. Ayah, ayo semangat terus ya. Dan selalu menjadi ayah terbaik buat anak-anaknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hatur Nuhun Ceu Lis apa kabar,
      salam sehat dan semangat amin

      Hapus
  14. Wah kak Agung emang bener-bener luar biasa. Menjadi ayah yang hebat tentu tidak gampang. Semangat terus kak Agung untuk menjadi ayah hebat bagi anak-anaknya.

    BalasHapus
  15. Keren nih mas Agung. Gimana anaknya gak keren, ayahnya hebat sih. 😃😃😃

    BalasHapus
  16. Menginspirasi sekali ceritanya mas,. Membaca bait per bait saya jadi teringat sama almarhum ayah saya., Mudah2 2 anak mas agung bisa menjadi anak soleh dan solehah berbakti kepada kedua orang tua,. Amin

    BalasHapus
  17. Mas Agung tulisan yang mencerahkan. Terima kasih sudah berbagi Pak.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mas Aliet apa kbr lama tak kopdar
      Salam sehat dan sukses

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung.
Mohon komentar disampaikan dalam bahasa yang sopan, tanpa menyinggung SARA